Rindunya yang Semu
Seperti bayang di senja yang enggan reda, Â
Rindunya menggantung di tiap pagi buta, Â
Datang lebih awal, berharap tak sia-sia, Â
Namun yang dirindu tak kunjung tiba. Â
Di sudut kantor yang sunyi dan hampa, Â
Ia menunggu bayangnya, walau hanya sekejap mata, Â
Tapi dirinya pergi jauh tak teraih lagi, Â
Hanya rindu  di hati, yang tersisa dan membayangi. Â
Kursi yang biasa dia duduki kini kosong,
Seolah bertanya, "Kapan dia kembali datang?"
Dia masih disini, terpenjara dalam sepi,
Menunggu yang semu, berharap kekasihnya kembali.
Di tiap hembusan angin yang membelai wajah, Â
Terbisik namanya yang takkan pernah punah, Â
Namun hadirnya hanya ilusi yang menyiksa, Â
Menyisakan luka, tak terobati dan juga tak reda. Â
Bagaimana bisa ia membunuh rindu yang menggila, Â
Sedang kenangannya melekat di setiap jejak yang pernah ada? Â
Dia terjebak dalam bayangnya yang kini tak nyata, Â
Merindu tanpa akhir, pad cinta yang pernah mereka bina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H