Renta tubuhnya digerogoti usia, Â
Di sudut ruang, ia duduk setia, Â
Menghitung hari, menghitung waktu, Â
Menanti anaknya yang tak kunjung bertemu.
Sehelai rambut hitam telah lama luruh, Â
Tak lagi tampak, tertinggal di peluh, Â
Namun rindu tak pernah berkarat, Â
Tersimpan rapi di lubuk yang pekat.
Angin malam membelai wajah keriput, Â
Mengirimkan pesan rindu yang terpaut, Â
"Pulanglah, anakku," bisiknya lirih, Â
Meski tanpa rambut hitam, kasih tak beralih.
Hari demi hari, ia tetap menunggu, Â
Tak ada keluh, tak ada jemu, Â
Sebab baginya, rindu tak pernah sirna, Â
Meski rambut memutih, cinta tetap nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H