Di senja yang kelabu, kuingat awal dari akhir ini, Â
Ketika jarak menjadi dinding, memisahkan kita tanpa kompromi, Â
Langit menangis kala itu, seakan tahu bahwa perpisahan tak terelakkan, Â
Aku masih melihatmu, perlahan menjauh, meninggalkan jejak langkah di pasir waktu.
Sebelumnya, kita saling berjanji di bawah sinar bulan purnama, Â
Kita merajut mimpi bersama, dalam dekapan malam yang tak bertepi, Â
Tawamu mengalun lembut, menjadi nyanyian yang menenangkan jiwa, Â
Namun, sedikit demi sedikit, kebahagiaan itu mulai memudar, Â
Hingga hanya tersisa bayangan kita yang beriringan dalam diam. Â
Di masa-masa itu, kita tak pernah menduga akhir yang akan datang, Â
Kebersamaan kita adalah rumah, tempat segala rindu berlabuh, Â
Namun perlahan, pondasi itu mulai retak, Â
Kata-kata yang dulu penuh kasih berubah menjadi senyap yang menyakitkan.
Dan kini, di ujung perjalanan ini, Â
Aku kembali mengenang saat kita bertemu pertama kali, Â
Kamu tersenyum padaku dengan tatapan penuh harap, Â
Kita berdua masih polos, tak tahu apa yang menanti di depan sana.
Namun waktu berjalan mundur, menghapus setiap jejak, Â
Meninggalkan kita pada titik awal, Â
Di mana semuanya dimulai, Â
Dan aku sadar, bahwa segala sesuatu memang harus berlalu, Â
Seperti detik yang tak bisa diulang, Â
Seperti kenngan yang hanya bisa dikenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H