Dalam sepi pagi yang masih redup, Â
Kuaduk secangkir hitam tanpa gula, Â
Pahitnya membasuh lidah dan rindu, Â
Menggugah asa yang terbenam di dada.
Aroma yang menguar, mengisi ruang jiwa, Â
Menggiring bayangan mimpi yang semalam, Â
Di tiap teguknya, kutemukan makna, Â
Tentang hari ini, esok, dan harapan yang tenggelam.
Pahitnya, bukan sekadar rasa, Â
Namun kisah, tentang perjuangan dan luka, Â
Ia ajarkan tegar dalam hening, Â
Bahwa manis tak selalu menjadi tujuan.
Secangkir hitam ini, tanpa gula, Â
Adalah cermin, dari jiwa yang tegar, Â
Tak perlu selalu manis, Â
Untuk tetap merasa hidup, dan menikmati getirnya dunia.
Di antara busa dan cairan pekat, Â
Kupahami bahwa pahit adalah bagian, Â
Dari perjalanan, dari pencarian, Â
Menuju manisnya pencapaian yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H