Mohon tunggu...
Abi Wihan
Abi Wihan Mohon Tunggu... Guru - Teacher

A Great Teacher is Inspiring

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Malin Kundang yang Malang

5 Juli 2024   21:38 Diperbarui: 5 Juli 2024   22:05 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di pantai sunyi, di bawah sinar mentari terbenam,

Tersembunyi kisah anak yang hilang,

Malin Kundang, namanya tersohor,

Namun kini, dikenang dengan kisah yang malang.

Pergi merantau, mengejar mimpi besar,

Meninggalkan ibu dengan hati penuh harap,

Di tanah jauh, ia temukan kemewahan,

Namun lupa, akar tempat ia bernaung.

Harta berlimpah, kuasa di genggaman,

Namun hati yang pernah lembut, kini keras,

Ketika kembali, ibu yang setia menunggu,

Tak dikenalnya, dihinanya tanpa rasa.

Air mata ibu jatuh di pasir pantai,

Doa kesedihan menggema di langit kelam,

Kutukan terucap dari hati yang terluka,

Malin Kundang menjadi batu, bekukan kenangan.

Kini, di pantai itu berdiri,

Patung batu seorang anak yang durhaka,

Mengingatkan kita akan kasih ibu yang abadi,

Dan dosa melupakan cinta yang sejati.

Malin Kundang, yang malang dan terlupakan,

Mengajarkan kita tentang penyesalan,

Harta dan kuasa tak berarti apa-apa,

Tanpa cinta dan bakti pada mereka yang tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun