Di relung hati, luka menyayat tak berdarah,
Mengalir dalam sunyi, tanpa teriak.
Duka tersimpan, dalam senyum terjaga,
Bersemi di rona, yang tak terduga mendera.
Luka tak berdarah, dalam hening malam,
Menyusup diam-diam, merengkuh sanubari.
Tak terlihat luar, namun terasa dalam,
Seperti bayangan, tiada henti menghantui.
Di balik senyum, tersimpan cerita,
Luka tak berdarah, berhembus diam
Dalam goresan hati, terukirlah sejarah,
Yang takkan pernah pudar, dalam ingatan jiwa.
Di dalam relung hati, luka tanpa darah mengalir,
Dalam gelap malam, jeritan memenuhi ruang.
Duka yang tak terucap, merintih dalam kesunyian,
Menyiksa jiwa yang rapuh, hampa membunuh.
Tak terasa pedihnya, senyum terpaksa terukir,
Mata redup, mencerminkan derita terpendam.
Luka tak berdarah, mengoyak jiwa menjadi pecah,
Laksana pohon gugur, tak berdaun, tak berakar.
Setiap hela nafas, terasa seperti duri menusuk,
Menghancurkan harapan, menghempas impian
Luka tak kelihatan, namun merasuk dalam jiwa,
Mengikis kebahagiaan, meracuni sendi kehidupan.
Sangat menyakitkan, luka tak berdarah,
Tak terobati oleh waktu, tak tersentuh pelukan.
Hanya kekosongan bersemi, dalam rasa hampa,
Luka tak berdarah, mengguratkan derita abadi.
Meski luka, tidak tampak pada kulit,
Ia mengiris dalam, menusuk rasa.
Luka tak berdarah, tetaplah berarti,
Sebagai pelajaran, dalam perjalanan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H