Mohon tunggu...
Mario Manalu
Mario Manalu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Merangkai kata seideal fakta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pencari yang Tak Kunjung Menemukan

10 Oktober 2013   07:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:44 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jadi, bagaimana kesimpulan penelitianmu?”

Saya melupakan senjenak rasa penasaranku tentang dirimu karena  hasil penelitianmu lebih menggugah rasa ingin tahuku. Kau menghidupkan sebatang rokok Dunhill dan mengisapnya dengan tarikan panjang. Asapnya kau hembuskan ke atas. Seakan kau menunggu inspirasi dari langit-langit bar.

“Ketika penelitianku baru mulai, terjadi kecelakaan yang mengoncang seluruh sendi kehidupanku. Saya sungguh terpukul. Semua jadi berantakan”

Matamu berkaca-kaca. Kau membuat tarikan panjang lagi hingga rokokmu tinggal setengah. Asapnya tetap kau hembuskan ke atas. Membubung ke langit-langit.

“Kekasihku, satu-satunya orang yang kucintai di dunia ini, pergi bersama gadis lain. Rasa kehilangan membuatku hampir gila. Saya mulai iri melihat orang-orang dalam biara. Dalam pikiranku, mereka pasti tidak pernah bersedih karena mengalami rasa kehilangan yang mendalam seperti yang kualami. Hati mereka pasti tidak pernah terluka atas nama cinta palsu”.

Jawabanmu sungguh mengecewakan dan melenceng jauh dari harapan. Kukira kau akan membeberkan teori-teori psikologi yang akan mendukung kesimpulan penelitianmu. Kau memang benar-benar misterius.

“Peristiwa itu sungguh membuyarkan konsentrasi dan objektivitas penilaianku selama meneliti. Saya malah lebih banyak mengamati kehidupan mereka dan membandingkannya dengan kehidupan orang kebanyakan karena saya sungguh ingin seperti mereka. Itulah alasan mengapa saya tetap mengembara mengunjungi banyak biara walau penelitian itu telah aku hentikan”

Kita terdiam beberapa saat. Larut dalam pikiran masing-masing. Sesekali kita saling memandang. Saya kesulitan untuk mengartikan  tatapanmu. Senyum yang menghiasi bibirku hanyalah tameng untuk menutupi rasa kikukku.

“Jadi apa kesimpulan dari hasil pengamatanmu?”

Kau mulai tersenyum. Lagi-lagi membuatku semakin penasaran.

“Ah, pasti kau sudah tahu”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun