Ironisnya, sementara banyak negeri yang mengamankan stok pangannya untuk kebutuhan nasional, pemerintah Indonesia justeru menarik investasi di sektor pangan secara besar-besaran untuk orientasi ekspor. Disisi lain, Indonesia sendiri selama sepuluh tahun terakhir merupakan negeri pengimpor utama bahan pangan (antara lain beras, kedelai, gula, garam, jagung), tentu dapat dipastikan mendapatkan pukulan yang paling hebat, karena krisis pangan dunia ini. Setiap tahun Pemerintah Indonesia harus menguras devisa lebih dari US$ 5 miliar atau senilai dengan Rp 50 triliun, untuk mengimpor pangan.[14] Dan pada akhirnya, kaum tani dan rakyat Indoesia pada umumnya, semakin kehilangan aksesnya atas kebutuhan pangan.
[1] FAO Cereal Supply and Demand Brief, Oktober 2011
[3] Fueling Disaster: A Community Food Security Perspective on Agrofuels, Laporan oleh the Community Food Security Coalition International Links Committee, Desember 2007, hal. 9.
[4] Lihat Gerardo Cerdas Vega, "Monocultures and agrofuels: key elements for debate," dalam Red Sugar, Green Deserts: Latin American report on monocultures and violations of the human rights to adequate food and housing, to water, to land and to territory. Editor Maria Silvia Emanuelli, Jennie Jonsen dan Sofia Monsalve Suarez. Heidelberg: FIAN International, Desember 2009, hal. 51.
[5] Ibid, hal. 49-65.
[6] Lihat Michael Klare, Blood and Oil: How America's Thirst for Petrol is Killing Us. London: Penguin Books, 2004, hal. 11.
[7] Lihat laporan GRAIN tentang perampasan tanah dan krisis pangan, "Seized! The 2008 landgrab for food and financial security," Oktober 2008. http://www.grain.org/go/landgrab
[8] Setengah jajahan adalah bentuk jajahan yang tidak menggunakan kekuatan bersenjata (kolonialisasi), melainkan dengan pemerintahan kaki tangan, yang mana kebijakan-kebijakannya diabdikan untuk melayani kepentingan dari negeri-negeri imperialis. Dalam banyak alasan, Indonesia merupakan negeri setengah jajahan.
[9] Lihat artikel Almuth Ernsting, "Agrofuels in Asia: Fuelling poverty, conflict, deforestation and climate change," dalam buletin Seedling, Juli 2007, hal. 25- 33.
[10] Lihat "Ekonomi Global Diprediksi Melambar," dalam harian umum Koran Tempo, 31 Januari 2008, hal.B7.