Sustainable Develobment Goals (SDGs) merupakan suatu program pemerintah berskala global yang ditandatangai oleh 198 pemimpin Negara. SDGs memiliki 17 indikator (tujuan) yang umumnya dilaksanakan guna mencapai pembangunan secara berkelanjutan.
 Sebelum SDGs, sebenarnya sudah ada MDGs (Millenium Develobment Goals) yang berakhir pada tahun 2015 dan terdiri atas tujuh indikator. Hadirnya SDGs bukan untuk mengantikan MDGs melainkan untuk menyempurnakannya.
Pada Era pemerintahan Jokowi-JK, pemerintah Indonesia begitu gesit untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara yang mampu mengaplikasikan seluruh program SDGs.Â
Tingkatan terkecil dari SDGs adalah pada skala Kabupaten/Kota. Sayangnya, di Indonesia hanya Kabupaten Bengkulu, Provinsi Bengkulu, yang pertama sekaligus menjadi satu-satunya yang berhasil menjadi Kabupaten SDGs hingga saat ini. Jika Bengkulu mampu, bagaimana dengan Maluku?
Sebagai Provinsi Kepulauan terbesar kedua di Indonesia, Maluku tentu memiliki permasalahan yang cukup serius dari berbagai aspek, baik itu pendidikan, kesehatan, aksesbilitas, perikanan dan kelautan, kehutanan, dll. Permasalahan-permasalahan tersebut bukanlah hal yang  mudah untuk diselesaikan.Â
Pasalnya, dengan jumlah Sumberdaya Alam yang tak seimbang dengan ketersediaan Sumberdaya Manusia, Maluku tentu punya banyak sekali "pekerjaan rumah". Belum lagi kondisi geografis Provinsi Maluku yang tersusun atas pulau-pulau. Oleh karenanya, penerapan SDGs di Provinsi Maluku haruslah dimulai dari skala yang lebih kecil lagi dari Kabupaten/Kota, yakni Desa.
Sila merupakan sebuah Desa Adat (Negeri) yang berada pada Pulau Nusalaut, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah. Sebagai sebuah Desa Adat, Sila memiliki pranata sosial yang tentu berbeda dengan Desa lainnya. Sila sendiri menyimpan banyak sekali potensi Sumberdaya Alam dan wisata sejarah.Â
Potensi-potensi tersebut adalah modal yang jika dikelola secara baik dan benar dapat menjadikan Kabupaten Maluku Tengah sebagai Kabupaten SDGs.Â
Sayangnya, dengan jarak Desa Sila yang berada jauh dari pusat pemerintahan (Kota Masohi), Sila sepertinya dipandang sebagai Desa Adat yang pembangunannya dinomor duakan. SeluruhÂ
Pembangunan sepertinya dipusatkan pada Kota Masohi selaku Ibu Kota Kabupaten Maluku Tengah. Hal ini menjadi semakin nyata dengan pengakuan dari beberapa masyarakat yang mengatakan bahwa pemerintah Kabupaten Maluku Tengah memang telah merencanakan Pulau Nusalaut sebagai kawasan pembangunan wisata, namun sampai saat ini realisasinya belum juga ada.
Bercermin pada permasalahan tersebut, maka tindakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura, yang menerjunkan mahasiswanya untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik/Profesi ke Pulau Nusalaut dipandang sebagai tindakan yang tepat. Mahasiswa yang diterjunkan terdistribusi ke enam Desa dari total tujuh Desa yang berada di Pulau Nusalaut.Â