Jas Merah, Bung!
Dalam acara Rakernas III PDI Perjuangan pada 6-8 September 2013, Megawati Soekarnoputeri mendaulat Jokowi membacakan surat berjudul Dedication of Life yang ditulis oleh Bung Karno tertanggal 10 September 1966 (hanya beberapa bulan menjelang Sang Penyambung Lidah Rakyat Indonesia ini digulingkan MPR Orde Baru). Potongan baris-baris terakhir dari surat pendek yang sangat mengharukan tersebut adalah:
Tanpa djiwa pengabdian ini, saja bukan apa-apa
Akan tetapi dengan jiwa pengabdian ini, saja merasakan hidupku bahagia dan manfaat.
Soekarno, 10-9-66
Rekomendasi Rakernas yang berlangsung di Jakarta tersebut, di Poin 17 (terakhir) menyatakan: Merekomendasikan kepada Ketua Umum DPP PDI Perjuangan agar pasangan calon presiden dan calon wakil presiden disampaikan pada momentum yang tepat sesuai dengan dinamika politik nasional, kesiapan jajaran internal partai, dan kepentingan ideologis partai. Seperti diketahui, ideologi dan asas PDI Perjuangan bersumber dari Bung Karno.
Politisi Eva Kusuma Sundari menyatakan, bahwa Jokowi tidak hanya siap mewarisi cita-cita Bung Karno, Jokowi bahkan telah melaksanakannya. Eva mencontohkan, saat menjadi Gubernur DKI Jakarta Jokowi berani membatalkan pinjaman dari Bank Dunia untuk membiayai proyek JEDI (Jakarta Emergency Dredging Initiative) bila tidak ada renegosiasi terkait pinjaman tersebut. Menurut Eva sangat langka pejabat di Indonesia yang berani menolak secara terbuka kemauan Bank Dunia, Jokowi adalah salah satunya. Mungkin bagi Eva, tindakan Jokowi ini mirip dengan Bung Karno yang pernah mengatakan go to hell with your aid kepada Bank Dunia dan IMF di masa lalu.
Dalam buku Jokowi Anak Ideologis Bung Karno, karya M. Soedarsono, disampaikan bahwa saat Rakernas para kader PDI Perjuangan tampak berharap Jokowi akan dipilih menjadi Capres 2014 meskipun Jokowi bukan dari garis keturunan (biologis) Bung Karno. Banyak yang memandang Jokowi dapat menjadi pewaris ideologi Bung Karno. Saat itu Jokowi mengaku telah menerapkan prinsip Trisakti Bung Karno dalam memimpin DKI Jakarta,
“Saya selalu ingat Trisakti-nya Bung Karno. Berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.”
Megawati pun legowo, memberi restu kepada sang Gubernur DKI Jakarta untuk berkompetisi menjadi Presiden Indonesia. Jokowi akhirnya dicalonkan secara resmi oleh PDI Perjuangan, dan kemudian menang pada Pilpres Juni 2014. Kemenangan yang sebenarnya sudah dinantikan oleh PDI Perjuangan sepuluh tahun lamanya. Pewaris ideologi Bung Karno kembali memimpin, maka seharusnya ajaran-ajaran Bung Karno akan mewujud dalam pembangunan Indonesia hingga 2019. Setidaknya itulah harapan dari sebagian pemilih Jokowi di Pilpres 2014.
Jalannya sejarah jangan dilupakan, jas merah. Sebelum dipilih rakyat Indonesia sebagai Presiden ke-7, ada kisah ini. Di hadapan seluruh pimpinan PDI Perjuangan se Indonesia, Jokowi membacakan Dedication of Life --yang menurut Megawati bermakna pengabdian diri seseorang terhadap bangsa dan negaranya tanpa rasa pamrih. Seakan, kata demi kata Dedication of Life yang diucapkan Jokowi telah menjadi suatu ikrar, suatu sumpah yang harus digenapi oleh Jokowi dengan saksinya adalah seluruh peserta Rapimnas. Saking sakralnya suasana, saat menyimak pembacaan tersebut, Megawati mengaku merasakan getaran Bung Karno dalam diri Jokowi. Pada saat yang sama juga para kader PDI Perjuangan peserta Rapimnas langsung bersorak bergemuruh dan bertepuk tangan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berteriak, “Hidup Pak Jokowi!”, “Hidup Jokowi!”
Banting Stir ke “Kanan”, Rizal Ramli Out
Namun jalannya sejarah ternyata tidak dapat diduga. Menjelang dua tahun usia Pemerintahannya, Jokowi melakukan perombakan kabinet jilid kedua --yang dikritisi oleh seorang aktivis-peneliti progresif Bonnie Setiawan:
Sayangnya, kesan utama dari perombakan kabinet terakhir ini adalah mengabaikan nasionalisme ekonomi yang sebelumnya hendak dibangun, terutama dalam menjabarkan konsep Trisakti dan Nawa Cita. Pertama sekali adalah ditendangnya Rizal Ramli sebagai Menko Maritim dan Sumberdaya Alam, dan masuknya Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan. Ini adalah sinyal paling jelas dari banting stir ke kanan tersebut. Rizal Ramli adalah benteng terakhir dari wakil nasionalisme ekonomi, yang pandangan-pandangannya sesuai dengan ekonomi Trisakti yang hendak dibangun.
Dengan Rizal Ramli di komposisi kabinet sebelumnya, Jokowi menempatkan dirinya sebagai pendukung dari pelaksanaan ekonomi nasionalis yang cocok dengan dirinya yang ber-cap nasionalis-populis. Kini dengan menyingkirkan Rizal Ramli dan memasukkan Sri Mulyani, maka Jokowi telah menghapus kesan nasionalis tersebut dan mencoba berlindung atau mengekor pada resep-resep ekonomi liberal untuk mengatasi dampak krisis. Pupus sudah warna nasionalisme ekonomi di pemerintahan sekarang. Kini pemerintahan Jokowi sangat condong pada rasa neolib.(sumber: http://indoprogress.com/2016/08/reshuffle-jilid-ii-rasa-orba-rasa-neolib-dan-rasa-oligarki-parpol/)
BIla kritik ini objektif adanya, berarti tidak sampai dua tahun memerintah, Jokowi sudah tinggalkan ajaran Bung Karno. Memang aneh, dahulu digembar-gemborkan (oleh Eva Kusuma Sundari) mirip dengan Bung Karno, nyatanya Jokowi malah melakukan hal-hal yang saling bertentangan. Misalnya, dulu sewaktu masih menjadi Gubernur DKI marah-marah mengkritik Bank Dunia. Sekarang, saat reshuffle kabinet jilid kedua, malah menarik masuk pejabat Bank Dunia menjadi Menteri Keuangan. Dulu mendukung pengelolaan kilang LNG Blok Masela di darat (onshore) plus pengembangan industri petrokimia. Sekarang, saat reshuffle malah menarik spesialis lepas pantai (offshore) sebagai Menteri ESDM.
Ngomong-ngomong. Masuknya kedua sosok ini di Kemenkeu dan Kemen ESDM jelas sekali menambah kepercayaan diri kelompok neoliberal di lingkaran Istana. Dua-duanya terlihat santun, bersih, dan bergaya sangat ketimuran, tapi ternyata keberpihakan keduanya lebih kepada kepentingan kapitalisme global yang berpusat di AS, daripada kepentingan nasional dan rakyat. Buktinya, si Menkeu baru langsung saja melakukan program pengetatan anggaran (austerity) atau pemotongan anggaran untuk kegiatan “tidak produktif” --yang merupakan ciri khas dari resep neoliberal di Eropa Selatan pasca Krisis Finansial tahun 2008.
Program austerity sudah terbukti di banyak negara tidak mebawa dampak yang diinginkan, yang terjadi malahan ketimpangan sosial akan semakin melebar. Sedangkan si MenESDM baru dengan ringan tanpa beban memberikan perpanjangan izin ekspor biji (ore) mentah kembali bagi Freeport --yang berpotensi melanggar UU Minerba tahun 2009. Lebih parah lagi, belum lama si MenESDM tersangkut masalah kewarganegaraan- yang kabarnya membuat Jokowi sangat berang.
Semakin liberal dan menguntungkan kelas kapitalis asing, maka semakin ke “kanan” stir perekonomian kita. “Banting stir ke kanan” dalam hubungan dengan dicopotnya Rizal Ramli dari kabinet ini juga diamini oleh Pimpinan MPR Oesman Sapta,
“Siapa yang menyangka, Presiden Jokowi bakal mencopot Rizal Ramli. Kinerja Rizal cukup bagus. Bahkan dia menteri yang menonjol. Memang, kita susah menebak Jokowi. Kita bayangkan Jokowi melakukan langkah A, taunya dia jalankan yang B. Kita pikir Jokowi ke kiri, taunya ke kanan. Sulit kita menebaknya,” (sumber: http://poskotanews.com/2016/07/30/rizal-ramli-dicopot-oso-kita-pikir-jokowi-ke-kiri-taunya-ke-kanan/)
Oesman Sapta adalah politisi yang selalu berbicara blak-blakan, apa adanya, termasuk dalam menilai kapasitas seseorang. Jelas sekali kinerja Rizal Ramli memang bagus selama menjadi Menko Kemaritiman sebelas bulan lamanya (Agustus 2015-Juli 2016). Berikut ini adalah daftar keberhasilan dan juga pekerjaan rumah di Kementerian Kemaritiman era kepemimpinan Rizal Ramli yang berhasil kami kumpulkan:
- Menyelamatkan Garuda Indonesia dari kerugian besar akibat kesalahan rencana pembelian unit pesawat. Untuk “kegaduhan1” ini Rizal Ramli harus berseteru dengan Rini Soemarno yang diduga memperoleh fee atas pembelian unit pesawat tersebut.
- Menyelamatkan rakyat dari kerugian akibat keberadaan mafia pulsa listrik dalam tubuh PLN. Pihak petinggi internal PLN yang merasa kebakaran jenggot akibat keperetan ini menimbulkan “kegaduhan2” di ranah publik. Simpati dan dukungan dari publik konsumen pulsa listrik yang memang benar dirugikan terus mengalir ke Rizal Ramli.
- Menyelamatkan“muka” Jokowi dari mustahilnya target Program Listrik 35 ribu MW yang konsesinya banyak dimiliki oleh Jusuf Kalla dan kroninya. Rizal Ramli memperkirakan paling banyak hanya 17 ribu MW yang dapat terbangun hingga 2019 (waktu akan membuktikan siapa yang benar…). Perlawanan balik dari Jusuf Kalla dan kroni yang bersekutu dengan Sudirman Said telah menimbulkan “kegaduhan3” di ranah publik. Dalam hal ini secara tertutup Dirut PLN Sofyan Basir mengamini bahwa proyek 35 ribu MW hanya akan terwujud kurang dari 50%-nya. Serikat pekerja PLN selalu berada di pihak Rizal Ramli.
- Menyelamatkan proyek-proyek migas yang tidak mendesak dan cenderung merugikan Negara. Pertama adalah proyek storage minyak-BBM bernilai milyaran dollar di Jawa Barat yang jatuh ke putera Jusuf Kalla, berhasil dikepret di internal Rapat Terbatas. Kedua adalah proyek pembangunan pipa penyalur BBM sepanjang Pulau Jawa bernilai milyaran dollar yang jatuh ke kakak Rini Soemarno, berhasil dikepret juga secara internal di Rapat Terbatas. Tidak ada kegaduhan.
- Menyelamatkan kekayaan gas Blok Masela demi digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat Maluku dan Indonesia Timur. Perdebatan untuk model pengembangan kilang LNG onshore atau offshore terjadi dengan Sudirman Said dan konco-konconya menimbulkan “kegaduhan4” di ranah publik. Jokowi untungnya berpihak kepada Rizal Ramli. Saat Rizal Ramli direshuffle tanggal 27 Juli 2016, banyak tokoh Maluku berdatangan mengadu, “bila Bapak tidak ada lagi di kabinet, lalu bagaimana nanti nasib rakyat Maluku? Apakah kilang tetap akan dibangun di darat? BIla tidak jelas begini lebih baik kami kibarkan bendera (separatis)saja!”. Tentu Rizal Ramli tidak setuju untuk aksi-aksi politik yang tidak produktif, dan memastikan bahwa Jokowi akan tetap berkomitmen membangun kilang di darat.
- Mengusulkan di rapat kabinet pemberantasan mafia impor pangan. Sayang tidak digubris oleh kementerian yang berwenang. Padahal penghapusan kartel impor dapat menurunkan harga-harga kebutuhan pokok rakyat 30-50% sehingga dapat meningkatkan daya beli dan tabungan rakyat. Sebenarnya Jokowi juga sudah sering mengampanyekan tentang pemberantasan mafia impor pangan ini semenjak 2014, tapi para pembantunya di kementerian tidak sanggup melaksanakan tugas. Padahal KPPU sendiri juga sudah berkoar-kora tentang ini. Tidak sampai menimbulkan kegaduhan, mungkin karena bos-bos media sudah diselesaikan oleh taipan-taipan kartel impor pangan ini.
- Menyelamatkan kekayaan alam di Timika dengan mengepret Sudirman Said yang hendak menyusupkan peraturan pemerintah yang dapat mempercepat proses perpanjangan kontrak Freeport dengan Indonesia. Sudirman Said yang kehilangan muka karena ternyata Jokowi berpihak kepada Rizal Ramli, menemukan cara pengalihan isu dengan membongkar rekaman M.Reza-Setya Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan tentang permintaan saham Freeport untuk Setya dan kroni. Sebenarnya dibalik hingar binger MKD tempo hari, terdapat tentakel Jusuf Kalla dan kroninya yang nyaris mendapat proyek pembangunan Smelter di Sungai Membramo beserta pembangkit listriknya (bila dihitung-hitung, nilai keseluruhan proyek yang akan didapat Jusuf Kalla dari Freeport lebih besar dari harga saham yang diminta Setya dari Freeport). Terjadi kegaduhan panjang, tapi sebagian bukan dari Rizal Ramli. Dampak langsung dari ini kegaduhan adalah mundurnya Preskom Freeport Mcmoran James Moffett dan Dirut PTFI Maroef Syamsuddin, serta terjun bebasnya harga saham Freeport saat itu.
- Mengusulkanuntuk dilakukan program revaluasi asset, diterima dan dipasang di Paket Kebijakan EKonomi V. Meskipun baru sebagian BUMN yang telah melakukan, peningkatan asset total BUMN telah naik Rp 800-an trilyun, yang pastinya akan meningkatkan kapasitas (akibat besarnya leverage) BUMN-BUMN untuk mencari utang membiayai pembangunan dan pertumbuhan. Sangat mungkin, bahwa faktr kuat yang berhasil mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke 5,12% adalah aktivitas BUMN-BUMN yang baru lakukan revaluasi aset.
- MenuntaskanArahan Presidenuntuk menurunkan angka Dwelling Time Tanjung Priuk dari 7 hari saat baru menjabat hingga ke 3,2 hari per hari direhuffle. NIlai 3,2 hari ini berhasil sudah melampui target yang ditetapkan Jokowi sebesar 3,7 hari. Timbul lagi kegaduhan5karena Dirut Pelindo II Tanjung Priuk RJ Lino, yang bergaya preman, berusaha menghambat implementasi strategi Rizal Ramli menurunkan dwelling time. RJ Lino akhirnya masuk penjara karena kasus korupsi pengadaan mobile crane. Serikat pekerja pelabuhan sendiri, dalam setiap isu yang mereka perjuangkan, selalu berpihak pada Rizal Ramli.
- Membangkitkaneuphoria public Indonesia demi bangkitnya dunia pariwisata Indonesia, yang tak lepas dari terobosan Rizal Ramli menentukan “10 Destinasi Utama” sebagai prioritas pembangunan. Hal ini, mungkin tidak terlalu disadari, telah berhasil menimbulkan semangat dari publik dan kepala daerah untuk membangkitkan destinasi-destinasi pariwisata di daerahnya masing-masing yang tidak masuk ke “10 Destinasi Utama”. Saat Rizal Ramli direshuffle, para masyarakat tetua Danau Toba berdatangan ke kantor mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan memberikan penghargaan kepada Rizal Ramli atas jasanya mempromosikan kembali Danau Toba ke Dunia.
- MenuntaskanArahan Presiden untuk membangun Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Sawit(Council of Palm Oil ProducerCountries/CPOPC) bersama Malaysia, yang kelak akan berfungsi semacam OPEC-nya untuk minyak sawit. Prestasi Rizal Ramli adalah hanya membutuhkan waktu kurang dari 3 bulan sudah diratifikasi untuk pembangunannya, sehingga mendapatkan berbagai pujian termasuk dari mantan Perdana Menteri Mahattir Muhammad. Perlu diketahui, pemerintahan SBY sebenarnya juga sudah memiliki niat yang sama tapi sejak tahun 2006 telah dilakukan belasan kali rapat tanpa sempat menghasilkan apapun.
- Mendorong Kemenko PMK untuk lebih fokus kepada pendidikan vokasional untuk menciptakan lebih dari 5 juta Tenaga Professional Indonesia (TPI) di 2019. Untuk menjalankan program ini struktur anggaran untuk vokasional harus diperbesar secara signifikan. Tidak ada kegaduhan, dalam isu TPI ini Rizal Ramli telah tunjukkan kelasnya sebagai Bapak Bangsa, karena setia memikirkan Dunia Pendidikan (Semenjak Rizal menginisiasi Gerakan Anti Kebodohan tahun 1977) dan tak ragu untuk menyampaikan ide terobosannya.
- MenyelamatkanNatuna dan Jalur ALKI II. Sesuai visi Presiden, Rizal Ramli mendorong terbangunnya pusat pelelangan ikan sekelas yang di Jepang untuk bisa juga berdiri di Natuna sehingga dapat menumbuhkan perekonomian wilayah secara signifikan. Kemajuan perekonomian di perbatasan seperti Natuna dapat berkontribusi bagi peningkatan system pertahanan setempat. Selain itu sektor pariwisata dan migas juga akan kembali direview. Juga, sesuai dengan visi Presiden, Jalur ALKI II harus diramaikan dengan jalan melobi negara-negara pemilik kapal dan dimulai pembangunan pelabuhan Lombok dengan kerjasama Eropa. Bila ALKI II sudah ramai, niscaya Indonesia Tengah juga akan bertumbuh ekonominya.
- Memihakkaum nelayan. Rizal Ramli tidak pernah lupa membagi-bagi kartu BPJS dan asuransi bila bertemu para nelayan di kampong-kampung mereka, juga aktif untuk membangun dan mempercantik kampung-kampung nelayan di Indonesia. Rajawali Negpret juga aktif menyemangati menteri terbaik di kabinet, Susi Pudjiastuti, agar terus memikirkan pengembangan kesejahteraan 16 juta nelayan miskin menuju industrialisasi perikanan. Sebenarnya, dukungan Rizal Ramli kepada nelayan Muara Angke lah salah satu faktor kuat yang membuat si Rajawali Ngepretnekatmenghentikan Reklamasi Pulau G milik Grup Agung Podomoro (milik Triatma Haliman). Memang terdapat juga alasan lain yang lebih teknis dalam penghentian Reklamasi Pulau G, yaitu tentang: a) potensi gangguan cooling system air laut inlet untuk Pembangkit Muara Karang yang menyuplai lebih dari 40% listrik DKI Jakarta; b) Pelanggaran aturan pelayaran dan ESDM tentang zona terlarang 500 m dan zona terbatas 1.250 m yang tujuannya untuk mempermudah maneuver kapal untuk meperbaiki pipa bila terjadi kerusakan. Terjadi “kegaduhan 6”, Gubernur DKI Jakarta Ahok dan para deputinya (dan para buzzer tukang bully milik Teman Ahok di medsos) menjadi sangat sengit dan terlihat menyeret-nyeret Presiden Jokowi ke dalam pusaran masalah Reklamasi --yang juga menjadi gaduh penghabisan bagi Rizal Ramli.
Kembali ke laptop. Yang kami percaya, alasan sebenarnya Jokowi mencopot Rizal Ramli adalah karena Jokowi ingin membawa perekonomian Indonesia semakin ke kanan, dan dalam model neoliberal ini kehadiran Rajawali Ngepret tidak diperlukan. Hanya memang sebagian besar publik kelas menengah ke bawah yang mengikuti perkembangan politik, mengira Rizal Ramli dicopot karena perseteruannya dengan Ahok dalam isu Reklamasi Pulau G.
Kisah (story) ini menguat karena waktu dicopotnya Rizal Ramli dari kabinet bersamaan dengan acara diskusi Indonesian Lawyer’s Club tanggal 26 Juli 2016 malam hari yang bertemakan tentang Ahok vs Rizal Ramli: Berwenangkah Menko Menghentikan Reklamasi? (sumber: ini). Story tentang “kepahlawanan” Rizal Ramli, meskipun dikalahkan oleh Jokowi saat si Rajawali Ngepret sedang berhadapan dengan Ahok , membekas di kalangan rakyat kecil terutama kaum nelayan, korban gusuran, dan para aktivis di DKI Jakarta.
Maka tidak heran mendadak banyak pihak (kabarnya lebih dari 20-an komite, organisasi, dan organisasi payung) berbondong-bondong memaksa Rizal Ramli untuk maju Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Yang unik, para pendukung Rizal Ramli for DKI1 tidak hanya dari kubu relawan Jokowi, tapi juga dari kubu yang dahulu tergabung di Koalisi Merah Putih. Ini menunjukkan kualitas jaringan politik Rizal Ramli, yang sebenarnya dapat mempercepat persatuan nasionaldi antara elemen-elemen kebangsaan.
Beberapa hari ini juga muncul pandangan yang bersifat “adu domba” antara Jokowi dengan PDI Perjuangan (baca tulisan ini).
Pertama adalah tentang Pilkada DKI Jakarta. Katanya PDI Perjuangan sengaja menunggu sampai injury time karena menunggu strategi Jokowi apa. Perlu diketahui, PDI Perjuangan memang selalu bergaya begini semenjak Pilkada DKI 2012 saat Jokowi (tanpa perlu sebut Ahok..) maju sebagai cagub pergi dari Solo. Tidak ada hubungannya dengan pilihan Jokowi di Pilkada DKI nanti. Karena yang pasti secara terbuka Jokowi selaku Presiden tidak boleh menyatakan dukungan kepada salah satu calon, sedangkan PDI Perjuangan diperbolehkan oleh hukum.
Kedua adalah tentang reshuffle kabinet yang kedua pada 27 Juli 2016. Dikatakan bahwa Jokowi telah tunjukkan kegagahannya di hadapan PDI Perjuangan dengan mempertahankan Rini Soemarno di kabinet dan me-retooling Rizal Ramli dari Kabinet. Retooling adalah hak prerogatif Presiden yang berada di atas semua hukum dan aturan di partai politik, termasuk PDI Perjuangan. Jangan pernah mengadu domba Presiden dengan partai politik yang sudah belasan tahun menjadi tempatnya bernaung, karena dapat menjadi senjata makan tuan kelak bagi para pengadu domba.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H