Banting Stir ke “Kanan”, Rizal Ramli Out
Namun jalannya sejarah ternyata tidak dapat diduga. Menjelang dua tahun usia Pemerintahannya, Jokowi melakukan perombakan kabinet jilid kedua --yang dikritisi oleh seorang aktivis-peneliti progresif Bonnie Setiawan:
Sayangnya, kesan utama dari perombakan kabinet terakhir ini adalah mengabaikan nasionalisme ekonomi yang sebelumnya hendak dibangun, terutama dalam menjabarkan konsep Trisakti dan Nawa Cita. Pertama sekali adalah ditendangnya Rizal Ramli sebagai Menko Maritim dan Sumberdaya Alam, dan masuknya Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan. Ini adalah sinyal paling jelas dari banting stir ke kanan tersebut. Rizal Ramli adalah benteng terakhir dari wakil nasionalisme ekonomi, yang pandangan-pandangannya sesuai dengan ekonomi Trisakti yang hendak dibangun.
Dengan Rizal Ramli di komposisi kabinet sebelumnya, Jokowi menempatkan dirinya sebagai pendukung dari pelaksanaan ekonomi nasionalis yang cocok dengan dirinya yang ber-cap nasionalis-populis. Kini dengan menyingkirkan Rizal Ramli dan memasukkan Sri Mulyani, maka Jokowi telah menghapus kesan nasionalis tersebut dan mencoba berlindung atau mengekor pada resep-resep ekonomi liberal untuk mengatasi dampak krisis. Pupus sudah warna nasionalisme ekonomi di pemerintahan sekarang. Kini pemerintahan Jokowi sangat condong pada rasa neolib.(sumber: http://indoprogress.com/2016/08/reshuffle-jilid-ii-rasa-orba-rasa-neolib-dan-rasa-oligarki-parpol/)
BIla kritik ini objektif adanya, berarti tidak sampai dua tahun memerintah, Jokowi sudah tinggalkan ajaran Bung Karno. Memang aneh, dahulu digembar-gemborkan (oleh Eva Kusuma Sundari) mirip dengan Bung Karno, nyatanya Jokowi malah melakukan hal-hal yang saling bertentangan. Misalnya, dulu sewaktu masih menjadi Gubernur DKI marah-marah mengkritik Bank Dunia. Sekarang, saat reshuffle kabinet jilid kedua, malah menarik masuk pejabat Bank Dunia menjadi Menteri Keuangan. Dulu mendukung pengelolaan kilang LNG Blok Masela di darat (onshore) plus pengembangan industri petrokimia. Sekarang, saat reshuffle malah menarik spesialis lepas pantai (offshore) sebagai Menteri ESDM.
Ngomong-ngomong. Masuknya kedua sosok ini di Kemenkeu dan Kemen ESDM jelas sekali menambah kepercayaan diri kelompok neoliberal di lingkaran Istana. Dua-duanya terlihat santun, bersih, dan bergaya sangat ketimuran, tapi ternyata keberpihakan keduanya lebih kepada kepentingan kapitalisme global yang berpusat di AS, daripada kepentingan nasional dan rakyat. Buktinya, si Menkeu baru langsung saja melakukan program pengetatan anggaran (austerity) atau pemotongan anggaran untuk kegiatan “tidak produktif” --yang merupakan ciri khas dari resep neoliberal di Eropa Selatan pasca Krisis Finansial tahun 2008.
Program austerity sudah terbukti di banyak negara tidak mebawa dampak yang diinginkan, yang terjadi malahan ketimpangan sosial akan semakin melebar. Sedangkan si MenESDM baru dengan ringan tanpa beban memberikan perpanjangan izin ekspor biji (ore) mentah kembali bagi Freeport --yang berpotensi melanggar UU Minerba tahun 2009. Lebih parah lagi, belum lama si MenESDM tersangkut masalah kewarganegaraan- yang kabarnya membuat Jokowi sangat berang.
Semakin liberal dan menguntungkan kelas kapitalis asing, maka semakin ke “kanan” stir perekonomian kita. “Banting stir ke kanan” dalam hubungan dengan dicopotnya Rizal Ramli dari kabinet ini juga diamini oleh Pimpinan MPR Oesman Sapta,
“Siapa yang menyangka, Presiden Jokowi bakal mencopot Rizal Ramli. Kinerja Rizal cukup bagus. Bahkan dia menteri yang menonjol. Memang, kita susah menebak Jokowi. Kita bayangkan Jokowi melakukan langkah A, taunya dia jalankan yang B. Kita pikir Jokowi ke kiri, taunya ke kanan. Sulit kita menebaknya,” (sumber: http://poskotanews.com/2016/07/30/rizal-ramli-dicopot-oso-kita-pikir-jokowi-ke-kiri-taunya-ke-kanan/)
Oesman Sapta adalah politisi yang selalu berbicara blak-blakan, apa adanya, termasuk dalam menilai kapasitas seseorang. Jelas sekali kinerja Rizal Ramli memang bagus selama menjadi Menko Kemaritiman sebelas bulan lamanya (Agustus 2015-Juli 2016). Berikut ini adalah daftar keberhasilan dan juga pekerjaan rumah di Kementerian Kemaritiman era kepemimpinan Rizal Ramli yang berhasil kami kumpulkan:
- Menyelamatkan Garuda Indonesia dari kerugian besar akibat kesalahan rencana pembelian unit pesawat. Untuk “kegaduhan1” ini Rizal Ramli harus berseteru dengan Rini Soemarno yang diduga memperoleh fee atas pembelian unit pesawat tersebut.
- Menyelamatkan rakyat dari kerugian akibat keberadaan mafia pulsa listrik dalam tubuh PLN. Pihak petinggi internal PLN yang merasa kebakaran jenggot akibat keperetan ini menimbulkan “kegaduhan2” di ranah publik. Simpati dan dukungan dari publik konsumen pulsa listrik yang memang benar dirugikan terus mengalir ke Rizal Ramli.
- Menyelamatkan“muka” Jokowi dari mustahilnya target Program Listrik 35 ribu MW yang konsesinya banyak dimiliki oleh Jusuf Kalla dan kroninya. Rizal Ramli memperkirakan paling banyak hanya 17 ribu MW yang dapat terbangun hingga 2019 (waktu akan membuktikan siapa yang benar…). Perlawanan balik dari Jusuf Kalla dan kroni yang bersekutu dengan Sudirman Said telah menimbulkan “kegaduhan3” di ranah publik. Dalam hal ini secara tertutup Dirut PLN Sofyan Basir mengamini bahwa proyek 35 ribu MW hanya akan terwujud kurang dari 50%-nya. Serikat pekerja PLN selalu berada di pihak Rizal Ramli.
- Menyelamatkan proyek-proyek migas yang tidak mendesak dan cenderung merugikan Negara. Pertama adalah proyek storage minyak-BBM bernilai milyaran dollar di Jawa Barat yang jatuh ke putera Jusuf Kalla, berhasil dikepret di internal Rapat Terbatas. Kedua adalah proyek pembangunan pipa penyalur BBM sepanjang Pulau Jawa bernilai milyaran dollar yang jatuh ke kakak Rini Soemarno, berhasil dikepret juga secara internal di Rapat Terbatas. Tidak ada kegaduhan.
- Menyelamatkan kekayaan gas Blok Masela demi digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat Maluku dan Indonesia Timur. Perdebatan untuk model pengembangan kilang LNG onshore atau offshore terjadi dengan Sudirman Said dan konco-konconya menimbulkan “kegaduhan4” di ranah publik. Jokowi untungnya berpihak kepada Rizal Ramli. Saat Rizal Ramli direshuffle tanggal 27 Juli 2016, banyak tokoh Maluku berdatangan mengadu, “bila Bapak tidak ada lagi di kabinet, lalu bagaimana nanti nasib rakyat Maluku? Apakah kilang tetap akan dibangun di darat? BIla tidak jelas begini lebih baik kami kibarkan bendera (separatis)saja!”. Tentu Rizal Ramli tidak setuju untuk aksi-aksi politik yang tidak produktif, dan memastikan bahwa Jokowi akan tetap berkomitmen membangun kilang di darat.
- Mengusulkan di rapat kabinet pemberantasan mafia impor pangan. Sayang tidak digubris oleh kementerian yang berwenang. Padahal penghapusan kartel impor dapat menurunkan harga-harga kebutuhan pokok rakyat 30-50% sehingga dapat meningkatkan daya beli dan tabungan rakyat. Sebenarnya Jokowi juga sudah sering mengampanyekan tentang pemberantasan mafia impor pangan ini semenjak 2014, tapi para pembantunya di kementerian tidak sanggup melaksanakan tugas. Padahal KPPU sendiri juga sudah berkoar-kora tentang ini. Tidak sampai menimbulkan kegaduhan, mungkin karena bos-bos media sudah diselesaikan oleh taipan-taipan kartel impor pangan ini.
- Menyelamatkan kekayaan alam di Timika dengan mengepret Sudirman Said yang hendak menyusupkan peraturan pemerintah yang dapat mempercepat proses perpanjangan kontrak Freeport dengan Indonesia. Sudirman Said yang kehilangan muka karena ternyata Jokowi berpihak kepada Rizal Ramli, menemukan cara pengalihan isu dengan membongkar rekaman M.Reza-Setya Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan tentang permintaan saham Freeport untuk Setya dan kroni. Sebenarnya dibalik hingar binger MKD tempo hari, terdapat tentakel Jusuf Kalla dan kroninya yang nyaris mendapat proyek pembangunan Smelter di Sungai Membramo beserta pembangkit listriknya (bila dihitung-hitung, nilai keseluruhan proyek yang akan didapat Jusuf Kalla dari Freeport lebih besar dari harga saham yang diminta Setya dari Freeport). Terjadi kegaduhan panjang, tapi sebagian bukan dari Rizal Ramli. Dampak langsung dari ini kegaduhan adalah mundurnya Preskom Freeport Mcmoran James Moffett dan Dirut PTFI Maroef Syamsuddin, serta terjun bebasnya harga saham Freeport saat itu.
- Mengusulkanuntuk dilakukan program revaluasi asset, diterima dan dipasang di Paket Kebijakan EKonomi V. Meskipun baru sebagian BUMN yang telah melakukan, peningkatan asset total BUMN telah naik Rp 800-an trilyun, yang pastinya akan meningkatkan kapasitas (akibat besarnya leverage) BUMN-BUMN untuk mencari utang membiayai pembangunan dan pertumbuhan. Sangat mungkin, bahwa faktr kuat yang berhasil mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke 5,12% adalah aktivitas BUMN-BUMN yang baru lakukan revaluasi aset.
- MenuntaskanArahan Presidenuntuk menurunkan angka Dwelling Time Tanjung Priuk dari 7 hari saat baru menjabat hingga ke 3,2 hari per hari direhuffle. NIlai 3,2 hari ini berhasil sudah melampui target yang ditetapkan Jokowi sebesar 3,7 hari. Timbul lagi kegaduhan5karena Dirut Pelindo II Tanjung Priuk RJ Lino, yang bergaya preman, berusaha menghambat implementasi strategi Rizal Ramli menurunkan dwelling time. RJ Lino akhirnya masuk penjara karena kasus korupsi pengadaan mobile crane. Serikat pekerja pelabuhan sendiri, dalam setiap isu yang mereka perjuangkan, selalu berpihak pada Rizal Ramli.
- Membangkitkaneuphoria public Indonesia demi bangkitnya dunia pariwisata Indonesia, yang tak lepas dari terobosan Rizal Ramli menentukan “10 Destinasi Utama” sebagai prioritas pembangunan. Hal ini, mungkin tidak terlalu disadari, telah berhasil menimbulkan semangat dari publik dan kepala daerah untuk membangkitkan destinasi-destinasi pariwisata di daerahnya masing-masing yang tidak masuk ke “10 Destinasi Utama”. Saat Rizal Ramli direshuffle, para masyarakat tetua Danau Toba berdatangan ke kantor mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan memberikan penghargaan kepada Rizal Ramli atas jasanya mempromosikan kembali Danau Toba ke Dunia.
- MenuntaskanArahan Presiden untuk membangun Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Sawit(Council of Palm Oil ProducerCountries/CPOPC) bersama Malaysia, yang kelak akan berfungsi semacam OPEC-nya untuk minyak sawit. Prestasi Rizal Ramli adalah hanya membutuhkan waktu kurang dari 3 bulan sudah diratifikasi untuk pembangunannya, sehingga mendapatkan berbagai pujian termasuk dari mantan Perdana Menteri Mahattir Muhammad. Perlu diketahui, pemerintahan SBY sebenarnya juga sudah memiliki niat yang sama tapi sejak tahun 2006 telah dilakukan belasan kali rapat tanpa sempat menghasilkan apapun.
- Mendorong Kemenko PMK untuk lebih fokus kepada pendidikan vokasional untuk menciptakan lebih dari 5 juta Tenaga Professional Indonesia (TPI) di 2019. Untuk menjalankan program ini struktur anggaran untuk vokasional harus diperbesar secara signifikan. Tidak ada kegaduhan, dalam isu TPI ini Rizal Ramli telah tunjukkan kelasnya sebagai Bapak Bangsa, karena setia memikirkan Dunia Pendidikan (Semenjak Rizal menginisiasi Gerakan Anti Kebodohan tahun 1977) dan tak ragu untuk menyampaikan ide terobosannya.
- MenyelamatkanNatuna dan Jalur ALKI II. Sesuai visi Presiden, Rizal Ramli mendorong terbangunnya pusat pelelangan ikan sekelas yang di Jepang untuk bisa juga berdiri di Natuna sehingga dapat menumbuhkan perekonomian wilayah secara signifikan. Kemajuan perekonomian di perbatasan seperti Natuna dapat berkontribusi bagi peningkatan system pertahanan setempat. Selain itu sektor pariwisata dan migas juga akan kembali direview. Juga, sesuai dengan visi Presiden, Jalur ALKI II harus diramaikan dengan jalan melobi negara-negara pemilik kapal dan dimulai pembangunan pelabuhan Lombok dengan kerjasama Eropa. Bila ALKI II sudah ramai, niscaya Indonesia Tengah juga akan bertumbuh ekonominya.
- Memihakkaum nelayan. Rizal Ramli tidak pernah lupa membagi-bagi kartu BPJS dan asuransi bila bertemu para nelayan di kampong-kampung mereka, juga aktif untuk membangun dan mempercantik kampung-kampung nelayan di Indonesia. Rajawali Negpret juga aktif menyemangati menteri terbaik di kabinet, Susi Pudjiastuti, agar terus memikirkan pengembangan kesejahteraan 16 juta nelayan miskin menuju industrialisasi perikanan. Sebenarnya, dukungan Rizal Ramli kepada nelayan Muara Angke lah salah satu faktor kuat yang membuat si Rajawali Ngepretnekatmenghentikan Reklamasi Pulau G milik Grup Agung Podomoro (milik Triatma Haliman). Memang terdapat juga alasan lain yang lebih teknis dalam penghentian Reklamasi Pulau G, yaitu tentang: a) potensi gangguan cooling system air laut inlet untuk Pembangkit Muara Karang yang menyuplai lebih dari 40% listrik DKI Jakarta; b) Pelanggaran aturan pelayaran dan ESDM tentang zona terlarang 500 m dan zona terbatas 1.250 m yang tujuannya untuk mempermudah maneuver kapal untuk meperbaiki pipa bila terjadi kerusakan. Terjadi “kegaduhan 6”, Gubernur DKI Jakarta Ahok dan para deputinya (dan para buzzer tukang bully milik Teman Ahok di medsos) menjadi sangat sengit dan terlihat menyeret-nyeret Presiden Jokowi ke dalam pusaran masalah Reklamasi --yang juga menjadi gaduh penghabisan bagi Rizal Ramli.