Inilah yang disebut dengan neo-kolonialisme, suatu upaya “penjajahan gaya baru” kepada suatu bangsa yang dilakukan tanpa menggunakan tentara dan senjata, tapi cukup melalui pemberian utang luar negeri yang dibarter dengan penerapan kebijakan-kebijakan neoliberal pemerintahan bangsa tersebut.
Dan bila Pemerintah Jokowi hendak jalankan kebijakan-kebijakan neoliberal tersebut dengan mulus, tentu saja sosok RR tidak boleh ada lagi di dalam Kabinet. Bisa gaduh dan batal jadinya. Sesederhana itu.
Oh iya, untuk menutup tulisan yang cukup panjang ini saya akan ulas sedikit tentang “gaduh”, mumpung sempat tersebut di atas. Biang “Gaduh” menjadi alasan dari pihak-pihak yang membenarkan pencopotan RR dari Kabinet. Seolah-olah “gaduh” adalah momok yang harus dijauhkan dari pemerintahan Jokowi. Lalu, untuk apa Pemerintahan Jokowi memilih tagline Revolusi Mental bila ingin menjauhkan “gaduh”? Memangnya ada proses Revolusi yang tidak “gaduh” di dunia ini? Revolusi adalah proses merombak suatu tatanan, yang pasti akan menimbulkan banyak perlawanan, perdebatan, hingga perkelahian (bahkan bisa berujung jatuhnya korban jiwa). Jadi bagaimana mungkin tidak terjadi “gaduh”, memangnya orang-orang yang akan diRevolusi mentalnya tidak melawan?? Jadi kita semua harus jeli di sini, jangan-jangan mereka yang selama ini memusuhi “gaduh” adalah orang-orang yang sama yang kontra Revolusi Mental.***
Referansi:
Megawati Ingin Rizal Ramli Teruskan Konsep Trisakti Milik Soekarno
Di UBK, Rizal Ramli Menuntut Nasionalisme yang Tidak Bisa Luntur
Anak Buah Megawati Protes Keras Sri Mulyani Masuk Kabinet
Rachmawati: Jokowi Bertolak Belakang dengan Soekarno
Berita 24 Juni 2016 - AHOK : Jokowi Tak Bisa Jadi Presiden Tanpa Pengembang
Reklamasi Teluk Jakarta Bisa Ganggu Pipa Gas PHE ONWJ
11 Bulan Rizal Ramli Pegang Kemenko Maritim, Ini Prestasinya