Mohon tunggu...
M Arifin Pelawi
M Arifin Pelawi Mohon Tunggu... Akuntan - PNS

Mahasiswa PhD yang dibiayai LPDP

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Merdeka Belajar Episode 6 Buat Siapa?

10 November 2020   11:23 Diperbarui: 12 November 2020   21:23 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mahasiswa yang sedang belajar. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Merdeka belajar episode 6 baru dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satu kebijakan utama adalah transformasi pendanaan pendidikan tinggi. Kebijakan ini cukup menarik dan menjanjikan pengembangan perguruan tinggi yang lebih baik. 

Namun seperti yang diungkapkan oleh Professor Jamal, rektor UNS pada bincang sore oleh Kemendikbud, akan baik terutama bagi perguruan tinggi yang elit. 

Hal ini sangat relevan karena berdasarkan beberapa penelitian bahwa performance based pengalokasian dana akan hanya dinikmati oleh sebagian kecil universitas elite yang telah memiliki modal dasar berupa SDM yang lebih kuat, modal dana yang besar, mahasiswa pilihan dan jaringan alumni yang berpengaruh.

Hal ini menjadi tidak relevan jika disebutkan bahwa kebijakan ini bisa menigkatkan mutu pendidikan secara luas. Peningkatan mutu akan terjadi tapi hanya pada sebagian kecil universitas yang bisa bersaing berebut dana tersebut. 

Sebagian besar mahasiswa tidak akan merasakan sedikitpun efek dari kebijakan ini. Tidak banyak universitas swasta yang menampung sebagian besar mahasiswa di indonesia serta universitas negeri kecil dan menengah akan mampu memenuhi indikator kinerja utama (IKU) yang ditetapkan Kemendikbud.

Terutama pada mahasiswa di universitas swasta kecil. Professor Jamal menyebutkan bahwa dana rata-rata yang dikeluarkan per mahasiswa di Indonesia adalah sebesar 28 juta rupiah. 

Sementara kita ketahui banyak universitas kecil bahkan hanya mengenakan biaya di bawah 5 juta per semester. Dan perguruan tinggi swasta ini hampir tidak mendapatkan bantuan apapun dari negara. Sehingga dana pengajarannya di bawah 10 juta per tahun. Sangat jauh di bawah rata-rata.

Masalah besar utama pada data dari BPS akan terlihat bahwa jumlah pengangguran tenaga dengan pendidikan D3 dan S1 sangat tinggi dan cenderung ada peningkatannya. 

Mahasiswa-mahasiswa ini ada kemungkinan besar akan berasal dari lulusan universitas kecil tersebut di atas. Pada sisi ini akan terlihat bahwa mereka tidak akan tersentuh padahal mereka dan mahasiswa yang berpartisipasi di universitas kecil ini adalah yang paling membutuhkan bantuan. 

Namun, memang mereka hanyalah orang kecil yang tidak memiliki suara untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah dengan hampir tidak adanya lulusan mereka pada pembuat kebijakan. Hal yang beda dengan lulusan universitas top yang hampir mendominasi para pembuat kebijakan.

Peningkatan pengangguran dari lulusan perguruan tinggi sendiri sudah diprediksi oleh World Bank dan ADB. Di dokumen mereka pada 2014, Indonesia's Higher Education System: How Responsive is it to the Labor Market? 

Mereka menyebutkan bahwa sistem perguruan tinggi di Indonesia telah menerima terlalu banyak mahasiswa di jurusan pendidikan, ekonomi dan ilmu sosial menurunkan tingkat pengembalian investasi untuk lulusan perguruan tinggi. 

Mereka menaruh perhatian terutama bahwa jurusan pendidikan menghasilkan terlalu banyak lulusan. Namun, berdasarkan data terakhir dari PD Dikti, ketiga jurusan tersebut masih menguasai 65% mahasiswa denagn jurusan pendidikan memiliki jumlah mahasiswa terbanyak.

Data yang sama menunjukkan bahwa mahasiswa baru yang paling banyak ada di jurusan pendidikan dan diikuti oleh kedua jurusan lainnya.

Pemerintah terlihat tidak perduli bahwa jumlah mahasiwa dari ketiga jurusan ini terlalu banyak. Sebagian besar yang ketika lulus akan makin menurunkan jumlah rata-rata pendapatan dari lulusan perguruan tinggi serta menambah pengangguran tenaga terdididik karena kurang dibutuhkan oleh dunia kerja. 

Pemerintah tidak melihat secara jelas bahwa penyebab maka ketiga jurusan itu terus menerus menghasilkan lulusan yang berlebih dan dengan mutu yang rendah karena dana pendidikan yang mampu dibayar oleh mahasiswa di Indonesia masih sangat rendah. 

Sementara pemerintah hanya terus berkutat meningkatkan kualitas universitas pada level elite dan tidak memberikan perhatian bagaimana agar universitas swasta mampu menghasilkan lebih banyak mahasiswa yang dibutuhkan pasar baik secara jurusan dan juga mutu. 

Jurusan yang dibutuhkan dunia kerja berupa ilmu alam, teknologi,teknik dan matematika membutuhkan perangkat yang mahal. Perangkat yang tidak mampu dibiayai oleh sebagian besar universitas swasta di Indonesia.

Adapun jika universitas swasta mampu mengadakannya, biaya yang dibebankan akan terlalu tinggi sehingga hanya mampu dibayar oleh sebagian kecil mahasiswa kaya. 

"Menambah dana untuk berkompetisi hanya akan menambah kualitas di sebagian kecil universitas yang sudah memiliki dana sangat besar."

Jika pemerintah tidak memberikan perhatian dan berharap PT swasta menyediakan sendiri untuk bisa bersaing dapat tambahan dana dari pemerintah maka kualitas pendidikan tinggi di Indonesia tidak akan meningkat serta akan makin jauh mampu menghasilkan lulusan yang dibutuhkan dunia kerja. 

Undang-undang cipta kerja yang baru dikeluarkan oleh pemerintah juga akan terganggu karena lulusan yang dibutuhkan oleh industri manufaktur tidak akan banyak tersedia.

Pemerintah sebaiknya lebih fokus meningkatkan kualitas pada PT swasta. Sebagian besar mahasiswa Indonesia berpartisipasi disana. Sebagian besar dari mereka tidak akan mampu memenuhi IKU yang diminta Kemendikbud. Mereka tidak punya modal baik dari sisi dosen, infrastruktur ataupun koneksi alumni yang mampu bersaing dengan sebagian kecil universitas elit. 

Kejadian dana BOPTN sebagian besar hanya dinikmati oleh 10 Universitas negeri besar bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah seharusnya. Menambah dana untuk berkompetisi hanya akan menambah kualitas di sebagian kecil universitas yang sudah memiliki dana sangat besar. 

Namun dana itu akan makin membuat kesenjangan semakin besar antara mutu pendidikan yang dinikmati sebagian kecil mahasiswa tanpa menyentuh sebagian besar mahasiswa di Indonesia. Kualitas pendidikan tinggi serta lulusan yang dihasilkan akan makin jauh dari diharapkan oleh dunia kerja bagi sebagian besar lulusan.

Pemerintah sebaiknya menyediakan fasilitas seperti coworking space. Dimana universitas swasta bisa memanfaatkan secara bersama ruang publik yang disediakan pemerintah bagi peralatan pembelajaran yang mampu mendukung peningkatan mutu lulusan serta lebih relevan dengan permintaan dunia kerja. 

Dengan demikian maka sebagian besar mahasiswa akan mampu menerima pendidikan yang lebih bermutu serta dekat dengan dunia kerja tanpa harus membayar biaya di luar kemampuan mereka. Dan pemerintah lebih berkontribusi dari hampir lepas tangan mendanai mahasiswa di perguran tinggi swata seperti yang saat ini terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun