Mohon tunggu...
Mariemon Simon Setiawan
Mariemon Simon Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Silentio Stampa!

Orang Maumere yang suka makan, sastra, musik, dan sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Chelsea: Football is The Game

14 Maret 2022   00:44 Diperbarui: 14 Maret 2022   01:07 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Twitter GOAL Indonesia)

Mulanya, saya mengira bahwa Chelsea akan keok di tangan klub kaya baru, Newcastle United.

Mari kita lihat, Chelsea tengah mencuri perhatian media terkait invasi Russia atas Ukraina. Chelsea kebagian getah pahit atas persoalan politik tersebut. Kedekatan sang 'mantan' pemilik klub Roman Abramovich terhadap Presiden Russia, Vladimir Putin rupanya memberi dampak bagi  The Blues yang pada akhirnya membuat FA (Asosiasi Sepakbola Inggris) untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkesan tidak adil.

Tidak hanya itu, Chelsea pun santer diberitakan untuk 'melepas' logo sponsor utama dari jersey mereka. Pemberitaan terus-menerus soal klub asal London tersebut secara psikologis tentunya dapat mengganggu konsentrasi para pemain di atas lapangan.

Pada era Jose Mourinho, Chelsea kerap mewarnai pemberitaan media. Namun, bukan hal-hal di luar sepakbola yang mencuri perhatian, tetapi 'bacot'-nya Mourinho yang kerap menjadi pemberitaan media.

Kepandaian mencuri perhatian media adalah trik pelatih asal Portugal itu agar ia seorang yang menjadi sasaran media, bukan para pemainnya; selain sebagai bentuk 'psywar' terhadap lawan (ingat bagaimana cara Mourinho mempermainkan mental Liverpool yang berujung 'Gerrard's Slip').

Di sisi lain, Newcastle United tengah bersinar dan mencuri perhatian di Inggris. Semenjak pergantian tahun kemarin, klub kaya baru itu langsung menciptakan rekor bagus. Mereka tak terkalahkan dalam sembilan laga di liga, dan beranjak menjauh dari zona degradasi. Hasil positif itu tentunya memberi energi lebih untuk Bruno Guimaires, dkk.

Situasi yang bertolak belakang itu tentunya menjadi kunci dari keraguan bahwa Chelsea akan memenangkan laga. Namun, rupanya apa yang terjadi di atas lapangan berbeda jauh dan di luar prediksi.

Bermain di bawah tekanan (apalagi tekanan yang berasal dari luar sepakbola), Chelsea justru bermain habis-habisan. Newcastle pun tidak ingin rekor bagus mereka putus di tangan klub yang nasibnya kini tengah terkatung-katung karena ketidakjelasan masa depannya.

Permainan alot yang saya kira akan berakhir seri (0-0) itu akhirnya menemui puncaknya ketika sontekan Kai Havert membobol gawang 'The Magpies' semenit sebelum bubar waktu normal, satu-satunya gol yang tercipta pada pertandingan itu.

Saya tidak melihat Abramovich ada di tribun Stamford Bridge, tapi saya yakin jika ada Abramovic di sana, ia akan bertepuk tangan kegirangan melihat mental pantang menyerah dari anak-anak asuhnya tersebut.

Di  tengah kontroversi kebijakan FA sebagai konsekuensi kedekatan sang mantan boss terhadap Vladimir Putin, Chelsea rupanya lebih tangguh dari semua kontroversi kebijakan yang oleh sebagian pengamat bola dianggap timpang itu. Di atas lapangan, di tengah ketidakjelasan soal kepemilikan klub, Chelsea berhasil menjawab keraguan.

Barangkali benar apa kata para pesepakbola lain: "Jangan mencampuri urusan sepakbola dengan politik." Jika toh politik telah meracuni sepakbola, sejauh ini Chelsea sudah membuktikan dan patut diacungi jempol karena tetap tampil menawan.

Barangkali benar apa yang dikatakan Thomas Tuchel, "Bagaimanapun, kami akan berjuang. Selama masih punya cukup uang untuk transportasi dan kostum yang ada untuk bertanding, kami siap untuk bertanding." Begitu Tuchel memotivasi anak-anak asuhnya dan menggenapi perkataannya. Maka tidak heran, di pinggir lapangan, pria Jerman itu mengepalkan tangan tanda kepuasan usai Pluit akhir berbunyi.

Menjawab keraguan adalah bukti bahwa mental the Blues sudah tidak diragukan lagi. Setelah Pluit panjang, Stamford Bridge bergemuruh dan bersorak. Tidak ada yang perlu diragukan lagi dari para pemain. Di tengah kebijakan FA yang aneh, para punggawa The Blues tetap menunjukkan sikap profesionalitas mereka.

Usai laga, 'anthem' Chelsea Blue ia a color, football is a game. Pada empat baris terakhir, saya merinding mendengarnya.

"Blue is the colour, football is the game// We're all together and winning is our aim// So cheer us on through the sun and rain// Cos Chelsea, Chelsea is our name."

Chelsea telah membuktikan bahwa mereka tangguh di segala situasi. Jika 'football is the game', mengapa sepakbola yang indah itu harus menjadi tumbal dari urusan politik-militer?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun