Di  tengah kontroversi kebijakan FA sebagai konsekuensi kedekatan sang mantan boss terhadap Vladimir Putin, Chelsea rupanya lebih tangguh dari semua kontroversi kebijakan yang oleh sebagian pengamat bola dianggap timpang itu. Di atas lapangan, di tengah ketidakjelasan soal kepemilikan klub, Chelsea berhasil menjawab keraguan.
Barangkali benar apa kata para pesepakbola lain: "Jangan mencampuri urusan sepakbola dengan politik." Jika toh politik telah meracuni sepakbola, sejauh ini Chelsea sudah membuktikan dan patut diacungi jempol karena tetap tampil menawan.
Barangkali benar apa yang dikatakan Thomas Tuchel, "Bagaimanapun, kami akan berjuang. Selama masih punya cukup uang untuk transportasi dan kostum yang ada untuk bertanding, kami siap untuk bertanding." Begitu Tuchel memotivasi anak-anak asuhnya dan menggenapi perkataannya. Maka tidak heran, di pinggir lapangan, pria Jerman itu mengepalkan tangan tanda kepuasan usai Pluit akhir berbunyi.
Menjawab keraguan adalah bukti bahwa mental the Blues sudah tidak diragukan lagi. Setelah Pluit panjang, Stamford Bridge bergemuruh dan bersorak. Tidak ada yang perlu diragukan lagi dari para pemain. Di tengah kebijakan FA yang aneh, para punggawa The Blues tetap menunjukkan sikap profesionalitas mereka.
Usai laga, 'anthem' Chelsea Blue ia a color, football is a game. Pada empat baris terakhir, saya merinding mendengarnya.
"Blue is the colour, football is the game//Â We're all together and winning is our aim// So cheer us on through the sun and rain//Â Cos Chelsea, Chelsea is our name."
Chelsea telah membuktikan bahwa mereka tangguh di segala situasi. Jika 'football is the game', mengapa sepakbola yang indah itu harus menjadi tumbal dari urusan politik-militer?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H