Mohon tunggu...
Mariemon Simon Setiawan
Mariemon Simon Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Silentio Stampa!

Orang Maumere yang suka makan, sastra, musik, dan sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dewa Sepak Bola, Sergio Aguero, dan "Orgasme" Martin Tyler

30 Maret 2021   21:49 Diperbarui: 31 Maret 2021   22:16 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sergio Aguero Akan Tinggalkan Man City Akhir Musim Ini (AFP/OLI SCARFF via KOMPAS.com)

Dewa Sepakbola menunjukkan kuasanya. Roda nasib ia putar seenaknya saja, bahkan dalam hitungan detik. Detik ini mereka bersorak gembira dengan kemenangan, detik berikutnya dapat berbuah petaka. Detik ini mereka berada di atas, tertawa sambil harap-harap cemas, tetapi pada detik berikutnya, mereka terperosok dan meratapi kekalahan.

Dewa Sepakbola amat menyukai kejutan, sesuatu yang tidak disangka-sangka, tidak dapat ditebak. Dewa Sepakbola tidak bekerja sendiri, tetapi ia mengirimkan 'utusannya' untuk menghadirkan kejutan tersebut. Utusannya ibarat 'nabi', dikirim khusus untuk pembebasan; pembebasan dari kekalahan tentunya.

Maka kita mengenal 'nabi' sepakbola seperti Ole Gunnar Solskjaer dari Manchester, seorang pembunuh berwajah bayi berdarah Norwegia. Ia 'diutus' dari bangku cadangan pada menit-menit terakhir, menggetarkan Camp Nou, dan memaksa Pierluigi Colina menyemangati para pemain Bayern Munchen yang tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi: "Bangunlah, kalian masih punya 20 detik!"

Kita juga mengenal 'nabi' bernama Fillipo Inzaghi yang pernah bertahta di Athena, membalas Miracle of Istanbul dua tahun sebelumnya dari Liverpool dengan dua biji gol yang hanya ia sendiri yang bisa ciptakan (gol pertama, bola 'kebetulan' membentur tubuhnya; dan gol kedua, lolos dari jebakan offside).

Atau yang tidak kalah fenomenal, seorang Portugal yang sering dipinjamkan dari satu klub ke klub lain, striker yang sama sekali tidak diperhitungkan dengan koleksi gol yang terbilang minim, justru mampu mencetak sebiji gol yang akan selalu diingat bangsanya.

***

Tahun 2012, menjadi salah satu tahun terpenting dalam sejarah sepakbola. Spanyol melahirkan trofi Euro 2012, buah perkawinan trofi Euro 2008 dan Piala Dunia 2010. Untuk tahun yang sama, Lionel Messi terlihat lucu dengan stelan jas polkadot ketika menerima Ballon d'Or keempatnya secara beruntun.

Sementara di Camp Nou, Fernando Torres yang mandul itu tampaknya dibeli mahal hanya untuk mencetak gol krusial di semifinal UCL 2011/12 melawan Barcelona. Roman Abramovic akhirnya bisa menikmati liburan dengan tenang setelah sundulan dan sepakan Didier Drogba membawa Chelsea menjadi raja Eropa musim itu.

Masih di tahun yang sama, mesin Manchester City yang dilumasi uang minyak dari Timur Tengah mulai bekerja. Tepat di ujung kompetisi, seorang pria Argentina yang dijuluki 'Kun-kun' oleh kakeknya, telah mengguncangkan tanah Inggris.

Manchester City, sebuah tim yang menjadi berkelas sejak jatuh ke pangkuan Sheikh Mansour, yang disusui Sheikh Mansour dengan 'minyak', yang dijuluki Sir Alex Ferguson sebagai 'tetangga yang berisik', pada akhirnya benar-benar membuat gaduh.

Mereka berteriak keras, mengubah warna langit Manchester yang semula merah menjadi biru (warna yang lebih akrab dengan langit), dan menyumpal mulut Alex Ferguson dengan gol penuh drama di detik-detik terakhir kompetisi! Sekali lagi, detik-detik terakhir kompetisi, bukan (saja) detik-detik terakhir pertandingan!

Liga Inggris musim itu menyajikan drama yang paling menarik. Semenjak sepakan Aguero menghujam keras ke gawang Queens Park Rangers (QPR) di Etihad, Manchester City yang telah menjelma menjadi kekuatan baru.

Mario Balotelli, C. Tevez, David Silva, Vincent Kompany, Yaya Toure, Samir Nasri, Dzeko, hingga Sergio Aguero adalah tim yang dibentuk instan, dengan kekuatan modal yang begitu kuat dari pemilik klub yang mungkin sama sekali tidak tahu bagaimana cara menendang bola.

Sergio 'Kun' Aguero datang ke Etihad sedekade lalu dengan status sebagai bintang Atletico Madrid. Semusim sebelumnya, mantan menantu mendiang Diego Maradona itu tampil gemilang di Vincente Calderon kala berduet dengan stiker sekelas Diego Forlan.

Kedatangan Aguero di lini depan Manchester City diharapkan memberi angin segar setelah Robinho gagal memenuhi ekspektasi sebagai 'simbol' kebangkitan (finansial) City. Aguero menjawabnya dengan performa apik.

Sergio Aguero, tetap menjadi pilihan utama di lini depan Manchester Biru. Ketika nama-nama lawas yang pernah berjuang bersamanya pada musim itu satu per satu pamit, Aguero masih bertahan.

Dari Roberto Mancini, Manuel Pellegrini, hingga Pep Guardiola yang mengisi kursi pelatih The Citizens; dari Raheem Sterling, Gabriel Jesus, hingga Bernardo Silva yang mengisi skuad utama, nama Sergio Aguero tetap tak tergantikan.

Aguero, berkat produktivitasnya dalam mencetak gol, telah bergabung bersama Javier Mascherano, Pablo Zabaleta, Carlos Tevez, Mauricio Pocchetino, dan mungkin juga 'si gila' Bielsa sebagai orang Argentina (di dunia sepakbola) yang sukses di tanah Inggris; tanah yang telah membunuh banyak prajurit mereka dalam Perang Falkland (Malvinas) sebelum dibalas dengan dua gol fenomenal dari ayah mertuanya empat tahun kemudian.

Di Manchester Biru, Aguero mencapai puncaknya. Dan golnya di partai pamungkas musim debutnya itu menjadi jawaban, serentak tanda awal dari karier gemilangnya selama satu dekade lebih, menjadikannya legenda di sana, dan pantas untuk dihadiahi sebuah patung di halaman depan Etihad Stadium.

***

Dewa sepakbola sudah duduk manis di tribun Stadium of Light, menyaksikan tingkah Wayne Rooney dan kawan-kawan yang tampak malu-malu merayakan kemenangan atas Sunderland.

Di tengah kecemasan wajah Alex Ferguson yang sibuk mengunyah permen karet, ia mendengar doa-doa para pendukung United yang makin keras. "Semoga tetangga yang berisik itu kalah!"

Di waktu yang sama, dengan waktu yang makin menipis, Dewa Sepakbola terbang ke Etihad. Ia menyaksikan kepalan-kepalan tangan yang bertahta rapi di dada pendukung City. Ia dengar doa para penggemar City yang mulai menangis berharap ada keajaiban. Sebagian sudah frustrasi dan memukul-mukul kursi penonton.

Sementara di lapangan, para pemain The Citizens tak kenal lelah membangun serangan. Tidak ada yang tidak mungkin sebelum pluit akhir berbunyi. Edin Dzeko yang kerap menghangatkan bangku cadangan telah menghangatkan harapan Roberto Mancini (pelatihnya) setelah mencetak gol penyeimbang (2-2) pada babak tambahan waktu. Tinggal butuh satu gol. Satu saja!

Dewa Sepakbola turut merasakan suasana stadion. Menegangkan, penuh kecemasan pun harapan. Bahkan mencekam. Horor. Dewa Sepakbola merasakan semuanya. Tapi sekali lagi, ia suka dengan kejutan.

Maka roda pun diputar. Pada usaha serangan yang paling terakhir, Mario Balotelli yang bengal itu memberikan assist terakhirnya pada musim itu, bola disambut Sergio Aguero.

Dewa Sepakbola turun dan menyentuh kaki kanan Aguero, dan pria Argentina itu menendang dengan sekuat tenaga. Seisi stadion bergemuruh riuh. Doa terjawab, dan harapan yang sudah membatu selama 40 tahun lebih itu pun tuntas.

Agueroooo....!!!!

Barangkali, Martin Tyler mengalamai 'orgasme' paling nikmat selama menjadi komentator: Aguero yang memberikannya, dan kita pun menikmatinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun