Ronald Koeman tentunya berharap (dan diharapkan) agar segera memperoleh trofi pertamanya bersama Barcelona. Tentu saja sebagai jawaban atas kepercayaan, serentak memberi harapan bahwa 'di bawah kendali Koeman, Barcelona akan baik-baik saja'. Atau setidaknya, membuktikan bahwa taktiknya pun bisa menghadirkan trofi.
Ajang Piala Super Spanyol kemarin menjadi kesempatan bagi Koeman untuk mempersembahkan trofi perdana. Namun, semua ekspektasi itu akhirnya pupus di tangan musuh klasik dari Basque yang doyan menjegal Barcelona: Athletic Bilbao.
Saya tidak akan membahas jalannya pertandingan final kemarin, tetapi hanya tertarik dengan 3 hal berikut.
1. Kecolongan
Di laga final kemarin, Barcelona mengalami beberapa kali kecolongan. Gol pertama Antoine Griezmann menjelang turun minum direspon Bilbao dengan cepat. Tidak tanggung-tanggung, Bilbao menyamakan kedudukan dua menit setelah gol Griezmann.
Di babak kedua, kedua tim masih saling mengancam. Barcelona kembali unggul setelah Griezmann kembali mencetak gol keduanya pada menit ke-77. Saya merasa lega, apalagi keunggulan itu bertahan hingga menjelang bubar.
Kemenangan sudah di depan mata, tinggal menjaga agar lawan tidak menyamakan kedudukan. Ronald Koeman pun memasukkan Miralem Pjanic menggantikan Pedri, dan Martin Braithwaite menggantikan Ousmane Dembele.
Sialnya, Barcelona kembali kecolongan. Bermula dari eksekusi bola mati, Athletico Bilbao mencuri gol berkat sontekan Villalibre. Barisan pertahanan Barcelona tampak kurang sempurna memasang jebakan offside. Skor 2-2 bertahan hingga waktu normal berakhir, dan Bilbao memaksa Barcelona untuk terus bertarung hingga babak perpanjangan waktu.
Ketika babak pertama perpanjangan waktu belum genap lima menit, Athtletico Bilbao menambah sebiji gol lagi. Barisan pertahanan Barcelona kembali kecolongan setelah Inaki Williams melepaskan sepakan indah ke tiang jauh yang tak dapat dijangkau Ter Stegen.
Saya sendiri tidak yakin bahwa Barcelona akan membalas ketertinggalan tersebut. Meskipun dalam 15 menit terakhir Barcelona bermain lebih atraktif dan menjanjikan, tetapi rapatnya pertahanan Bilbao dan penyelesaian akhir yang tidak maksimal membuat Barcelona harus mengakhiri laga dengan kekalahan.
Dari kekalahan ini, tampaknya Ronald Koeman memiliki pekerjaan berat untuk melihat kemballi racikan taktiknya dan mengevaluasi kembali setiap resiko yang dapat muncul dari permainan dengan tiga bek. Kita tentunya berharap agar Barcelona segera bangkit dari kekalahan ini.
2. Comeback
Sewaktu masa kepelatihan Frank Rijkaard, Pep Guardiola, dan Luis Enrique, Barcelona adalah 'pelaku' comeback yang menakutkan. Menit-menit akhir adalah saat paling krusial bagi El Barca untuk mendulang poin atau paling kurang menyamakan kedudukan.
Ada spirit remontada (bangkit kembali, bangkit dari ketertinggalan) yang mengalir dalam setiap aliran permainan. Chelsea, Arsenal, AC Milan, hingga Paris Saint-Germain pernah merasakan bagaimana ganasnya spirit remontanda yang dimiliki Barcelona.
Kita dapat melihat bagaimana Barcelona dengan mudahnya menguasai permainan, dan mencetak banyak gol. Jika tertinggal, mereka tidak menyerah untuk mengejar gol. Jika sudah unggul, mereka akan terus mencetak gol.
Namun akhir-akhir ini, spirit itu seakan sudah pudar, bahkan mungkin lenyap. Padahal spirit model itu sangat penting untuk menjaga kemenangan dan terus tampil ngotot meskipun sudah dalam posisi unggul.
Kita dapat melihatnya dalam beberapa tahun terakhir. Barca yang biasanya menjadi pelaku comeback, kini berbalik menjadi 'korban'. Saya tidak perlu menyebut lagi rentetan kekalahan Barcelona dari hasil comeback tim lawan di La Liga, apalagi di UEFA Champions League.
Dalam laga final kemarin, Barcelona kembali menjadi 'korban' comeback, kali ini dari Athletic Bilbao. Barcelona yang sudah unggul tipis 2-1 menjelang bubar, harus gigit jari ketika Bilbao berhasil mencuri gol melalui sontekan Asier Villalibre.
Derita bertambah panjang ketika sepakan 'coba-coba' Inaki Williams mendarat mulus di sudut kiri atas gawang Ter Stegen saat babak extra time belum genap lima menit. Dan yang lebih mengerikan, Barcelona tidak sanggup menambah sebiji gol pun.
Kemenangan di depan mata akhirnya sirna hanya dalam hitungan menit, dan hasrat Koeman untuk memberikan trofi pertama untuk Barcelona harus kandas. Tampaknya Barcelona harus tampil lebih ngotot lagi.
3. Kartu Merah
Selepas laga final, Lionel Messi langsung menjadi sorotan. Untuk pertama kalinnya dalam sejarah, setelah memperkuat Barcelona lebih dari 750 pertandingan, Messi akhirnya menerima kartu merah dan diusir dari lapangan pertandingan. Kartu merah itu ia terima setelah menghajar batang leher Villalibre di penghujung babak kedua perpanjangan waktu.
Ini merupakan kartu merah ketiga bagi Lionel Messi sepanjang kariernya. Dua kartu merah sebelumnya ia terima kala memperkuat timnas Argentina. Kartu merah pertama ia dapatkan saat debut bersama timnas Argentina. Kali kedua ia dapatkan setelah terlibat cekcok dengan seorang pemain Cile dalam ajang Copa America 2019 lalu. Dan kartu merah ketiga ia peroleh di partai final Piala Super Spanyol kemarin.
Bagi saya, adalah wajar jika Messi frustrasi dan melakukan pelanggaran keras. Anda bisa membayangkannya sendiri. Di final, saat babak extra time hampir selesai, tim Anda sedang tertinggal dan berusaha memburu gol penyama kedudukan, sementara pertandingan sebentar lagi usai dalam hitungan menit. Beberapa kali pemain lawan sengaja mengulur waktu dan menarik rekan Anda, tetapi wasit tak menggubrisnya.
Messi pun frustrasi. Waktu untuk mengejar ketertinggalan semakin tipis. Frenkie de Jong yang beberapa kali ditarik tidak digubris wasit. Momen itu akhirnya terjadi, ketika sedang membangun serangan, Messi mendapat hadangan dari Villalibre, dan terjadilah tindakan kasar tersebut.
Saya sendiri menyayangkan keputusan wasit. Jika dicermati baik-baik, tampak ada upaya dari Villalibre untuk menghadang laju pergerakan Messi sesaat setelah Messi mengoper bola. Villalibre seperti sengaja menghadangnya, meski tidak ada bola di kaki Messi.
Messi yang frustrasi akhirnya menjatuhkan sang pencetak gol kedua Bilbao itu. Sayangnya, wasit tidak melihat hal itu, dan hanya memberikan hukuman untuk sang bintang Barcelona tersebut.
Terlepas dari hal itu, kartu merah yang diterima Messi seakan merobohkan semua 'kesucian' pemain berjuluk La Pulga itu selama membela Barcelona. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun Messi kerap disebut-sebut sebagai pemain dari planet lain, toh Messi adalah manusia biasa yang juga bisa dengan cara kasar meluapkan emosinya.
Sekalipun skill dan kemampuannya memaksa orang untuk menjulukinya alien, toh Messi juga adalah manusia yang memiliki batas kesabaran.
***
Kekalahan atas Athletico Bilbao di final Piala Super Spanyol kemarin memang menjadi mimpi buruk bagi Ronald Koeman dan Barcelona. Harapan untuk mendapatkan trofi pertama dari Koeman harus pupus kali ini. Sepertinya harus segera berbenah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H