Peran perempuan dalam kehidupan sangatlah penting dan strategis. Perempuan mampu mendorong terciptanya kesejahteraan, oleh karenanya perlu mengikutsertakan perempuan dalam segala hal termasuk pembangunan.
Secara kuantitas, perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki. Ini menunjukkan bahwa perempuan sebenarnya mempunyai potensi lebih, hanya saja perempuan memerlukan adanya wadah pemberdayaan .
Begitu pun bila berbicara di wilayah terkecil yaitu pemerintahan desa. Peran perempuan dalam pembangunan sangatlah diperlukan terutama dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan.
Dengan jumlah yang lebih dominan sudah selayaknya perempuan menikmati hasil pembangunan yang lebih, paling tidak program- program pembangunan haruslah berpihak pada perempuan.
Namun pada kenyataannya, program-program yang direncanakan hanyalah berupa program umum dan sangat biasa. Menjadi ciri khas program klasiknya perempuan seperti lomba memasak, pelatihan menjahit dan program turunan lainnya.
Idealnya sangat banyak yang dapat direncanakan dan di programkan terkait pemberdayaan, kesehatan, sosial, ekonomi dan budaya serta politik. Akan tetapi program tersebut sangat jarang kita temui.
Walau jumlah penduduk perempuan lebih besar ketimbang jumlah penduduk laki-laki, namun hanya sedikit sekali perempuan yang dilibatkan dalam musyawarah terkait perencanaan dan penganggaran pembangunan.
Secara umum, penganggaran terhadap anggaran pemberdayaan masyarakat hanya sedikit apalagi terkait pemberdayaan perempuan. Hal ini terjadi karena pemerintahan desa belum membuka informasi dan sarana partisipasi untuk seluruh masyarakat desa dalam perencanaan pembangunan. Dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap proses pembangunan di desanya.
Sejatinya , segala proses perencanaan penganggaran pembangunan di desa telah diatur secara detail baik dalam undang- undang desa maupun peraturan bupati / wali kota setempat.
Mulai tahapan musyawarah dusun, musyawarah rencana pembangunan desa (Musrembangdes)dan musyawarah rencana pembangunan tingkat kecamatan (musrembang kec) sampai dengan musrembang tingkat kabupaten / kota .
Ke semua tahapan tersebut mempersyaratkan adanya pelibatan perempuan didalamnya sehingga keputusan- keputusan yang di hasilkan sensitif atau berpihak kepada kelompok perempuan.