Mohon tunggu...
Maria Theresia Lewar
Maria Theresia Lewar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Airlangga

Mahasiswa Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Kekerasan Seksual

10 Juni 2022   11:52 Diperbarui: 10 Juni 2022   12:01 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat ini banyak terjadi kasus kekerasan seksual. Pelaku yang dengan tega melakukan kekerasan seksual merupakan manusia yang tidak berperikemanusiaan.

Dilihat dari kenyataan yang sering terjadi, kekerasan seksual cenderung menyasar pada perempuan, anak-anak dan penyandang disabilitas yang dikategorikan sebagai kelompok rentan. Namun tak jarang terjadi kasus yang korbannya adalah seorang pria.

Ada beberapa dampak yang diterima korban atas kekerasan seksual. Yang pertama, dampak psikis korban. Seorang korban kekerasan seksual sudah pasti akan mendapatkan trauma mendalam dan stres yang kemudian menjadi depresi. Kemudian depresi yang dialami korban akan berpengaruh untuk fungsi dan perkembangan otaknya, maka tak jarang terjadi perilaku untuk mengakhiri hidup. Korban juga akan sering merasakan ketakutan dan merasa tidak aman.

Yang kedua, dampak fisik. Korban kekerasan seksual akan sering merasakan kesakitan, Infeksi, bahkan pendarahan dibagian alat kelamin, dan juga tak jarang terkena penyakit menular seksual. Korban juga akan terganggu dengan masalah kesehatan fisik kronis, seperti darah tinggi, gula darah yang ikut bermasalah dan juga beresiko menimbulkan masalah jantung. Selain itu, dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal atau kematian.

Yang ketiga, dampak sosial. Korban kekerasan seksual biasanya akan mengurung dan mengisolasi dirinya karena merasa takut dan juga enggan untuk percaya kepada orang lain. Selain itu, korban yang sering dikucilkan dan mendapat stigma dari masyarakat dapat menyebabkan korban semakin terpuruk, dan hal tersebut seringkali tidak disadari oleh lingkungan sekitarnya. Korban seharusnya mendapat motivasi dan dukungan dari lingkungan sekitar untuk perkembangan mentalnya, bukan semakin dipojokkan.

Dampak-dampak yang dihadapi korban kekerasan seksual tahapannya berbeda-beda, mengingat konteks dan keparahan yang yang dialami juga berbeda.

Korban kekerasan seksual akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan bila traumanya semakin parah. Maka dari itu perlu penanganan yang serius terhadap korban. Banyak orang yang berpikiran bahwa penyebab terjadinya kekerasan seksual diakibatkan oleh kelalaian korban, dimana kebanyakan korbannya adalah perempuan. Salah satu contohnya yaitu perempuan seringkali memakai baju yang terlalu vulgar, maka dari itu itu para pelaku terpancing untuk melakukan kekerasan seksual. Orang-orang yang berpikiran seperti itu secara tidak langsung membenarkan apa yang dilakukan oleh pelaku, dan secara tidak langsung juga menyalahi korban, hal ini sangat berpengaruh bagi dampak psikis yang dialami korban.

Keluarga merupakan orang pertama yang seharusnya melakukan penangan terhadap korban. Korban sangat membutuhkan dukungan dari keluarga saat ia sedang mengalami trauma. Keluarga harus bisa menjadi rumah yang aman bagi korban, keluarga harus bisa memotivasi, melindungi, mendampingi, menguatkan agar korban bisa merasa aman dan terhindar dari trauma-trauma yang mendalam yang akan membuat korban melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengakhiri hidup.

Lingkungan diluar keluarga juga dibutuhkan perannya, sama halnya dengan peran dari keluarga. Lingkungan juga harus bisa memotivasi dan mendukung korban, dengan tidak mengasingkan dan memojokkan korban, karena itu membuat korban semakin terpuruk.

Disini juga dibutuhkan peran dari psikolog, tenaga medis, organisasi-organisasi pendamping korban, agar masa pemulihan korban lebih cepat.

Korban kekerasan seksual memiliki 3 hak, yaitu hak atas penanganan, hak atas perlindungan, dan hak atas pemulihan. Korban kekerasan seksual juga tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau perdata terhadap peristiwa kekerasan seksual yang dilaporkan dan/atau diadukan.

Selain korban, keluarga korban juga mendapat hak seperti, hak atas informasi, hak untuk tidak dituntut pidana dan/atau digugat perdata atas laporan peristiwa kekerasan seksual yang dialami anggota keluarganya, hak mendapatkan layanan terapi medis, psikiatrik, dan konseling penguatan psikologis, hak atas keamanan pribadi keluarga dan harta benda dari ancaman balas dendam, kekerasan, perusakan, pemutusan pekerjaan, kehilangan akses pendidikan karena statusnya sebagai keluarga korban tindak pidana kekerasan seksual, dan masih banyak hak lainnya.

Tidak hanya korban dan keluarga, saksi juga mendapat beberapa hak, diantaranya adalah hak atas informasi tentang hak dan kewajibannya sebagai saksi dalam proses peradilan perkara tindak pidana kekerasan seksual, hak untuk memberikan keterangan dengan bebas tanpa tekanan, hak untuk tidak dituntut pidana atau digugat perdata atas kesaksiannya, hak untuk tidak mendapatkan stigma dan diskriminasi.

Hak korban seperti penanganan, perlindungan dan pemulihan merupakan hak yang harus didapat oleh korban yang bertujuan untuk menghindari kekerasan seksual dan dampak kekerasan seksual terulang Kembali.

Edukasi yang bisa diberikan dari kecil sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, yaitu Pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Dalam pendidkan HKSR ini diajarakan mengenai fungsi organ seks dan reproduksi, serta bagaiamana menjaga dan menghormati tubuh sendiri dan orang lain. Pendidikan HKSR yang dilaksanakan harus disusun sesuai dengan usia peserta didik. Misalnya, jika pendidikan HKSR ini diterapkan di pendidikan dasar maka diajarkan mengenai bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain dan langkah-langkah yang harus dilakukan jika hal tersebut terjadi. Peserta didik diajarkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh orang lain dan harus menghormati orang lain. Selain sejalan dengan ajaran agama dan kepercayaan, hal ini juga sejalan dengan nilai kemanusiaan. Hal tersebut berdampak positif untuk mencegah peserta didik melakukan aktivitas seksual dan kekerasan seksual sejak dini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun