Halo, kembali lagi bersama saya, yang gemar sekali membagikan cerita seputar dunia kerja. Menjadi pendengar setia beberapa teman yang curhat mengenai kondisi kantornya merupakan anugerah untuk saya. Lho kok anugerah sih? Kan teman kamu lagi sedih, makanya curhat mengenai "kejamnya" dunia kerja. Yaa engga begitu juga sih konsepnya. Anugerah dalam arti saya harus lebih bersyukur karena mungkin lingkungan tempat kerja saya jauh lebih baik dari teman? Eh kok pakai tanda tanya sih, seolah meragukan, hahaha.Â
Alkisah, kali ini bercerita tentang teman saya yang memiliki rekan kerja gemar sekali mengepaskan cutinya di antara hari libur nasional. Tentu saja yang dilakukan rekan kerjanya itu akan menguntungkan dirinya, sehingga dia dapat libur lebih lama. Sementara teman saya sebagai divisi personalia akan gigit jari saja. Benar mencantumkan surat dokter, tapi berlaku untuk satu hari. Selebihnya alasan rekan kerjanya itu kurang logis sih. Alasannya lemas karena sehabis sakit diare yang kehilangan banyak cairan. Alamak!
Jadi ceritanya pada bulan Februari 2024 itu ada cuti bersama yang cukup panjang waktunya. Yaitu dari tanggal 8 sampai 11 Februari 2024 di mana ada 2 hari libur Nasional yaitu Isra Mi'Raj Nabi Muhammad SAW dan Tahun Baru Imlek.
Tentu saja cuti bersama sifatnya himbauan dari Pemerintah, dan setiap perusahaan memiliki kebijakan masing-masing. Kebetulan pimpinan di kantor teman saya memiliki toleransi yang cukup tinggi sehingga memutuskan untuk memberlakukan cuti bersama bagi seluruh karyawan.Â
Ternyata niat baik pimpinan dari teman saya ini masih saja dimanfaatkan oleh sebagian oknum karyawan di kantornya. Ada seorang karyawan bagian lapangan yang entah benar atau tidak, izin tidak masuk karena diare pada hari senin, 6 Februari 2024. Awalnya tidak ada yang berburuk sangka dengan izinnya rekan kerja teman saya itu. Hingga akhirnya sampai 12 Februari 2024, dia baru masuk kerja dengan alasan masih lemas pasca diare.
Karyawan lain pun akhirnya kasak kusuk di belakang dan "ngrasani" di rekan kerja menderita diare itu. Ada karyawan yang bilang, "Kok sakitnya seperti main-main saja, kan obat mencret banyak dijual di minimarket, dan di kantor juga ada kamar mandi misal ingin ke belakang. Lalu karyawan lain menimpali, "Oh, dia kan tahu kalau Bos mau cuti bersama, makanya sengaja tidak masuk seminggu biar mesisan (sekalian) dapat libur panjang". Dan masih banyak spekulasi lainnya.
Kebetulan di kantor teman saya, hari Sabtu tidak libur melainkan tetap kerja setengah hari sehingga sangat jarang karyawan bisa mengambil kesempatan izin di hari Jumatnya. Nyatanya, berkaca dari kasus rekan kerja teman yang sepertinya sengaja memperpanjang waktu liburnya menjadi seminggu dengan dalih sakit, tidak menjadikan dia lebih produktif di kantor. Begitu yang diceritakan oleh teman saya.
Saya pribadi cenderung bukan termasuk orang yang setuju dengan libur terlalu panjang. Sebab libur terlalu panjang pun tidak menjadikan seorang pegawai akan lebih produktif dalam bekerja di kantor. Memang benar, istilah work life balance yang sedang happening di media sosial seolah menjadi penting untuk direalisasikan. Namun work life balance yang seperti apa dulu?
Berdasarkan dari cerita teman saya yang menggambarkan bahwa kantornya termasuk perusahaan skala kecil yang menganut sistem kekeluargaan, di mana bisa dikatakan jam kerja fleksibel, tentu semua karyawan seharusnya merasa nyaman dengan sistem kerja di kantor tersebut. Anak mau imunisasi, bisa izin datang terlambat ke kantor. Ibu mertua di-opname, bisa mendadak tidak masuk kerja karena harus mengurus administrasi. Dan semua izin itu disampaikan di grup WhatsApp kantor di mana pimpinan juga ada di grup ini, begitu curhat teman saya.