“All the world's a stage, And all the men and women merely players”
Seni peran merupakan hal yang sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari dan hampir setiap hari pula kita dapat menyaksikan para aktor dan aktris memainkan peran mereka dalam film.Tidak hanya dalam dunia seni, ilmu psikologi dalam hal ini memanfaatkan konsep seni peran untuk diadaptasi menjadi salah satu teknik terapi yang kini dikenal dengan psikodrama. Terapi psikodrama sudah terbukti dapat membantu beberapa permasalahan psikologis, salah satunya adalah trauma.
Apa itu psikodrama?
Psikodrama merupakan action-based therapy yang diciptakan oleh Jacob L. Moreno dan untuk pertama kalinya dipraktekkan pada tahun 1911 pada anak-anak yang tergabung ke dalam Stegreiftheater atau Theater of Spontaneity (pada saat itu masih belum dinamakan ‘psikodrama’). Dalam prakteknya, terapi ini berfokus pada satu orang yang menjadi target terapi untuk menjadi tokoh utama. Mereka akan diminta untuk menunjukkan tindakan mereka terhadap situasi tertentu dengan lebih didramatisasi ataupun dengan cara role play. Beberapa scene akan dilakukan untuk menggambarkan kejadian-kejadian atau memori di masa lalu, fantasi ataupun mimpi orang tersebut. Teknik ini dapat dilakukan secara berkelompok.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi psikodrama dapat meningkatkan sense of competence dan efikasi diri seseorang sehingga akan membantu memahami dan menemukan solusi atas trauma (Carbonell dan Parteleno-Barehmi, 1999). Selain itu, ditemukan bahwa efektivitas psikodrama cukup tinggi dalam membantu remaja yang mengalami trauma dan mampu meningkatkan rasa keamanan mereka, pandangan akan diri serta coping skill (Mertz, 2013).
Teknik terapi psikodrama menerima banyak kritikan dari berbagai pihak sejak awal penemuannya dan sampai sekarang masih menjadi pro dan kontra dalam dunia klinis baik secara psikologi maupun medis. Seperti yang ditulis oleh Cruz et al.
‘Almost 100 years after its foundation psychodrama still lacks theoretical and technical coherence within the international clinical community’
Ditambah lagi dengan sedikitnya jumlah penelitian yang berfokus pada praktek terapi psikodrama sehingga sumber data literatur terkait terapi ini masih terbilang sangat sedikit dibandingkan dengan teknik terapi lain.
Teknik-teknik dalam psikoterapi
Dalam penerapannya, terdapat tiga komponen dalam sesi terapi psikodrama yaitu warm-up phase, action phase dan sharing phase. Dalam action phase terdapat teknik-teknik yang dapat digunakan (Cruz et al., 2018), antara lain:
Doubling
Dimana tokoh pembantu berlaku sesuai pikiran tokoh utama. Apabila tingkah laku yang ditiru tokoh pembantu tidak sesuai dengan pendapat sang tokoh utama, maka ia akan memperbaiki hal tersebut dengan tindakan yang sesuai dengan pendapat atau pikirannya. Teknik ini dapat membantu tokoh utama (orang yang diterapi) mendapat insight yang lebih dalam mengenai dirinya.
Mirroring
Dengan teknik ini, terapis akan meminta tokoh utama (orang yang diterapi) untuk duduk dan mengobservasi grup lain yang melakukan reka ulang adegan tertentu sembari mencerminkan perilaku mereka (sang tokoh utama). Teknik ini akan sangat bermanfaat untuk membantu orang yang diterapi menyadari tindakan mereka, terutama ketika mereka sendiri tidak menyadari apa yang mereka lakukan atau bagaimana mereka telah bertindak.
Role Reversal
Seperti namanya, teknik role reversal melibatkan tokoh utama untuk bertukar posisi atau peran dengan orang lain untuk melihat suatu hal dari sudut pandang lain selain dirinya. Greenberg (1974) menyatakan bahwa ini adalah salah satu teknik yang paling penting dan juga efektif dalam terapi psikodrama.
Efek yang ditimbulkan oleh trauma terkadang sulit untuk diungkapkan sekedar lewat kata-kata penjelasan. Bahkan mendeskripsikannya sering kali tidak cukup untuk menunjukkan secara spesifik apa yang dirasakan oleh penderita trauma. Terapi psikodrama yang berfokus act atau tindakan menyediakan wadah yang mengizinkan seseorang untuk berekspresi lewat tindakan sesuai dengan apa yang dia rasakan. Hal ini bisa membantu orang tersebut melepaskan tekanan yang selama ini dia rasakan dan tetap terbebas dari judgement pihak lain, terlepas dari apa yang mereka rasakan.
Psikodrama memungkinkan seseorang untuk bisa berkomunikasi dengan orang yang telah tiada, memberi perlindungan kepada diri mereka yang dahulu maupun memberikan perlawanan terhadap lawan di masa lalu. Hal-hal tersebut merupakan hal yang sangat penting dan sangat terapeutik bagi penderita trauma yang memiliki berbagai emosi terpendam dalam diri mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H