Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Fiksi Mini: Banyu Setan

17 Mei 2024   20:55 Diperbarui: 17 Mei 2024   20:56 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskusi singkat malam itu membuahkan kesepakatan. Semuanya setuju, termasuk aku yang tak sabar lagi menikmati malam panjang ini.

         "Di sini sepi. Kalau tadi kita di perempatan jalan tidak enak dengan warga," kata salah satu temanku, Rudi.

         "Siapa yang pergi beli?" tanyaku.

         "Anak desa sini. Kita mana tahu di mana jualnya," sahut Duro, salah satu temanku juga.

         Dalam malam yang menyepi, aku dan temanku menghabiskan waktu  di pemandian umum desa itu. Suasana yang lengang. Cukup menyeramkan. Hanya ada setitik cahaya bulan yang mengintip di balik rerimbunan pohon. Mataku tertuju pada sebatang kayu besar yang kokoh merindangi pemandian itu.

         "Kolam ini unik, Mas. Malam hari airnya hangat. Pagi dan siang dingin," jelas Mas Dwi, putra asli desa itu.

        "Susah dijelaskan!" lanjutnya.

        Aku mengambil posisi duduk membelakangi kolam. Yang lain memilih menghadap kolam. Duduknya melingkar, khas anak muda nongkrong di pinggir jalan.

       "Mahasiswa KKN yang lain mana?" celetuk Mas Dimas, putra asli desa itu.

       "Tidak ikut, Mas. Tidak biasa, mungkin tidak suka nongkrong, apalagi ngombe banyu setan," jawab Rudi, temanku dari Pasuruan.

       "Besok kan bubar, masa tidak mau ngumpul," kata Mas Dimas lagi.

       Entah kenapa, aku merasa tak nyaman. Seolah ada yang mengawasi. Aku arahkan pandangan ke pohon besar itu. Tak ada apa-apa di sana, tetapi semacam ada yang bersembunyi di balik kegelapan.

       "Setan itu tidak ada," kata Duro tiba-tiba.

       "Astagfirullah," seruan Mas Dimas mengagetkan.

        Aku melompat hendak kabur. Rudi memegangiku. Tubuhku kaku dan keringatan. Tak salah lagi penglihatanku sejak tadi. Sayup-sayup tampak bayangan hitam itu keluar dari pohon, menatap tajam seolah marah.

        "Kamu toh, Mas Simin. Bikin takut saja," kata Duro.

         "Datang kok tidak ucap salam," gerutuku.

         "Ini minumannya," kata Mas Simin sambil menyodorkan dua botol kecil arak Jawa.

14 Mei 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun