Aku meraih tangannya,"Senyuman manismu memaniskan kopiku," kataku.
Wajahnya memerah. Ia salah tingkah. Aku pun begitu.
"Tanganku," katanya.
"Oh, maaf," kataku melepaskan tangannya.
Aku tak bosan menatapnya. Ia tersenyum malu.
"Ea...ea...," suara tangisan dari bilik kamar.
"Bentar, anakku menangis," katanya.
Aku tertegun. Aku paksakan diri tersenyum.
"Ya," kataku.
11 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!