"Nina mengagumimu," kata Wine setiap kali bertemu.
  Nama itu tidak asing bagiku. Ia gadis berperawakan sederhana, cukup menggemaskan. Tetapi, ada yang mengganjal jika kuharus memulai kisah asmara dengannya.
  "Kurang apa coba? Cantik, baik, anak tunggal, bapak pengusaha, mamanya dokter terkemuka," pinta Wine.
   "Kamu kira aku laki-laki apaan? Materialis?"
   "Ya, bukan itu, maksudku, Nina perfect."
   "Terus, aku harus memaksa hatiku untuknya?"
   "Ya, coba, siapa tahu takdir," Wine terus memaksa.
   "Ntar, aku balas inbox facebook-ku dulu," kataku sambil mengetik pesan.
   Â
   Kau tahu, aku tidak sesuai persepsimu.
   Terkadang suara hati lebih baik.
   Aku tak pajang fotoku di profil facebook-ku,      tidakah kau pikir aku tidak sesuai seleramu?
   Aku tak perlu memikirkan itu. Aku merasa kita serasi.
   Serasi? Ketemu saja belum!
   Suara hati, aku percaya itu!Â
   "El, tidakkah kau ingat kisah Andre, teman kita itu?" tanya Wine.
   "Aku ingat," jawabku singkat.
   "Lagi curhat?" Nina tiba-tiba muncul.
    Aku salah tingkah. Kok bisa? Ah, aku pun tak bisa mendefenisikannya. Nina mulai menggodaku. Wajahku memerah.
   "Cakepmu menumbuhkan rindu," kata Nina.
    "El," Wine terkekeh.
    Aku makin salah tingkah.
    "Pamit, ya, Wine. Btw, kapan bisa ngopi bareng?"
    "Cieh," Wine menggoda.
     Nina berlalu. Sekilas hatiku berkecamuk. Nina, gadis sederhana yang menggoda. Ah, tidak!
     "Bagaimana?" goda Wine.
    "Apanya?"
    "Ngopi barengnya?"
    "Ah, nggak," jawabku.
    Aku masih sibuk membalas pesan Nirina. Entah mengapa aku jatuh cinta padanya, hanya bermodalkan suara hati! Aku makin sering berselancar di-fb, berharap Nirina, mengirimku pesan.
   Ketemuan, yuk!
   Aku deg-degan membaca pesan itu. Dengan jantung yang memompa deras, aku membalas pesannya.
    Ya. Di mana?
    Kantin kampus saja
    Aku lagi di kantin.
    Kita satu kampus?
    Bisa jadi.
    Baiklah.
    Aku menunggunya cemas. Aku gerogi, gadis yang membuatku jatuh hati datang menemui.
    "Ada apa, El?"
    "Ah, tidak!" jawabku.
    "Kamu kok cemas?"
    "Tidak," jawabku singkat.
    Yang ditunggu tak datang juga. Aku makin cemas. "Bisa jadi aku di-prank!" gumamku.
    "Ke mana, Na?" tanya Wine saat Nina melintas.
    "Nunggu temen," jawabnya singkat sembari duduk di  kursi seberang.
    Aku masih sibuk dengan ponselku. Pesan berkali-kali kukirim. Tidak ada yang balas. Aku makin cemas.
    "Kenapa, El?" tanya Wine.
    "Ah, tidak. O, ya, aku duluan," kataku sambil hendak berjalan.
    "Nirina," kata Wine diikuti suara tawanya menggelegar.
     "Kamu, ah, dasar!"
     Aku berlalu pergi dengan rasa malu yang tinggi.
10 Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H