Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pembasuh Peluh (Bagian 3)

30 Januari 2023   09:28 Diperbarui: 30 Januari 2023   09:30 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                   Waktu kini bicara. Waktu menentukan nasib masa depan Dinda. Ia kini sadar maksud ibunya. Pernikahannya dengan Cris tidak membawa sedikitpun rasa damai dalam dirinya. Sang ibulah yang merasa betapa bahagianya memiliki menantu seperti Cris. Ibunya tidak perlu membayar taxi lagi. Ibu tidak kesepian lagi. Ibunya kini punya teman curhat. Kemana-mana ibunya selalu ditemani sang menantu yang memiliki mobil mewah. Ibunya kini kembali seperti dulu. Ibunya sekarang suka bersolek. Bisa saja agar ibunya kelihatan cantik dan muda di depan menantunya yang tampan. Dinda hanya bisa melihat perubahan ibunya. Ia tak berani bertanya sebab ibunya suka berdandan.

"Apa yang terjadi, Din?  Aku tak pernah melihat kamu bahgia sejak kamu menikah?"tanya Rini hari itu di kantor.

"Aku memang tak pernah bahagia, Rin. Aku tidak mendapatkan apa-apa dari suamiku. Aku dibiarkan kedinginan di kamar. Sementara ia selalu pulang larut. Kami tidak pernah melakukan hal yang seharusnya dilakukan suami istri. Kami tidak pernah ngobrol soal usaha suamiku."

             Rini terdiam mendengar sahabatnya. Ia bayangkan betapa berat beban yang ditanggung Dinda. Rini tak tega melihat sahabatnya itu terbelenggu dalam pernikahan yang tak ia inginkan. Pernikahan itu membuat air matanya tak berhenti mengalir.

"Riko pasti sedih melihat kamu seperti ini,"ujar Rini mencoba membangkitkan cerita lama.

"Jangan sebut nama itu lagi, Rin,"jawab Dinda sedikit kesal.

"Tapi kamu menginginkannya kan. Iya kan, Din?"

               Dinda terpaku mendengar nama itu. Hatinya tersayat. Ia memang masih memikirkan Riko. Ia sangat bahagia jika cincin yang melingkar di jari manisnya milik Riko.

"Jangan bohongi perasaanmu, Din. Air mata itu tidak bisa dibohongi," lanjut Rini.

"Aku kini milik orang, Rin. Kamu harus tahu itu," jawabnya sedikit gusar.

                                                                                                                    ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun