Mengapa Perlu Etika, dan Hukum
etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang scara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsipprinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Mengapa etika penting :
1. Bersifat universal
2. Menentukan keberlangsungan peradaban manusia
3. Selalu relevan sepanjang masa
4. Sangat berperan bagi kemajuan suatu bangsa
5. Mempertanyakan kewajiban manusia sebagai “manusia”
6. Etika AN menentukan reformasi birokrasi
Peran hukum sangat penting bagi manusia sebagai pemberi makna atas kehidupan manusia itu sendiri. Peranan yang paling mendasar dari hukum adalah menjamin keadilan dan kebenaran dalam tatanan sosial. Oleh karena itu dalam ranah etika, hukum dihargai dan pembatasnnya dibenarkan. Pembenaran ranah etika terhadap pembatasan normatif didasarkan pada tiga argumen penting.
- Pertama, pembatasan normatif tidak mematikan kemampuan setiap pribadi untuk menentukan dirinya. Itu berarti pembatasan normatif masih memberikan ruang kebebasan eksistensial bagi setiap individu. Secara konkrit dapat dikatakan, berhadapan dengan hukum atau peraturan, setiap orang memiliki kemungkinan untuk menaati peraturan atau melanggarnya.
- Kedua, pembatasan normatif menjamin keadilan. Ini merupakan hakikat dari hukum itu sendiri. Orang Latin mengatakan, “Quid leges, sine moribus”, artinya hukum tidak berarti apa-apa tanpa moralitas. Moralitas itu adalah penjamin keadilan. Dengan kata lain, hukum dibuat untuk menjamin agar hak setiap individu mendapat pengakuan dalam ranah sosial. Secara konkrit dapat dikatakan, aturan dibuat dengan tujuan agar setiap orang menghargai hak orang lain. Demikian halnya kalau ia merampas hak orang lain, ia mendapat sanksi. Sanksi adalah realisasi nilai keadilan dalam masyarakat. Dalam arti ini sanksi harus setimpal dengan kesalahan. Di sini jelas keadilan sebagai nafas dari hukum tidak hanya terletak pada ketaatan pada hukum itu sendiri, tetapi juga pada bobot sanksi yang diberikan kepada seseorang atas pelanggaran.
- Ketiga, penegakan hukum mengungkap benar tidaknya sebuah tindakan yang keliru dalam relasi sosial melalui pembuktiannya.
Hukum tidak hanya tentangpemikiran politik, tetapi melibatkan diskusi ekstensif tentang psikologi, etika, teologi, epistemologi, dan metafisika. Namun, tidak seperti karya-karya lain ini, Hukum menggabungkan filosofi politik dengan undang-undang yang
diterapkan, dengan sangat rinci tentang hukum dan prosedur apa yang seharusnya ada di Magnesia. Contohnya termasuk percakapan tentang apakah mabuk harus diizinkan di kota, bagaimana warga harus berburu, dan bagaimana menghukum bunuh diri. Namun, detail hukum, prosa yang kikuk, dan kurangnya organisasi telah menarik kecaman baik dari para sarjana kuno maupun modern. Banyak yang mengaitkan tulisan canggung ini dengan usia tua Plato pada saat penulisan; meskipun demikian, pembaca harus ingat bahwa pekerjaan itu tidak pernah selesai. Meskipun kritik-kritik ini memiliki beberapa manfaat, ide-ide yang dibahas dalam Undang- undang sangat layak untuk kita pertimbangkan, dan dialognya memiliki kualitas sastra tersendiri.
Mengapa Hukum Saja Tidak Cukup (Why the Law Is Not Enough)
- hukum tidak mengatur tentang segala aspek aktivitas bisnis. Belum tentu segala sesuatu yang tidak sesuai dengan moral (immoral) adalah tidak sah (illegal). Menuntut yang berlebihan kepada anak buah dan mencerca secara tidak pantas kepada seorang pegawai adalah tindakan yang merupakan objek dari etika, namun hal itu bukan dari objek hukum.
- hukum kadangkala lambat berkembang terhadap suatu objek/wilayah baru. Hal ini menimbulkan adanya kekosongan hukum karena belum ada produk hukum yang mengaturnya. Cristopher D. Stone (Where the Law Ends), menunjukkan bahwa hukum bersifat reaktif, menjawab permasalahan dimana orang berada dalam dunia bisnis dapat mengantisipasi dan berhubungan sebelumnya sebelum permasalahan tersebut menjadi perhatian masyarakat.
- hukum itu sendiri sering menggunakan konsep-konsep moral yang tidak didefinisikan secara jelas, sehingga hal ini tidak memungkinkan dalam berbagai kejadian dapat mengerti hukum tanpa mempertimbangkan permasalahan yang bersifat moral.
- hukum itu sendiri kadangkala tidak pasti, sehingga untuk menetapkan apakah suatu tindakan adalah legal/sah harus diputuskan oleh pengadilan. Dan dalam membuat suatu keputusan, pengadilan sering berpedoman pada pertimbangan moral.
Contoh kasus Etika, dan Hukum
1. Pelanggaran PT. Tirta Fresindo Jaya 2017
Kasus pelanggaran yang dilakukan PT. Tirta Fresindo Jaya berawal dari rencana untuk membangun Gudang di daerah Pandeglang dan Serang. Meskipun sudah mendapatkan Izin pemerintah setempat namun pada prakteknya pihak terkait justru mendirikan Gudang untuk memproduksi minuman kemasan.
Perusahaan ini sudah jelas melanggar perjanjian, selain hal tersebut masyarakat sudah mengorbankan lahan yang menjadi sumber mata air yang seharusnya digunakan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari.