Mohon tunggu...
Mariana MeilaniaGalis
Mariana MeilaniaGalis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Urgensi Dukungan Teman Sebaya dalam Pencegahan Bunuh Diri pada Remaja

17 Juni 2022   09:38 Diperbarui: 17 Juni 2022   09:43 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ide bunuh diri merupakan rencana awal dari upaya bunuh diri yang diakibatkan oleh berbagai faktor dalam kehidupan. Meskipun dikatakan bahwa sebagian individu yang memiliki ide tidak melakukan upaya bunuh diri, namun berdasarkan kajian berbagai macam literature diketahui bahwa individu yang mengalami berbagai kombinasi peristiwa negatif dalam kehidupan cenderung berpotensi lebih tinggi melakukan upaya bunuh diri. 

Kombinasi yang dimaksudkan yaitu upaya bunuh diri tidak hanya didorong oleh satu faktor melainkan beberapa faktor pendorong, misalnya individu yang mengalami depresi, keputusasaan serta memiliki akses untuk bertindak tentunya berisiko lebih tinggi untuk mewujudkan ide bunuh diri menjadi upaya bunuh diri. 

Dalam melakukan pencegahan terhadap upaya bunuh diri maupun tindakan bunuh diri, penting untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penyebab dan alur perkembangan bunuh diri. 

Oleh karena itu kajian ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami ide bunuh diri serta perkembangannya dalam mencegah upaya dan tindakan bunuh diri dimasa depan (Artikel "Gambaran Pengembangan Ide Bunuh Diri Menuju Upaya Bunuh Diri oleh Ni Wayan Putri Cempaka Karisma dan I Gusti Ayu Diah Fridari. Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana)

Definisi bunuh diri adalah usaha tindakan atau pikiran yang bertujuan untuk mengakhiri hidup yang dilakukan dengan sengaja, mulai dengan pikiran pasif tentang bunuh diri sampai akhirnya benar -- benar melakukan tindakan yang mematikan. 

Keparahan tingkat bunuh diri bervariasi mulai dari ide bunuh diri, ancaman bunuh diri, percobaan bunuh diri dan melakukan bunuh diri (complete suicide). 

American Pshychiatric Assosiation (APA) mengatakan bahwa perilaku bunuh diri sebagai tindakan dari individu dengan cara membunuh dirinya sendiri dan paling sering terjadi diakibatkan oleh adanya tekanan, depresi atau penyakit mental lainnya ( Idham, 2019).

Secara global, bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dengan kecenderungan peningkatan pada kelompok anak dan remaja. Tingkat bunuh diri bervariasi mulai dari ide bunuh diri, ancaman bunuh diri, percobaan bunuh diri dan tindakan bunuh diri. 

Faktor risiko bunuh diri pada anak dan remaja mencakup gangguan psikiatri, stresor psikososial, faktor kognitif dan faktor biologi. Selain itu bunuh diri pada anak dan remaja juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, pemahaman mengenai kosep kematian, faktor afektif dan peran kelekatan. Banyak penelitian yang telah mengembangkan alat penapisan bunuh diri seperti Ask Suicide Screening Question(ASQ) dan Risk for Suicide Quessionare (RSQ), dan lainnya yang dapat digunakan sebagai langkah preventif untuk mengurangi dan membantu anak dan remaja yang berisiko untuk melakukan bunuh diri. 

Pengetahuan dan pemahaman (psikodinamika) yang baik serta komprehensif tentang bunuh diri pada anak dan remaja akan sangat membantu dalam melakukan prevensi dan intervensi yang tepat dalam penanganan kasus ini.

Mengapa usia remaja rentan melakukan aksi bunuh diri ?

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Remaja pada usia peralihan tersebut biasanya merupakan usia yang akan menginjak Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas. 

Mereka bukan anak-anak lagi tetapi juga belum dewasa. Seorang remaja ingin mandiri tetapi dalam hubungan sosial mereka masih terikat dengan orangtua dan keluarganya . Dalam rentan hidup manusia masa remaja merupakan masa yang paling krusial,kritis dan sangat menentukan kehidupan selanjutnya.

Dalam Teori Psiko Social Eric H. Ericson dikatakan bahwa remaja menghadapi sebuah krisis yaitu identitas versus kebingungan identitas. Jika dalam relasi sosialnya tidak mengalami hambatan mereka pasti akan mengerti siapa dirinya, sebaliknya jika terhambat mereka akan mengalami stress, frustasi, depresi dan melempiaskan ke hal yang negative.Mereka sedang mencari jati diri. Salah satu tindakan negatif yang dilakukan adalah bunuh diri .

Berbagai riset menunjukkan 15 persen anak remaja di negara berkembang pernah berpikiran untuk bunuh diri. Tindakan ini menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di dunia anak kelompok usia 15 hingga 19 tahun yang disebabkan oleh gangguan mental sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya bunuh diri. 

Tak hanya itu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes Republik Indonesia tahun 2018 juga menunjukkan adanya kenaikan gangguan mental emosional pada masa remaja usia 15 tahun menjadi 9,8 persen dari angka 6 persen pada Rikesdas tahun 2013. 

Cukup tingginya angka kenaikan gangguan mental pada masa remaja sangat terasa dengan jumlah populasi Indonesia. Padahal, kesehatan mental pada masa dewasa sebenarnya bersumber dari masa anak-anak dan remaja. 

Anak bisa dikatakan sehat secara mental kalau memiliki kapasitas untuk memulai dan mempertahankan relasi pribadi yang menyenangkan. 

Artinya, anak bisa menjalin hubungan dengan orang dewasa atau dengan teman-teman seusianya secara menyenangkan, memiliki pemahaman moral tentang benar dan salah atau baik hingga buruk, mampu berempati dan mengenali emosi yang dirasakan orang lain, mampu menikmati dan memanfaatkan waktu luang, tidak mudah bosan, kalaupun bosan mencari cara untuk mengatasi kebosanannya dan memiliki kemampuan untuk bermain dan belajar sesuai perkembangan usia kecerdasannya. Mental anak yang sehat memiliki perkembangan emosi, intelektual, spiritual pada dirinya juga selaras.

Dalam beberapa kasus bunuh yang terjadi Indonesia, di TKP (Tempat kejadian perkara) ditemukan "Pesan kematian" korban secara tersirat ataupun tersurat. 

Salah satunya yaitu temuan surat dari korban yang diletakkan di meja belajar, tempat tidur, dan di dalam ruangan tempat melakukan aksi bunuh diri. 

Surat -- surat tersebut berisi permohonan maaf kepada keluarga dan kerabatnya atas tindakannya mengambil jalan mengakhiri hidupnya karena sudah merasa tidak berguna, membebani orang tua dan gagal membahagiakan keluarga. 

Pada kasus lainnya ditemukan luka terbuka dangkal (sayat) yang membentuk "nama" dari orang yang dicintainya namun tidak membalas cinta korban (ditolak teman lawan jenis). 

Pesan kematian yang tersirat banyak yang diketahui ataupun diakui oleh pihak keluarga terdekat setelah kejadian, keluarga atau orang terdekat korban akan menceritakan bahwa beberapa hari atau waktu sebelum korban meninggal, korban pernah menceritakan tentang beban hidup atau masalah yang sedang dialaminya dan terasa sangat berat sehingga dianggap tidak ada jalan lain selain "mati". Sangatlah nyata bahwa remaja yang nekad melakukan aksi bunuh menunjukan gangguan mental berat.

Pada kasus lainnya, seorang remaja melakukan percobaan bunuh diri karena merasa sendiri dan tidak memiliki apa - apa setelah ibunya meninggal dunia dan ayahnya menikah lagi. 

Ayahnya tidak mempedulikannya berbulan -- bulan yang membuatnya selalu murung dan menyendiri. Pada kasus lainnya, seorang remaja perempuan melakukan bunuh diri setelah dirinya lulus pada perguruan tinggi di luar negeri melalui jalur beasiswa, namun orang tuanya melarangnya dan tidak akan menyiapkan segala sesuatu termasuk akomodasi keberangkatan. 

Remaja tersebut kemudian dipaksa untuk melanjutkan kuliah pada Perguruan Tinggi setempat dan dipilihkan jurusan perkuliahan oleh ayahnya. 

Dalam proses kuliah dirinya tidak memiliki rasa antusiasme pada perkuliahan yang sedang dijalaninya dan tidak ada teman yang mendampinginya dan memotivasinya, sehingga berimbas pada nilai mata kuliah yang buruk. Kondisi itu membuat orang tuanya memarahinya sehingga dia menjadi deperesi dan melakukan aksi bunuh diri. 

Dua kejadian tersebut di atas menunjukan adanya tanda -- tanda seseorang yang memiliki keinginan bunuh diri yaitu merasa kehilangan harapan, kehilangan minat, menyendiri/ menarik diri dari teman, dan perubahaan mood yang ekstrem. 

Dari kenyataan ini tampak bahwa korban bunuh diri kehilangan orang -- orang yang dapat menetralkan situasi dan mengembalikan moodnya untuk berpikir positif dan solutif tepat dan cerdas.

Bagaimana mengenali tanda -- tanda seorang hendak melakukan aksi bunuh diri ?

Dari beberapa kajian dan riset ditemukan beberapa tanda yang mungkin ditunjukkan oleh seseorang yang ingin bunuh diri antara lain sering membicarakan kegelisahan yang dialaminya, sering membicarakan tentang kematian, merasa putus asa dan tidak memiliki gairah hidup,  mudah marah secara tiba-tiba, kehilangan nafsu makan hingga berat badan berkurang, sulit tidur dan kerap merasa sedih, cemas, atau stress, menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan orang lain, termasuk keluarga, dan menyimpan atau menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba). 

Selain itu, tanda lainnya yang paling berbahaya adalah saat seseorang mengucapkan perpisahan kepada orang-orang terdekat dan terlibat dalam aktivitas yang mempertaruhkan nyawa atau percobaan bunuh diri.

Siapa saja yang bisa mencegah terjadinya bunuh diri pada remaja?

Dalam hal ini saya berpendapat semua orang harus terlibat yaitu orang tua, masyarakat umum/ dukungan social dan teman sebaya. Dukungan sosial berperan terhadap kemunculan ide bunuh diri seseorang. Ide bunuh diri muncul menurut penelitian-penelitian tersebut akibat kondisi seseorang seperti depresi. Pada kondisi seperti depresi ini seseorang memerlukan dukungan secara sosial dari keluarga, teman dan significant other. 

Dalam hubungan sosial masa remaja sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya, mereka menganggap bahwa tempat untuk berbagi yang paling tepat dan sumber kekuatan adalah teman sebayanya. Orang yang mampu meredam persoalan saat sedang bingung dengan identitasnya adalah teman sebaya.

Siapa yang mampu meredam remaja yang sedang bingung dengan identitas mereka? Eric H. Ericson menunjuk Teman Sebaya. Kekuatan yang mereka dapatkan berasal dari teman sebaya, teman main, ngumpul, gosip atau curhat. 

Mereka menghadapi masalah bersama teman sebaya. Mereka lebih sering berkomunikasi dengan teman mereka ketimbang orang tuanya. Mereka lebih percaya pada temannya untuk menceritakan masalah-masalah yang paling rahasia sekalipun. Ketika mereka hilang dari rumah, percaya saja, teman dekatnya akan mengetahui kemana ia pergi.

Mekanisme koping seorang remaja masih sangat labil, oleh karena itu ketika mereka datang dengan keluhan bahwa "saya sedang stress" sebagai seorang pendengar tidak menghakimi kembali atau malah tertawa. 

Seseorang yang mengalami stres bukan untuk dihardik apalagi semakin dikasari, maka semakin mereka tidak punya kekuatan untuk bisa bertahan,orang tersebut akan merasakan bahwa dia sudah tidak punya pilihan lain selain kaan mengakhiri hidupnya.

Oleh karena itu sudah saatnya remaja harus diberikan informasi tentang perilaku bunuh diri khususnya bagaimana kita bisa mencegah ketika ada teman yang ingin melakukan bunuh diri. 

Perlu juga ditanamkan keimanan yang kuat pada remaja dengan menempatkannya pada keluarga yang harmonis, keteladaan orang tua, keterbukaan serta kematangan psikologi orang tua pada dinamika perubahan anak, dan mendekatkan diri dengan Tuhan melalui Ibadah.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun