Setiap ibu hamil yang melakukan pemeriksaan ante natal care (ANC) di tempat kesehatan pasti dibekali dengan satu buah buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), hal ini sesuai dengan keputusan menteri kesehatan no 248 tahun 2004.
Buku KIA dibagikan pada semua wanita hamil dan diisi dengan informasi kesehatan ibu (hamil) serta anaknya sampai usia 5 tahun. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya mendapatkannya secara gratis di fasilitas kesehatan dengan syarat periksa hamil pada trimester pertama kehamilan (sebelum usia kehamilan 13 minggu).
Buku KIA ini sebetulnya merupakan alat yang sangat baik untuk memperbaiki kualitas kesehatan ibu dan anak. Terlebih jika kita mampu memaksimalkan fungsi dari buku tersebut. Bagaimana cara memaksimalkan fungsi buku ini? Yuk, baca lebih lanjut.
1. Dibaca dan dimengerti, tidak hanya oleh ibu namun juga oleh seluruh anggota keluarga.
2. Selalu dibawa, ke mana pun ibu (dan anak nantinya) mendapatkan  layanan kesehatan.
3. Jangan rusak dan hilang, karena isinya tentang riwayat kesehatan ibu dan anak.
4. (Tenaga kesehatan) memberikan penjelasan pada ibu dan keluarga
Dari keempat langkah tersebut yang paling sering terlewati adalah poin kedua. Selalu dibawa ke mana pun ibu dan anak mendapat layanan kesehatan. Sering (hampir selalu) saya jumpai ibu yang membawa anak balitanya berobat ke rumah sakit (bahkan rawat inap) sama sekali tidak membawa buku KIA-nya.
Alasannya pun bervariasi, dari yang menganggap buku itu hanya untuk di posyandu sampai yang buku KIA-nya disimpan oleh bidan desa. Alasan yang terakhir ini yang membuat saya geleng-geleng kepala. Lha kalau buat disimpan bidan desa, lalu apa manfaatnya untuk ibu dan keluarga?
Itu baru poin kedua. Selanjutnya saya ingin membahas poin pertama: dibaca dan dimengerti, bukan hanya oleh ibu namun oleh seluruh anggota keluarga. Nah, saya ingin bertanya. Dari Kompasianer yang masih punya anak balita, berapa orang yang sudah membaca buku KIA putra-putrinya dari awal sampai akhir? Kemungkinan tidak banyak.