Mohon tunggu...
Maria Kristi
Maria Kristi Mohon Tunggu... Dokter - .

Ibu empat orang anak yang menggunakan Kompasiana untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Maksimalkan Buku KIA

3 November 2018   14:33 Diperbarui: 3 November 2018   15:07 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku KIA (sumber: screenshoot file Buku KIA 2015)

Setiap ibu hamil yang melakukan pemeriksaan ante natal care (ANC) di tempat kesehatan pasti dibekali dengan satu buah buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), hal ini sesuai dengan keputusan menteri kesehatan no 248 tahun 2004.

Buku KIA dibagikan pada semua wanita hamil dan diisi dengan informasi kesehatan ibu (hamil) serta anaknya sampai usia 5 tahun. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya mendapatkannya secara gratis di fasilitas kesehatan dengan syarat periksa hamil pada trimester pertama kehamilan (sebelum usia kehamilan 13 minggu).

Buku KIA ini sebetulnya merupakan alat yang sangat baik untuk memperbaiki kualitas kesehatan ibu dan anak. Terlebih jika kita mampu memaksimalkan fungsi dari buku tersebut. Bagaimana cara memaksimalkan fungsi buku ini? Yuk, baca lebih lanjut.

sumber: screenshoot file Buku KIA 2015
sumber: screenshoot file Buku KIA 2015
Sesuai dengan penjelasan umum dalam buku ini, ada 4 langkah dalam penggunaan buku KIA, yaitu:

1. Dibaca dan dimengerti, tidak hanya oleh ibu namun juga oleh seluruh anggota keluarga.

2. Selalu dibawa, ke mana pun ibu (dan anak nantinya) mendapatkan  layanan kesehatan.

3. Jangan rusak dan hilang, karena isinya tentang riwayat kesehatan ibu dan anak.

4. (Tenaga kesehatan) memberikan penjelasan pada ibu dan keluarga

Dari keempat langkah tersebut yang paling sering terlewati adalah poin kedua. Selalu dibawa ke mana pun ibu dan anak mendapat layanan kesehatan. Sering (hampir selalu) saya jumpai ibu yang membawa anak balitanya berobat ke rumah sakit (bahkan rawat inap) sama sekali tidak membawa buku KIA-nya.

Alasannya pun bervariasi, dari yang menganggap buku itu hanya untuk di posyandu sampai yang buku KIA-nya disimpan oleh bidan desa. Alasan yang terakhir ini yang membuat saya geleng-geleng kepala. Lha kalau buat disimpan bidan desa, lalu apa manfaatnya untuk ibu dan keluarga?

Itu baru poin kedua. Selanjutnya saya ingin membahas poin pertama: dibaca dan dimengerti, bukan hanya oleh ibu namun oleh seluruh anggota keluarga. Nah, saya ingin bertanya. Dari Kompasianer yang masih punya anak balita, berapa orang yang sudah membaca buku KIA putra-putrinya dari awal sampai akhir? Kemungkinan tidak banyak.

Padahal buku KIA edisi saat ini bisa dikatakan sangat lengkap. Ada catatan edukasi mulai ibu hamil, melahirkan, sampai anak usia 6 tahun. Ya, meskipun ada edukasi yang sedikit mengganjal hati saya, yaitu perihal pisang lumat yang dijadikan MP-ASI (itu kan hanya karbohidrat dan serat thok. Kurang banget). Tapi lain-lainnya oke kok.

Kelebihan lain adalah kurva pertumbuhan yang banyak ... tapi saya tahu bahwa bahkan oleh petugas posyandunya pun tidak diisi semua. Terbukti dengan saat saya membawa anak saya posyandu di Semarang, hanya saya yang mengukur anak saya di meja pengukuran panjang badan. Ibu-ibu lain berkerumun di timbangan (saya sudah punya timbangan bayi sendiri di rumah) dan ketika sudah pindah ikut suami, bahkan tidak ada meja pengukuran panjang badan.

Padahal panjang badan anak juga penting untuk dinilai. Tahu nggak? Perkiraan tinggi akhir usia dewasa dapat dilihat dari usia balita, yaitu 2x panjang badan usia 18 bulan pada anak perempuan dan 2x panjang badan usia 2 tahun pada anak laki-laki. Lingkar kepala juga merupakan hal yang penting namun tidak pernah diperiksa. Padahal lingkar kepala sangat mencerminkan perkembangan otak pada anak.

sumber: screenshoot file Buku KIA 2015
sumber: screenshoot file Buku KIA 2015
Jadi gimana dong?

Saya rasa untuk hal-hal yang (hampir) tidak pernah diperiksa ini bisa dikomunikasikan pada petugas posyandu. Atau sekalian saja Kompasianer pada daftar jadi kader posyandu. Biar makin sip.

Lanjut ke poin ketiga (karena poin kedua sudah saya jabarkan duluan). Sudah cukup jelas. Jangan hilangkan atau rusakkan buku KIA ini. Kalaupun kesannya saat ini 'cuma gitu saja', mungkin ini akan menjadi kenangan untuk putra-putri kita ketika mereka dewasa. Paling tidak itu menjadi bukti kongkret bahwa kita aktif terlibat dalam menjaga kesehatan mereka sejak dalam kandungan.

Poin terakhir: penjelasan dari tenaga kesehatan. Bapak-ibu boleh lho tanya serinci-rincinya pada tenaga medis tentang hal-hal yang masih kurang jelas dalam buku KIA ini. Nantinya setelah mengerti, jangan lupa diamalkan. Syukur-syukur diberitahukan pada orangtua lainnya. Nah, salah satu yang membuat buku ini jadi tebal (sampai jumlah halamannya mendekati 100) adalah checklist perkembangan tiap kelompok usia. Seperti usia 3 bulan bayi bisa apa, 6 bulan bisa apa dan seterusnya. Yang bertugas mengisi checklist ini adalah orangtua anak itu sendiri. Tentunya setelah melakukan contoh-contoh stimulasi yang tertulis di atasnya. Sebisa mungkin checklist ini diisi dengan jujur. Jangan melebih-lebihkan pencapaian anak. Misal bayinya belum bisa merangkak padahal sudah usianya ya jujur saja. Keterlambatan perkembangan yang diketahui lebih cepat akan lebih cepat diintervensi dan kemungkinan luarannya jauh lebih baik dibanding jika diketahui terlambat. Saya sendiri pun mengisi dengan jujur waktu ada sesuatu yang "telat" dari anak saya.

Checklist perkembangan anak (sumber: screenshoot file buku KIA 2015 Depkes)
Checklist perkembangan anak (sumber: screenshoot file buku KIA 2015 Depkes)
Nah, itu dia tips-tips sederhana untuk memaksimalkan fungsi buku KIA. Semoga bermanfaat ya.

(Semua foto saya dapatkan dari screenshoot file buku KIA final 2015 dari Depkes)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun