“Belum ke Sambas kalau belum makan bubur pedas.”
Kalimat itu yang membuat saya penasaran untuk mencicipi salah satu kuliner khas Sambas Kalimantan Barat itu. Penasaran sekaligus takut tidak dapat menghabiskan karena terus terang saya bukan salah satu penggemar makanan pedas. Saya bukan orang yang akan panik ketika harga cabai meroket di pasaran.
“Tenang saja, ini ga pedas kok.”
Nah lo. Ga konsekuen. Namanya bubur pedas tapi kok ga pedas. Salah kasih nama dong. Hehe..
“Bubur pedas itu isinya sayur-sayuran dan sedikit beras.”
Hue.. penjelasannya makin jauh dari nama makanan ini. Namun makin membuat saya penasaran.
“Tapi ga semua orang bisa doyan bubur pedas. Soalnya bentuknya seperti muntahan kuda.”
Saya speechless mendengar istilah ini. Tapi baiklah nanti kita lihat saja makanan seperti apa sih bubur pedas itu.
Saya beruntung karena bukan hanya mendapat kesempatan mencicipi makanan khas Sambas ini tapi juga ikut terlibat dalam proses pembuatannya. Bikinnya ribet bo. Kita harus menyangrai beras dan kelapa parut sampai kecoklatan dan harum lalu ditumbuk. Proses ini cukup melelahkan dan lama. Untung bukan saya yang harus melakukannya. Bisa-bisa gosong semua beras dan kelapa parutnya. Beras dan kelapa sangrai yang sudah dihaluskan ini disebut sebagai salah satu bumbu kering dari bubur pedas.
Selain sangrai beras dan kelapa parut itu, kita harus menyediakan bermacam-macam sayur. Hampir semua daun-daunan yang tumbuh di daerah Sambas dapat dimasukkan ke dalam bubur pedas. Konon hidangan yang dahulu merupakan hidangan istana ini aslinya terdiri dari empat puluh macam sayuran. Saat ini bubur pedas sudah jauh lebih sederhana. Tapi yang harus ada adalah daun kunyit dan daun kesum. Daun kesum ini banyak tumbuh di daerah Sambas namun belum saya temukan di daerah Jawa. Saat searching di internet, daun kesum ini disebut juga daun laksa di Singapura. Nampaknya tumbuhan ini memang tumbuh di sekitar Sumatera, Kalimantan, dan semenanjung Malaka. Baunya khas, cukup menyolok dan nantinya menjadi salah satu aroma utama bubur pedas.