Mohon tunggu...
Maria Kristi
Maria Kristi Mohon Tunggu... Dokter - .

Ibu empat orang anak yang menggunakan Kompasiana untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Masak Bubur Pedas ala Sambas

15 Juni 2016   15:08 Diperbarui: 15 Juni 2016   15:15 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Belum ke Sambas kalau belum makan bubur pedas.”

Kalimat itu yang membuat saya penasaran untuk mencicipi salah satu kuliner khas Sambas Kalimantan Barat itu. Penasaran sekaligus takut tidak dapat menghabiskan karena terus terang saya bukan salah satu penggemar makanan pedas. Saya bukan orang yang akan panik ketika harga cabai meroket di pasaran.

“Tenang saja, ini ga pedas kok.”

Nah lo. Ga konsekuen. Namanya bubur pedas tapi kok ga pedas.  Salah kasih nama dong. Hehe..

“Bubur pedas itu isinya sayur-sayuran dan sedikit beras.”

Hue.. penjelasannya makin jauh dari nama makanan ini. Namun makin membuat saya penasaran.

“Tapi ga semua orang bisa doyan bubur pedas. Soalnya bentuknya seperti muntahan kuda.”

Saya speechless mendengar istilah ini. Tapi baiklah nanti kita lihat saja makanan seperti apa sih bubur pedas itu.

Saya beruntung karena bukan hanya mendapat kesempatan mencicipi makanan khas Sambas ini tapi juga ikut terlibat dalam proses pembuatannya. Bikinnya ribet bo. Kita harus menyangrai beras dan kelapa parut sampai kecoklatan dan harum lalu ditumbuk. Proses ini cukup melelahkan dan lama. Untung bukan saya yang harus melakukannya. Bisa-bisa gosong semua beras dan kelapa parutnya. Beras dan kelapa sangrai yang sudah dihaluskan ini disebut sebagai salah satu bumbu kering dari bubur pedas.

Selain sangrai beras dan kelapa parut itu, kita harus menyediakan bermacam-macam sayur. Hampir semua daun-daunan yang tumbuh di daerah Sambas dapat dimasukkan ke dalam bubur pedas.  Konon hidangan yang dahulu merupakan hidangan istana ini aslinya terdiri dari empat puluh macam sayuran. Saat ini bubur pedas sudah jauh lebih sederhana. Tapi yang harus ada adalah daun kunyit dan daun kesum. Daun kesum ini banyak tumbuh di daerah Sambas namun belum saya temukan di daerah Jawa. Saat searching di internet, daun kesum ini disebut juga daun laksa di Singapura. Nampaknya tumbuhan ini memang tumbuh di sekitar Sumatera, Kalimantan, dan semenanjung Malaka. Baunya khas, cukup menyolok dan nantinya menjadi salah satu aroma utama bubur pedas.

Bermacam sayuran yang dimasukkan ke dalam bubur pedas. Semua dicincang halus terlebih dahulu. (foto: doc pribadi)
Bermacam sayuran yang dimasukkan ke dalam bubur pedas. Semua dicincang halus terlebih dahulu. (foto: doc pribadi)
Sayuran yang kami sediakan: bayam, kangkung, tauge, sedikit wortel, daun pakis, kacang panjang, jagung manis. Kami juga menyediakan daging untuk dicampurkan saat memasak kelapa dan beras sangrai; kacang tanah goreng, dan teri goreng. Nantinya kacang tanah dan teri goreng ini akan ditaburkan ke atas bubur pedas yang sudah matang. Bubur pedas ini sering dimasak saat puasa sebagai salah satu makanan "wajib" berbuka puasa (kalau di Jawa kan makanan "wajib"nya kolak pisang).

Langkah-langkah pembuatan bubur pedas ini dapat dilihat di banyak situs. Tinggal search “cara membuat bubur pedas” di google dan akan muncul banyak variasi resep. Saya tidak menuliskan di sini karena saya tidak yakin akan dapat membuat resep yang “benar”. Tapi setidaknya dapat saya lukiskan rasanya: segar, ringan (tidak terlalu kenyang), dan cocok untuk orang yang sedang diet karena kaya akan serat. Tidak disarankan untuk anak di bawah 2 tahun karena seratnya dapat menghambat penyerapan nutrisi lain. Selamat mencoba J Jangan lupa makan bubur pedas ya kalau mampir ke Sambas.

Tampilan akhir bubur pedas ala Sambas. (foto doc. pribadi)
Tampilan akhir bubur pedas ala Sambas. (foto doc. pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun