Â
"Akibat perubahan iklim, Jakarta terancam tenggelam 10 tahun lagi."
Demikian prediksi Joe Biden dalam pidatonya di hadapan para pemimpin badan intelijen AS pada 27 Juli 2021 silam.
Prediksi orang nomor satu di negeri Paman Sam ini bukan pertama kalinya kita dengar, jauh sebelumnya, tim peneliti dari Indonesia seperti Institut Teknik Bandung (ITB) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah mengingatkan akan kemungkinan Jakarta tenggelam pada tahun 2050.
Penyebabnya eksploitasi air tanah yang berakibat menurunnya permukaan tanah dari waktu ke waktu. Serta meningkatnya permukaan air laut yang disebabkan pemanasan global dan berdampak mencairnya es di kutub utara.
Tentunya Indonesia tak tinggal diam. Target Net-Zero Emissions (NZE) ditetapkan, paling lambat 2060 harus sudah tercapai.
Daftar Isi:
Jakarta Tenggelam, Bukan Isapan Jempol
Gaya Hidup Frugal untuk Wujudkan Net-Zero Emissions
- Masak Sendiri, Stop Jajan
- Gunakan Sepeda atau Transportasi Umum
- Ganti Poor Mindset dengan Rich Mindset
- Belanja Online, Manfaatkan Diskon
- Bersahabat dengan Tukang Reparasi
Yang dimaksud Net-Zero Emissions adalah tercapainya keseimbangan antara jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dan jumlah yang dikeluarkan dari atmosfer
Bagaimana caranya?
Di sektor energi, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan seperti penurunan intensitas energi (Efisiensi Energi), pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Sebagai warganegara, kita bisa banget berkontribusi. Yang termudah, namun justru paling ampuh adalah dengan mengaplikasikan gaya hidup frugal.
Dikutip dari kompas.com, secara bahasa, gaya hidup frugal (frugal living) memiliki arti: "frugal" adalah hemat, dan "living" artinya hidup. Sehingga gaya hidup frugal berarti gaya hidup hemat.
Gaya hidup frugal selain membantu pemerintah mewujudkan NZE, juga membantu pelaku untuk bebas finansial di usia tertentu.
Bebas finansial? Duh mau dong. Di usia 40 tahunan tak lagi mengkhawatirkan masalah keuangan. Bisa keliling Indonesia, bisa menjadi filantropis, serta kegiatan lain yang tak mungkin dilakukan saat beban finansial masih menempel di pundak.
Gaya Hidup Frugal untuk Wujudkan Net-Zero Emissions
Kenal dengan Warren Buffett?
Tidak? Bagaimana dengan Mark Zuckerberg?
Saya juga, saya tidak kenal Warren Buffett maupun Mark Zuckerberg. Tapi siapapun tahu, 2 tokoh ini berhasil masuk masuk daftar orang terkaya di dunia versi Forbes (Forbes Real Time Billionaires List per 1 September 2021.
Mark Zuckerberg, si pemilik media sosial Facebook, Instagram, dan WhatsApp menempati peringkat ke- 4 dengan US$ 136,4 miliar, dan Warren Edward Buffett di peringkat ke-9 dengan US$ 103,7 miliar. (sumber)
Walau telah kaya raya, Mark Zuckerberg dan istrinya Priscilla Chan tetap bergaya hidup frugal. Alih-alih memakai baju/kendaraan mewah, pasutri ini mendonasikan kekayaannya untuk kelompok filantropis Chan Zuckerberg Initiative dan Chan Zuckerberg Biohub, yang salah satu kegiatannya mendanai pengujian virus Covid-19 di San Francisco Bay Area.
Sedangkan Buffett, tetap tinggal di rumah yang dibelinya sejak tahun 1958. Seperti diketahui, dia telah lama mendonasikan kekayaannya kepada Yayasan Bill and Melinda Gates dan empat yayasan lainnya.
Ingin bebas finansial dan menjadi filantropis seperti mereka?
Yuk terapkan gaya hidup frugal, agar bebas finansial di usia tertentu, sekaligus berpartisipasi mewujudkan Net-Zero Emissions (NZE)
Masak Sendiri, Stop Jajan
Pernah mengalkulasi biaya masak sendiri vs jajan?
Biaya masak sendiri pasti lebih murah karena hanya menghitung biaya produksi  (bahan makanan, gas dan lainnya). Tidak ada pengeluaran biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, biaya kemasan serta biaya lainnya.
Masak sendiri tidak hanya hemat, juga mengurangi sampah, si penyebab emisi gas rumah kaca (GRK).
Paling tidak ada 2 macam sampah yang timbul akibat membeli masakan matang (jajan), yaitu makanan yang tidak dihabiskan karena porsi terlalu banyak/rasanya tidak enak.
Serta kemasan (kantong plastik, styrofoam, kertas nasi, kardus) yang sulit didaur ulang. Pelaku daur ulang kantong plastik selama masih ini terpusat di Kota Bandung, sehingga sampah kantong plastik di kota lain bisa dipastikan akan berakhir di tempat penbuangan sampah akhir (TPA)
Sedangkan pelaku daur ulang sampah styrofoam nyaris tidak ada, termasuk kertas nasi yang rumit karena terdiri dari kertas dan plastik. Bahan kertas nasi sudah lama tidak direkomendasikan LIPI sebab merupakan bahan daur ulang yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. (sumber)
Gunakan Sepeda atau Transportasi Umum
Lebih hemat, itu sebabnya pelaku gaya hidup frugal memilih transportasi umum untuk jarak jauh dan jalan kaki/naik sepeda untuk jarak dekat.
Silakan kalkulasi deh biaya pemakaian kendaraan pribadi vs ongkos transportasi umum. Bisa dipastikan ongkos transportasi umum lebih murah.
Harus jalan kaki menuju transportasi umum?
Yup hitung-hitung olah raga deh. Badan sehat, dompet tetap tebal.
Atau jika jaraknya dekat, bisa gunakan sepeda, kendaraan yang tidak membutuhkan BBM dan pastinya tidak menghasilkan jejak karbon.
Ganti Poor Mindset dengan Rich Mindset
Pernah melihat sosialita yang meributkan tas branded di televisi? Mereka menunjukkan tas koleksinya yang tersimpan dalam beberapa lemari.
Jika Desi Anwar melihat tayangan tersebut, pasti akan tertawa.
Dalam beberapa potongan video di aplikasi TikTok, presenter berita terkemuka di Indonesia ini mengajak kita untuk menggunakan rich mindset, dibanding poor mindset.
Orang yang mempunyai poor mindset akan membeli banyak tas, banyak sepatu, dan banyak barang yang dibeli untuk menunjang gengsi serta untuk memuaskan keinginan semata.
Desi Anwar menyarankan untuk membeli barang (tas/sepatu) yang produktif, artinya bisa digunakan untuk berbagai keperluan dan awet/tahan lama.
Padahal berapa banyak sih sepatu yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari? Hanya sepasang kan? Demikian pula tas tangan. Tak mungkin kita membawa 10 tas branded sekaligus.
Tas/sepatu/barang branded itu pun akan ketinggalan mode, atau pemiliknya bosan, dan berakhir di tempat sampah, menimbulkan emisi gas rumah kaca.
Belanja Online Manfaatkan Diskon
Butuh laptop atau barang produktif lainnya?
Kemajuan teknonologi komunikasi sangat membantu pelaku gaya hidup frugal. Saat hari belanja nasional (harbolnas) biasanya penjual di e-commerce biasanya memberi diskon pada  produk lama.
Maksud lama bukan berarti ketinggalan zaman lho. Misalnya ketika Windows 11 muncul, otomatis laptop dengan Windows 10 tersisihkan. Produk inilah yang diberi potongan harga oleh penjual.
Belanja online memungkinkan pembeli membandingkan barang, dan membandingkan harga sebelum akhirnya memutuskan membeli.
Belanja online juga mengurangi emisi gas rumah kaca yang terjadi saat pembeli mendatangi toko/mall ke toko/mall lainnya.
Bersahabat dengan Tukang Reparasi
Salah satu hal paling menyenangkan dari budaya Indonesia adalah keberadaan ahli reparasi, mulai reparasi sepatu, tas, payung hingga bohlam lampu.
Kelompok mereka terbagi dua, kelompok reparasi tradisional yang membawa peralatannya keluar masuk perumahan. Serta kelompok kekinian yang menyewa lokasi di mall dan mempunyai brand kekinian pula.
Biaya reparasinya tentu berbeda karena keahliannya berbeda.
Tapi mereka sama-sama memperpanjang usia barang  (tas/sepatu) dengan memperbaiki agar bisa digunakan lagi
Bagaimana?
Gaya hidup frugal memungkinkan penurunan emisi bukan? Andai seluruh penduduk Indonesia melakukannya, tak tertutup kemungkinan target Net-Zero Emissions (NZE) bisa tercapai sebelum tahun 2060.
Bagaimana dengan para UMKM? Bukankah gaya hidup frugal mengajak pelakunya untuk masak sendiri dan menghindari jajan?
UMKM akan beradaptasi. Mereka akan menyediakan apa yang dibutuhkan pembeli, dan bukan sebaliknya, sehingga tumbuh ekosistem yang berkelanjutan, perekonomian pun tumbuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H