Padahal, mengolah sampah organik itu mudah banget. Ada tanah kosong di sudut halaman? Bisa banget membuat komposter nan kece seperti di taman lansia RW 09 Kelurahan Sukaluyu Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung.
Atau membuat komposter dari barang disekeliling kita. Saya membuat komposter dari bekas kotak buah yang terbuat dari kayu. Gratis dari penjual buah yang merasa senang, kotak kayunya bermanfaat. Biasanya dibuang begitu saja.
Ke dalam komposter, saya masukan sampah dapur, hasil menyiangi tanaman dan daun-daun yang rajin berjatuhan dari pohon Salam serta pohon Jambu. Untuk mempercepat proses, saya menyiram dengan MOL (mikroorganisme lokal) yang terbuat dari air sisa cucian beras, terasi dan air gula.
Ngga punya lahan kosong? Gampang, bikin aja takakura. Caranya bisa diklik disini. Takut bau? Beri lapisan tanah pada sampah agar bau hilang. Ini cara kuno, warisan nenek moyang kita yang menutup semua penyebab bau dengan tanah.Â
Jadi ngawur banget tuh jika ada yang membuang tikus mati ke jalan umum. Bukannya menyelesaikan masalah, malah menyebarkan kuman penyakit. Sungguh salah kaprah.
Ih spoilernya kepanjangan ya? Jadi gini, tema HSPN 2019 kan "Kelola Sampah Hidup Bersih, Sehat dan Bernilai". Tema yang terlalu umum ya? Mungkin karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mati gaya.Â
Alih-alih melakukan pendekatan pengelolaan sampah dengan cara mudah dan murah, malah menyodorkan insinerator (membakar sampah) sebagai solusi (lihat spanduk). Padahal seperti kita tahu, membakar sampah jelas melanggar undang-undang, selain itu biayanya mahal bukan main.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H