Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jangan Buruk Wajah Cermin Dibelah di Lautan Sampah Sungai Bekasi

14 Januari 2019   08:11 Diperbarui: 14 Januari 2019   08:22 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kali Pisang Batu Bekasi (sumber: Kompas.com)

Jika sistem pengatur tubuh bermasalah, maka manusia akan sakit. Demikian pula dengan alam.

Pernahkah Anda mengidap suatu penyakit? Pasti ada gejalanya bukan? Peringatan bahwa badan tidak sehat bisa berupa kepala pening, sakit perut, demam dan yang lainnya.

Demikian pula dengan alam. Alam yang sakit menunjukkan gejala. Harusnya musim kemarau, tapi kok hujan terus menerus?  Harusnya udara sejuk di pagi hari, tapi kok panas menyengat?

Dan, ... harusnya sungai dialiri air tapi kok malah dipadati sampah? Bukankah sampah seharusnya berada di TPA dan TPS?   Kok malah berbondong-bondong memenuhi sungai? Pasti ada yang salah!

Terlebih sampah yang memenuhi Sungai Citarum, dan yang terbaru, lautan sampah di sepanjang 1,5 km   Kali Pisang Batu Bekasi.  Bahkan saking tebalnya,  membentuk daratan baru.

Dimana letak salahnya?

Buruk Wajah Cermin Dibelah

Seperti biasa, warga masyarakat pembuang sampah menjadi tertuduh. Tuduhan klise. Dilakukan oleh pejabat terkait, pembaca berita dan masyarakat terdampak. Mereka saling menyalahkan.

Kita lupa, bahwa warga masyarakat hanyalah bagian dari suatu sistem yang dibuat pemerintah. Pemerintah Indonesia menerapkan sistem "kumpul, angkut, buang" dengan skema berikut:

sistem persampahan di Indonesia (sumber: jujubandung.wordpress.com)
sistem persampahan di Indonesia (sumber: jujubandung.wordpress.com)
Jika ada warga masyarakat yang tidak menjalankan aturan/keluar dari sistem, pemerintah sudah menyiapkan regulasi yang pelaksanaannya disesuaikan di masing-masing wilayah.

Lengkap bukan?

Bak sistem dalam tubuh yang menunjukkan gejala jika sistem tidak berjalan dengan benar. Sistem persampahan yang tidak berjalan normalpun akan menunjukkan reaksi, salah satunya lautan sampah di sungai Citarum dan Kali Pisang Batu, Bekasi.

Penyebabnya ada di artikel lainnya dari Kompas.com yaitu:  Pemkab Bekasi Mengaku Kekurangan Truk Sampah.  Seperti yang dikatakan oleh Kabid Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Dodi Agus Suprianto, Pemkab Bekasi membutuhkan  325 truk pengangkut sampah. Keterbatasan anggaran membuat Pemkab Bekasi hanya memiliki 104 truk pengangkut sampah. Jauh banget!

Kekurangan truk sampah inilah yang membuat sampah terlambat diangkut. Atau malahan tidak diangkut sama sekali. Terjadi tidak hanya di Pemkab Bekasi, juga di Pemkot Bekasi yang menjadi tertuduh lautan sampah Kali Pisang Batu Bekasi. 

Dan  Pemkot Bandung, Pemkab Bandung, Pemkab Bandung Barat, tertuduh lautan sampah Citarum. Serta hampir seluruh kawasan tanah air. Mungkin hanya kota Surabaya yang cukup berhasil karena ibu Risma berani menganggarkan pos persampahan dengan cukup tinggi.

Selain masalah truk sampah, banyak penyebab lain yang memaksa warga masyarakat membuang sampah sembarangan. Di beberapa  kawasan di Indonesia, tidak ada petugas pengangkut sampah. Tidak ada TPS. TPA bermasalah, tidak dapat menerima timbunan sampah.

Dengan kata lain, sistem persampahan di Indonesia tidak berjalan dengan benar. Sementara produksi sampah tak terelakkan  selama warga masyarakat beraktivitas.

Baca juga: Dunia Tanpa Sampah Bukan Impian

Berlaku adagium Buruk Wajah Cermin Dibelah, jika hanya mampu menyalahkan  warga masyarakat sebagai pembuang sampah sembarangan. Beresin dulu dong sistemnya. Tegakkan peraturan. Jika masih ada yang buang sampah sembarangan, jangan takut, warga masyarakat lainlah yang akan menghukum.

Manajemen Panik

Akibat tragedi lautan sampah Kali Pisang Batu Bekasi, Menko Maritim mengadakan pertemuan khusus. Apa hasilnya? Kurang lebih seputar pengerukan Kali Pisang Batu Bekasi.  Hampir sama dengan apa yang dilakukan Gubernur Jabar dan satgasnya. Yang terakhir ini malah berencana menganggarkan alat pembakar sampah (insinerator).

Membangun insinerator di sepanjang sungai jelas menunjukkan manajemen yang panik. Kocar kacir. Karena lautan sampah di sungai merupakan hilir suatu masalah. Sistemlah yang harus dibenahi. Agar pengobatan bisa dilakukan menyeluruh, langkah-langkah preventif dilakukan kemudian.

Jika sistem yang berlaku sekarang, yaitu  "kumpul,angkut, buang" membutuhkan biaya tinggi yang tidak dapat ditutup APBD setempat. Mengapa tidak menggantinya dengan sistem yang lebih murah?

Kawasan nol sampah di kelurahan Sukaluyu Bandung membuktikan bahwa warga masyarakat mau nurut kok, selama sistemnya jelas. Petugas pengangkut sampah bekerja penuh komitmen dan konsisten.

Baca juga:  Jangan Bakar Sampah, Jadikan Energi Terbarukan

Di kawasan RT 09 Kelurahan Sukaluyu, Kota Bandung, setiap warga wajib memilah sampah. Sampah organik dimasukkan dalam ember yang akan dipindahkan oleh petugas untuk dikompos atau dijadikan bahan baku biogas. Sedangkan  sampah anorganik dimasukkan dalam kantong plastik/kardus/apapun, untuk dikumpulkan dan menjadi honor tambahan petugas sampah.

Bisa karena biasa, sudah lama dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sayangnya sering terlupa, karena terbuai kemajuan teknologi. Sementara untuk mengimplementasikan kecanggihan teknologi dibutuhkan manusia cerdas dan kompeten yang tidak muncul begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun