Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bandung Agri Market, Tempat Nangkringnya Penggemar Urban Farming

10 Agustus 2017   17:32 Diperbarui: 13 Agustus 2017   14:08 2713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandung Agri Market (dok.pribadi)

Pingin banget berkebun (urban farming), tapi ngga tau dari mana harus mulai.

Pingin bertanam hidroponik, tapi takut harga instalasi kemahalan.

Pingin jualan hasil panen sayuran, sayangnya sulit nembus supermarket nih. Lokasinyapun jauh, habis dong keuntungan untuk bayar ongkos transport.

Orang kota ingin bertani? Hmmm...pastinya langsung teringat foto-foto urban gardening di Instagram. Terlebih jika yang ingin ditanam adalah sayuran. Calon pelaku urban farming akan membayangkan bisa mengonsumsi sayuran segar setiap saat. Perlu sayuran untuk mi instan tinggal metik, mau memasak tumis pakchoy tidak perlu ke pasar.

Kenyataannya? Kangkung tumbuh kurus-kurus. Tomat tak kunjung berbuah. Tanaman cabe terkena hama. Duh!

Ketika panen tiba, masalah lain timbul. Sayuran berlimpah padahal saudara dan kerabat sudah mendapat kiriman. Mau dijual ke pasar tradisional atau ritel modern ternyata tidak mudah, harus melewati sensor dan butuh biaya ekstra untuk transportasi.

Berbagai masalah dan pertanyaan anggota masyarakat tersebut rupanya direspons dengan baik oleh pemerintah kota Bandung. Setidaknya oleh Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil pencetus Indonesia Berkebun yang tentunya sangat paham permasalahan yang dihadapi pelaku urban farming. Tak heran, Kang Emil, panggilan Ridwan Kamil, menggelar Bandung Agri Market yang diselenggarakan pertama kali pada 25 Mei 2014 agar para pegiat urban farming saling bertemu termasuk dengan para konsumen, calon pegiat dan instansi yang berwenang yaitu Dinas Pertanian.

Minggu, 6 Agustus 2017 saya berkesempatan mengunjungi Bandung Agri Market (BAM) yang diselenggarakan di jalan Sukarno, depan alun-alun Kota Bandung. Apa saja yang bisa ditemui para pengunjung? Berikut laporan sekilas pandang:

Pameran Sayuran, Buah dan Bunga

dok.pribadi
dok.pribadi
Pertanyaan mengenai tanaman apa saja yang bisa ditanam di area urban farming akan terjawab di sini. Mulai dari tanaman lokal yang dikonsumsi sehari-hari, tanaman obat, hibrida yang baru dikembangkan hingga tanaman impor.

Pengunjung akan berdecak kagum sambil tak henti-hentinya bertanya. Ini cabe apa kok hitam warnanya? Bisa dimakan? Rasanya pedas? Ini tomat apa kok warnanya ungu? Bisa dimakan? Ini tanaman apa? Ini bunga apa? Ini buah apa?

Penggemar tanaman pastinya betah berkeliling disini. Mendatangi stand demi stand untuk mengagumi hasil panen atau tanaman dalam pot yang boleh dibeli dengan harga murah. Tanpa terasa tangan merogoh kocek dalam-dalam. Karena, kapan lagi ada event serupa?

Pameran Peralatan Urban Farming

hidroponik (dok.pribadi)
hidroponik (dok.pribadi)
Mau memilih cara bertanam? Cara konvensional atau kekinian seperti hidroponik? Semua lengkap disini. Jika memilih hidroponik maka tersedia instalasinya, rockwoll, pot khusus tanaman hidroponik hingga pupuk AB mix.

Bibitnyapun ada. Mau sebungkus besar atau pilih yang sudah dikemas dua ribuan rupiah? Bibit tersedia untuk hampir setiap tanaman yang memukau pengunjung.

Pengunjung berkesempatan memilih, beli bibit yang murah tapi harus tanam sejak awal atau membeli yang siap panen dalam pot. Asyik bukan?

Pameran Hasil Olah Urban Farming.

herbal kering siap seduh (dok.pribadi)
herbal kering siap seduh (dok.pribadi)
Kebutuhan kaum urban akan produk instan rupanya ditangkap dengan baik oleh pelaku urban farming sehingga digelaran Bandung Agri Market tidak hanya bahan mentah yang ditemui tapi juga makanan siap santap dan herbal siap minum.

Juga ada herbal yang telah dikeringkan dan siap seduh seperti herbal daun Encok (plumbago zeylanica), Keji Beling, daun Afrika Selatan (Nan Fei Shu), daun saga. Walau masih dikemas sederhana, hasil produk kelompok tani ini sangat membantu anggota masyarakat yang membutuhkan produk herbal tapi tidak bisa menanam di pekarangannya.

Pameran Hasil Kreativitas Urban Farming

dok.pribadi
dok.pribadi
Berbeda dengan cara berkebun konvensional, pelaku urban farming kerap berkreasi. Mungkin disebabkan latar belakang yang heterogen, tak pelak segi artistik dan kepedulian terhadap lingkungan mewarnai aktivitas petani urban.

Tanaman selada ungu ini misalnya ditanam dengan menggunakan bekas wadah makanan dan gelas plastik air mineral agar bisa tumbuh tegak menawan.

Pelatihan urban farming

Tertarik urban farming tapi tidak tahu darimana memulai? Dinas Pertanian Bandung menyelenggarakan pelatihan gratis. syaratnya mudah, cukup mengumpulkan 30 orang maka kegiatan berikut bisa langsung dilaksanakan:

  • Pelatihan tanaman hias
  • Pelatihan anak sekolah
  • Pelatihan hidroponik

Beberapa penjual instalasi hidroponik juga acap menyelenggarakan pelatihan berbayar. Tidak perlu menunggu 30 orang, pelatihan  individu atau grup bisa langsung dilakukan. Ya iyalah ya? ^_^

Oleh-oleh
Penyelenggara Bandung Agri Market (BAM) tak membiarkan pengunjung pulang dengan tangan kosong. Cukup mengisi daftar hadir maka buah tangan gratis berikut ini bisa dibawa pulang:

  • 500 bibit strawberry
  • 150 bibit pohon markisa
  • 275 bibit pohon cabe
  • 80 pohon terong
  • 500 pestisida nabati
  • 100 seedling anggrek
  • 50 kantong bibit ikan mas
  • Ratusan pohon mangga, belimbing, jeruk, rambutan, jambu

dok.pribadi
dok.pribadi
Sip, saya yakin pengunjung akan puas usai mengelilingi area Bandung Agri Market. Semua komplet. Ada lantunan musik dari panggung. Ada area berfoto yang instagramable. Ada makanan dan minuman. Ada oleh-oleh.

Sesuai harapan kang Emil, harusnya event seperti ini diselenggarakan secara periodik. Minimal sebulan sekali, agar pelaku urban farming mendapat keuntungan yang signifikan. Perhitungan pengeluaran biaya transportasi dan lain-lain menjadi masuk akal alias lebih dari sekedar balik modal.

Sesudah itu, setelah kegiatan berkebun lebih meluas, maka kegiatan dapat dilakukan seminggu sekali. Sehingga konsumen cabe tidak menjerit ketika harga melambung, seperti harapan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Karena sejatinya kaum ibu di Indonesia bukan pemalas apalagi penggosip.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun