Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lompatan Quantum Menuju Ekonomi Hijau

28 Februari 2017   18:30 Diperbarui: 2 Maret 2017   06:00 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Maria G. Soemitro

Titik reuse akan semakin berkembang. Pasukan kurir tidak hanya menawarkan jasa membeli makanan tapi juga reparasi. Titik usaha reparasi akan bekerja dengan lebih professional karena didukung perusahaan terkait dan dilindungi regulasi. Sehingga tidak ada kasus Kusrin yang menyerempet bahaya e-waste dengan produk televisi merk Maxtreen-nya karena dengan bantuan satelit akan terlihat kawasan berbahaya yang dipenuhi limbah elekronik dan limbah B3.

 Titik recycle akan menjamur dengan harga kompetitif. Semakin menipisnya hasil pertambangan akan membuat harga membumbung tinggi, mengakibatkan pelaku industry melirik bahan baku hasil daurulang dan menetapkan berbagai kriteria yang berusaha dipenuhi produsen recycle. Bahkan jika bebassampahIDbaru memetakan titik-titik pengelolaan sampah, dengan bantuan satelit akan nampak lokasi bahan baku yang dibutuhkan secara spesifik. Lokasi biji plastik dengan beragam jenisnya, bahan baku besi hasil daur ulang, bahan baku tembaga daurulang dan sebagainya.

Imbasnya tentu saja tidak hanya di hilir tapi sejak hulu. Akibat tuntutan pasar, terjadi banyak perubahan:

Desain produk.Jika sekarang perusahaan hanya memproduksi produk sekali pakai tanpa memperhitungkan kelanjutannya, maka berkat industry digital akan muncul data produk yang memenuhi syarat untuk diolah kembali. Produk yang tidak masuk radar karena tidak berhasil memenuhi persyaratan akan ditinggalkan.

Inovasi baru bermunculan. Contoh kasus adalah daur ulang kemasan antiseptik yang diproduksi PT Tetrapak. Perusahaan asal Swedia ini mematuhi regulasi dengan membiayai penelitian agar sampah kemasannya bisa dikumpulkan dan didaur-ulang menjadi berbagai produk baru seperti buku, ember hingga bahan bangunan yang terbuat dari campuran alumunium, kertas dan plastik seperti berikut:

Dok. Maria G. Soemitro
Dok. Maria G. Soemitro
Sayang karena salah informasi, proses ini terhenti. Sampah kemasan antiseptikpun kembali menumpuk di tempat sampah tanpa solusi.

Atas kasus ini,  Indonesia harus menepuk pundak  PT Tetrapak  agar kembali memenuhi kewajiban, juga perusahaan –perusahaan lain yang selama ini abai terhadap sampahnya. Sehingga Indonesia tidak menjadi sekedar sasaran produk  konsumtif tapi juga negara pemroduksi bahan baku untuk ekspor.

Bonus demografi yang dimiliki Indonesia sangat memungkinkan membawa Indonesia masuk dalam deretan negara super power. Jumlah sampah yang berasal dari 258 juta jiwa (data BPS 2016) alih-alih menjadi beban, bisa diproses menjadi sumber daya. Hasil olah sampah organik bisa menyuburkan kembali lahan-lahan pertanian agar ekonomi petani membaik. Sedangkan hasil olah sampah anorganik akan menjadi pasokan bahan baku dalam negeri dan luar negeri dengan harga kompetitif.  Era ekonomi hijau yang sesungguhnya.

Tiga hal dibutuhkan untuk menjadi negara super power, yaitu jumlah penduduk, kemajuan teknologi dan ekonomi.  Terobosan teknologi  yang didukung kekuatan satelit digunakan semaksimal mungkin oleh industry kreatif. Tinggal menunggu hasil meningkatnya perekonomian yang tanpa ragu pasti akan terjadi.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun