Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pak Amran, Ini Lho yang Harus Disiapkan Sebelum Meminta Ibu-ibu Menanam Cabai

18 Januari 2017   22:19 Diperbarui: 19 Januari 2017   13:35 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cabai rawit merah, harganya mengungguli harga daging sapi (dok. Maria G.Soemitro)

“Kita putuskan kemarin saya akan kasih 10 juta pohon cabai untuk ibu-ibu PKK seluruh Indonesia, biar tanam di rumah. Petani tetap tanam untuk industri. Cabai kan gampang ini," ungkap Spudnik Sujono, Direktur Jendral Holtikutura Kementerian Pertanian. Pernyataan senada dan seirama juga diberikan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaeman yang selain menyuruh menanam cabai juga menuduh ibu-ibu rumah tangga sebagai mahluk yang malas (sumber).

“Ini cabai saja berteriak malas. Kenapa malas? Ibu-ibu ada 126 juta penduduk Indonesia, kalau ini bergerak tanam cabai, mengurangi gosipnya 5 menit dengan tanam cabai 5 menit per pagi, selesai persoalan cabai di republik ini yang selalu kita bahas,” ujarnya (sumber).

Oh…oh…oh…siapa yang dimaksud malas oleh Pak Amran? Apakah kami para ibu rumah tangga yang setiap hari harus memastikan suami dan anak selalu kenyang serta berpakaian rapi? Yang setiap dini hari harus bangun sementara seisi rumah masih tertidur dan baru beranjak ke peraduan di malam hari tatkala seisi rumah telah berselimut mimpi?

Waduh, apakah gara-gara harga cabai melonjak tinggi, kami masuk kategori malas, senang bergosip, dan harus tanam cabai? Bukankah keresahan harga cabai berasal dari pasar? Mengapa solusinya menafikan keberadaan pasar? Peran pasar sebagai penampung komoditi dan penentu harga jelas tidak bisa digantikan dengan penanaman cabai oleh ibu-ibu.

Ibarat pendekar melancarkan jurus mabuk yang tidak mengenai sasaran. Analoginya seorang penderita diare harusnya minum obat, jangan hanya membalur perutnya dengan minyak kayu putih. Kapan sembuhnya?

Sebetulnya strategi bagi-bagi tanaman ini bukan hal baru. Kelompok ibu rumah tangga (termasuk ibu-ibu PKK) di suatu wilayah yang bisa menyiapkan lahan pertanian akan masuk program kelompok wanita tani (KWT). Ah, bukankah ini domain Kementerian Pertanian?

Bertujuan menutup peluang korupsi, di awal kepemimpinannya Wali Kota Bandung mengubah dana hibah berupa uang bagi kelompok wanita tani (KWT) menjadi hibah tanaman. Sebelumnya, setiap KWT mendapat dana hibah sebesar Rp 50 juta yang sayangnya sering berakhir menjadi bancakan di antara aparat dan para oknum di sekitar KWT. Selain itu, sebelum tahun 2015 penerima dana hibah tidak diharuskan memiliki legalitas, tidak heran bila ditemukan KWT fiktif.

Berbekal data di atas, Ridwan Kamil memutuskan agar ada pihak ketiga yang menyediakan kebutuhan KWT seperti media tanah, pupuk, pot (besar dan kecil) polybag, perlengkapan pembuatan rumah bibit, pergola serta berpuluh bibit/tanaman muda seperti terong, tomat, dan cabai. Sayang fakta lapangan tak sesuai harapan, ribuan tanaman itu berpenyakit atau sekarat. Tentu saja ada yang bertahan, tapi persentasenya sangat kecil. Berikut beberapa penyebabnya:

Krisis Air
Mengutip data dari buku “Kehausan di Ladang Air” karangan Zaky Yamani, penduduk miskin perkotaan menggunakan 30 persen penghasilannya untuk membeli air. Komunitas dampingan saya yang kebetulan juga merupakan KWT, tak lepas dari problem krisis air di musim kemarau. Beruntung ada satu sumur umum di tengah permukiman. Walau keluhan tetap terdengar, “Atuh bu untuk keperluan masak aja susah, masa tega untuk nyiram tanaman?”

Krisis Lahan
Pemilik lahan enggan menggunakan tanahnya yang terlantar, sementara warga yang ingin berkebun justru kesulitan. Tak jarang mereka diusir dari kebun yang awalnya lahan telantar. Pemilik enggan tanahnya menjadi produktif, dengan sejuta alasan.

Komunitas dampingan saya mengalami 3 kali pengusiran, beruntung seorang pemilik lahan di tengah pemukiman akhirnya membukakan pintu dan mengikhlaskan tanahnya dikelola ibu-ibu PKK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun