Selain GIDKP, komunitas lain yang melakukan gerakan inisiasi adalah Clean Action yang mengajak perubahan perilaku menuju nol sampah di gelaran besar yang melibatkan masyarakat umum, pengurangan plastik dengan menggunakan tumbler dan gerakan pungut sampah (GPS).
Edukasi bank sampah dilakukan oleh Bumi Inspirasi yang melihat musibah sampah bisa diubah menjadi berkah sampah. Konsepnya adalah kewirausahaan social yaitu implementasi bisnis yang menghasilkan profit berupa materi dan pengurangan sampah. Mungkin timbul pertanyaan, bagaimana kalkulasi sampah secara bisnis?
Berdasarkan data kemendagri.go.id jumlah kepala keluarga (KK) per Ahad, 9 Oktober 2016 adalah 62.285.478 dari total penduduk 200.808.313 jiwa. Andaikan setiap KK diwajibkan menjadi anggota yang memisah sampah dan menyetorkannya setiap minggu ke bank sampah, maka jumlah uang yang terkumpul adalah
62.285,478 KK x Rp 1.000 = Rp 62.285.478.000 per minggu
Potensinya bisa lebih besar karena yang digunakan sebagai contoh hanya penyetoran uang hasil sampah anorganik sebesar Rp 1.000/per minggu sementara faktanya setiap kepala keluarga bisa menabung belasan ribu rupiah/minggu.
Jadi, mengapa tidak diimplementasikan? Karena seperti lembaga keuangan lainnya, dibutuhkan regulasi yang memayungi setiap bank sampah dan aktivitasnya dengan rigid. Diperlukan kerja sama dan sosialisasi terus menerus oleh banyak pihak: instansi pemerintah, media, pihak swasta, lembaga independen yang bergerak dalam lingkup sosial dan lingkungan serta lembaga pendidikan.
Karena gerakan perubahan yang nampak sepelepun mengundang banyak kontroversi. Diet kantong plastik misalnya. Setelah 6 tahun mengadakan kampanye masif dan terus menerus, perwakilan instansi terkait menyepakati bahwa konsumen pasar swalayan harus membayar kantong plastik, tidak gratis. Sayangnya setelah 3 bulan uji coba, pemerintah tak kunjung membuat regulasi yang memayungi perubahan ini sehingga Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) sebagai perwakilan pasar swalayan memutuskan agar kantong plastik diberikan secara cuma-cuma lagi. Tidak hanya kelompok GIDKP yang mewakili Gen Z yang kecewa tapi juga konsumen ritel modern. Seiring waktu cara pandang pelanggan ritel modern sebagai penghasil sampah berubah. Mereka memahami bahwa masalah sampah bisa diselesaikan bersama-sama.
Bagaimana GIDKP menyikapi hambatan ini? seperti umumnya anak muda, mereka pantang menyerah. Mereka membuat gerakan pengumpulan tanda tangan lagi melalui Change org. dengan judul “Lanjutkan Penerapan Kantong Plastik Tidak Gratis dan Publikasikan Data Pengurangan Kantong Plastik! Kampanye pengurangan kantong plastik tetap dilakukan dengan gigih.
Menyikapi betapa militannya Gen Z menggawangi perubahan, tak berlebihan jika generasi sebelum Gen Z harus mendukung gerakan mereka. Gerakan perubahan bagi masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan. Mereka yang belum terlibat harus ambil bagian. Karena seperti kata pakar lingkungan, David Sutasurya: “ Bersih itu bonus hasil pengelolaan sampah yang benar. Jika sampah dikelola dengan semestinya maka bisa dipastikan lingkungan menjadi nyaman dan bersih”.
Jadi, mau menunggu apalagi? Senyum adalah ciri khas bangsa Indonesia, budaya bersih sebetulnya budaya Indonesia yang sering dilupakan. Mari bersama wujudkan gerakan budaya bersih dan senyum bersama Gen Z, generasi pemilik masa depan Indonesia. Generasi yang selalu tersenyum menyongsong siapapun yang berkunjung . Karena mereka bertanggung jawab terhadap citra dan kenyamanan hidup penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H