Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tenunan Toleransi Beragama, Jangan Terkoyak

14 September 2016   22:40 Diperbarui: 14 September 2016   23:51 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Indonesia.ucanews.com

Masalah Zulfa sebetulnya bisa dicarikan solusinya. Tidak harus naik kepermukaan dan menjadi santapan pembuat keonaran yang tidak peduli toleransi hidup beragama. Diperlukan kepedulian banyak pihak yang sesungguhnya memiliki kewajiban menunaikan tugasnya.

Keluarga sebagai Benteng Kerukunan

Keluarga, elemen terkecil dalam masyarakat sekaligus terpenting. Tentunya kita semua sependapat bahwa setiap anak terlahir suci murni, bersih, tanpa noda intoleransi. Orangtualah yang bertanggungjawab memberikan pendidikan toleransi sejak dini. Bahwa dunia penuh dengan keberagaman. Tidak boleh menghakimi orang yang berbeda agama karena hak prerogatif ada pada Tuhan, Sang Pencipta.

Jika di setiap perbedaan, orang tua memberi kesempatan berdiskusi yang nyaman bagi anak-anaknya maka kecil kemungkinan mereka akan terpengaruh bujukan gerakan radikal yang mengatas namakan agama.

Sekolah sebagai Tumpuan

Penelitian Setara Institut yang dilakukan di 171 sekolah tingkat SMA di Kota Bandung dan Jakarta menghasilkan data 61,6 % siswa toleran, 35,7 % siswa intoleran pasif (puritan), 2,4 % intoleran aktif (radikal) dan 0,3 % berpotensi menjadi teroris.

Untuk mengantisipasi fakta adanya sejumlah siswa yang bersikap intoleran baik pasif maupun aktif, guru memegang peranan penting dalam memberikan contoh yang baik dalam bersikap toleran. Pendidikan anti intoleransi harus menjadi suplemen dalam pendidikan agar stigma-stigma agama yang berkembang di masyarakat bisa dihilangkan.

Tokoh sebagai Teladan

Tidak banyak tokoh (agama/seni/politik/lainnya) yang menyadari dirinya merupakan panutan kehidupan bertoleransi bagi para pendukung/pengagumnya. Salah satu yang sedikit itu adalah Ridwan Kamil, Walikota Bandung yang memiliki 2.429.604 likers di halaman facebooknya. Ketika salah seorang warga mengutarakan keberatan atas kegiatannya masuk gereja untuk mengucapkan selamat hari Natal, Ridwan Kamil menjawab:

Puput sayang, saya tidak mau kayak Erdogan. Saya mau menjadi diri saya sendiri. Kalo saya seorang warga biasa, dalil tidak boleh itu bisa dipahami. Saya ini pemimpin semua umat beragama. Ada kewajiban melindungi. Surga nerakanya pemimpin ada pada adil tidaknya keputusan untuk umatnya. Saya sudah disumpah untuk adil pada SEMUA warga Bandung. kamu tau darimana bisa mengukur kadar akidah saya? Kamu Tuhan? Kenapa juga kamu masih haha hihi pake facebook?IG punya Yahudi? NKRI juga sudah merumuskan falsafahnya dengan Pancasila bukan dengan piagam Jakarta. Haturnuhun.

Andaikan setiap tokoh yang memiliki banyak pendukung, mau menunjukkan teladan toleransi maka pendidikan keberagaman menjadi lebih mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun