Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pak Jokowi, Jangan Paksakan PLTSa!

15 Juli 2016   12:50 Diperbarui: 16 Juli 2016   11:40 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inisiatif pengolahan sampah telah banyak dilakukan warga. Mereka membentuk komunitas-komunitas pengolahan sampah seperti bank sampah, penggunaan biodigester pengolah sampah dapur menjadi gas metan di kompor dan masih banyak lagi. Tidak dapat ditulis secara spesifik di sini karena setiap wilayah mempunyai ciri khasnya masing-masing sehingga mereka bisa memilih cara yang paling tepat dan paling sreg dilakukan.

Seorang kawan yang kebetulan menghuni perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) berkisah bahwa di wilayah ini sudah diberlakukan retribusi sampah secara progresif. Sampah yang diambil petugas harus dalam keadaan terpilah dan jika ada penghuni yang enggan membayar retribusi sampah maka rumahnya akan ditempeli stiker bertuliskan: “Rumah ini tidak berlangganan pengelolaan sampah”. Malu kan?

Bank sampah mungkin sulit dilakukan di BSD, toh sampah anorganik telah diambil petugas yang berasal dari perusahaan swasta yang ditunjuk. Tetapi warga bisa menggunakan biodigester pengolah sampah organik atau memperoleh kompos yang berasal dari hasil penebangan pohon peneduh seperti di kota Nagold, Jerman berikut.

img1468547623037-578876414023bdee0631f6d2.jpg
img1468547623037-578876414023bdee0631f6d2.jpg
Banyak contoh menunjukkan bahwa kebijakan top to the bottom sering berakhir dengan kegagalan. Terkadang pemerintah harus memperlakukan warga penduduk seperti bapak ke anak-anaknya. Diberi penghargaan jika si anak berprestasi dan mendapat sanksi apabila melanggar peraturan. Jika pemerintah sanggup menggelontorkan 1,5 triliun hanya untuk membangun sebuah PLTSa, belum termasuk pembayaran tipping fee untuk setiap tonnya, masa sih pemerintah tidak bisa menganggarkan untuk desentralisasi sampah yang jumlahnya pasti tidak sefantastis itu. Untuk rakyat lho pak. Bukankah pembangunan ditujukan untuk rakyat? Bukan untuk segelintir cukong gendut pemilik proyek. Betul kan pak?

Sumber :

Alpen steel 

Kompas cetak 15 juli 2016

Sumber foto:

www.unwelcomeguests.net ; stmarysstar.com.au (asap; kota)

Maria N. Petronella (Nagold, jerman)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun