Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ridwan Kamil, Ruang Publik Dan Meningkatnya Indeks Kebahagiaan

30 September 2015   18:44 Diperbarui: 30 September 2015   22:53 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Keuken, kuliner di ruang publik"][/caption]

Hari Habitat Dunia

Setiap hari Senin pertama bulan Oktober telah ditetapkan PBB sebagai Hari Habitat Dunia, dan tahun 2015, jatuh pada tanggal 5 Oktober. Tujuannya untuk mengingatkan bahwa setiap manusia memiliki hak dasar yaitu tempat tinggal yang memadai dan terjamin dalam pembangunan yang berkelanjutan.

Kota Bandung sebagai kota terpadat kelima di Indonesia, dibawah kepemimpinan Ridwan Kamil (masa bakti 2013 – 2018) telah maju selangkah dalam memenuhi kebutuhan warganya akan ruang untuk mengaktualisasi diri. Tujuan yang ditetapkan adalah meningkatkan indeks kebahagiaan dengan menggunakan ruang-ruang publik seefektif dan seefisien mungkin. Agar warga kota merasa nyaman dalam habitatnya, dalam ekosistem dimana mereka lahir, tumbuh dan berkembang. Ketika tercapai suasana kondusif yaitu terbukanya pintu-pintu komunikasi, diharapkan warga bisa menyuarakan kebutuhan komunitasnya. Agar tidak terjadi kebijakan yang bersifat topdown dan berakhir mangkrak. Bukan karena warga tidak memerlukan tapi umumnya disebabkan ketidakpahaman.

Inspirasi

Bangunan itu hanya kecil, seluas kurang lebih 300 meter persegi. Tapi kelompok – kelompok yang tersebar di beberapa ruangan nampaknya tidak peduli. Sebagian anggota kelompok duduk di bangku kayu, sebagian lesehan, mereka saling berdiskusi, saling berlomba melahirkan ide kreatif dengan aktifnya. Sebagian ide berhasil ditangkap dan diwujudkan. Sebagian lagi terpaksa dibiarkan terbang, menunggu waktu yang tepat untuk dimunculkan kembali.

Bangunan yang dimaksud adalah ruang publik bernama Simpul Space, tempat Bandung Creative Center Forum (BCCF) yang dibentuk pinisepuh Kota Bandung pada tahun 2008. Dikemudian hari BCCCF menjadi organisasi independen dan setiap tahunnya membuat gelaran akbar bernama Helar Festival, yaitu rangkaian kegiatan kreatif dengan tujuan mengintervensi ruang publik kota.

Sebagai mantan Ketua BCCF, rupanya Ridwan Kamil melihat kegembiraan warga selama gelaran Helar Festival. Warga yang berasal dari beragam latar belakang, lintas usia dan lintas ekonomi larut dalam sukacita penuh makna. Karena setiap kegiatan memiliki misi tersembunyi. Ulin Sasab misalnya, merupakan petualangan anak-anak di ruang publik , Hutan Kota Babakan Siliwangi , mereka bermain dan masuk kedalam lorong-lorong sesuai arahan pelatih yang bila salah bisa sasab (tersasar) di hutan. Suatu pengalaman seru yang sulit ditemukan dalam budaya urban.

Tidak berlebihan jika Ridwan Kamil mengambil kesimpulan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Helar Festival bisa meningkatkan indeks kebahagiaan warga:

[caption caption="Bandung Culinary Night"]

[/caption]

Culinary Night.

Mengadopsi beberapa kegiatan serupa yang sebelumnya dilaksanakan di pusat Kota Bandung, Culinary Night diselenggarakan di sekitar perumahan dengan menutup beberapa ruas jalan dan memberi kesempatan penghuni kawasan untuk ikut berdagang.

Warga masyarakat yang datang bisa saling menyapa, tersenyum dan berbagi. Karena seiring kesibukan, tetangga satu lokasi rukun tetangga (RT) sering sulit berjumpa bahkan banyak diantara mereka tidak saling mengenal. Sementara sesuai kodratnya, manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan interaksi dalam habitatnya, agar merasa nyaman dalam menjalani rutinitas hidup sehari-hari.

Pembeli juga bisa berinteraksi intens dengan penjual sehingga tidak heran terdengar derai tawa yang berkepanjangan karena proses jual beli antar warga. Mungkin akhirnya akan menjadi wirausaha baru, mungkin juga tidak, tapi manfaat yang sesungguhnya berhasil diperoleh yaitu warga masyarakat yang bergembira ria karena rasa dikembalikannya ruang-ruang tempat mereka tumbuh. Dengan biaya murah, diperoleh manfaat positif yang tidak bisa diukur dengan materi yaitu perasaan memiliki ruang, tidak sekedar mahluk yang berada di suatu ruang.

[caption caption="taman Musik, terdapat monumen tragedi AACC disini"]

[/caption]

Taman tematik

Dalam setiap gelaran Helar Festival selalu muncul ide kreatif baru yang harus dipupuk dan dikembangkan. Jika tidak, pelaku akan merasa tertekan dan stress. Kota Bandung memiliki riwayat kelam ketika 11 orang meninggal akibat sempitnya ruang pertunjukkan ketika Band Beside memperkenalkan album barunya.

Sayang, sulit sekali mengadakan ruang-ruang baru untuk memfasilitasi kebutuhan mereka. Solusi tepat dan jitu adalah menggunakan ruang publik yang selama ini terbengkelai yaitu taman. Taman Centrum misalnya, dipilih Ridwan Kamil sebagai Taman Musik agar pelaku seni musik bisa memiliki ruang untuk berinteraksi, baik dengan sesama artis, organizer acara dan penonton. Bukan tidak mungkin akhir dari pertemuan akan melahirkan ide-ide kreatif lainnya. Minimal mereka saling sapa, tersenyum dan berkisah, tidak sekedar transaksi jual beli yang tidak humanis seperti umumnya gelaran, penikmat musik membeli karcis, menonton pertunjukkan dan pulang.

[caption caption="Kampung Kreatif Cicadas"]

[/caption]

Kampung kreatif

Merupakan gerakan maksimalisasi pemanfaatan ruang-ruang di pemukiman padat penduduk. Gerakan tersebut dimulai pada Helar Festival tahun 2011. Adalah Rahmat Djabaril yang menggagas kampung kreatif di daerahnya di kawasan Dago Utara. Gerakan Kampung Kreatif mendapat support penuh dari BCCF dan terus bergulir ketika Ridwan kamil menjabat sebagai walikota Bandung.

Di dalam kampung kreatif, seorang warga tidak harus menjadi ‘orang lain’ agar bisa berkreasi. Seorang ibu rumah tangga bisa membangun kelompok musik dengan bermodalkan peralatan masak memasak seperti wajan dan panci. Anak-anak bisa bergembira ria dalam lomba mewarnai layang-layang. Tembok-tembok kumuh disulap menjadi tembok mural yang berwarna-warni. Jalan-jalan kecil di sepanjang perumahan warga dibersihkan dan dihias.

Semua senang, semua bergembira ria tanpa harus meninggalkan daerah huniannya karena didalam habitatnya mereka merasa aman dan hidup dengan senang. Pemerintah kota hanya perlu mendengar aspirasi mereka, apakah mereka membutuhkan perbaikan infrastruktur, septitank komunal, biodigester komunal untuk mengolah sampah organik hingga menjadi bahan baku memasak atau membiayai pengadaan ruang terbuka seperti di blok tempe* kecamatan Bojongloa Kaler, dimana sekelompok warga dibiayai CSR (corporate Social Responsibility) untuk membeli rumah yang dibongkar dan dibangun ruang publik untuk bercengkrama dan taman bermain bagi anak-anak.

 

[caption caption="Bandung Berkebun"]

[/caption]
Kampung Berkebun

Melalui twitter, pada tahun 2010 Ridwan Kamil melemparkan gagasan pemanfaatan lahan-lahan terlantar di Indonesia. Gayungpun bersambut, beberapa kawan seperti Sigit Kusumawijaya dan Shafiq Pontoh menangkap ide tersebut dan mewujudkannya dengan nama Indonesia Berkebun.

Selain diperlukan untuk mengobati urban stress, kegiatan berkebun dapat membantu dalam hal edukasi lingkungan, ekologi dan ekonomi. Karena budaya instan telah merenggut manusia dari alamnya, banyak yang tidak bisa membedakan jenis daun, tidak bisa membedakan serangga. Sehingga manusia seolah menjadi mahluk yang terasing dari lingkungan hidupnya.

Dalam masa jabatannya, Ridwan Kamil mengimplementasikan gerakan Indonesia Berkebun di setiap rukun warga (RW) dengan nama Kampung Berkebun. Diharapkan adanya kampung berkebun akan berdampak meningkatkan indeks kebahagiaan dengan lebih nyata. Karena kawasannya menjadi hijau, sebagian kebutuhan pangan tercukupi dan secara tidak langsung setiap anggota masyarakat memperoleh edukasi .
Berkat kreativitas warga, kampung berkebun mampu menyulap kawasan yang semula gersang menjadi hijau. Di lorong-lorong sempit yang dimanfaatkan, warga saling sapa, saling berbagi pengetahuan berkebun, dan saling barter hasil panen. Bahkan warga yang tidak aktif merasakan manfaatnya, lingkungan yang kering kerontang berubah asri penuh warna hijau dedaunan, dan warna warni bunga serta buah. Kebahagiaan sederhana yang diperoleh dengan cara mudah yang sebelumnya tak terpikirkan.

Operasional dan Pembiayaan
Sering digunakannya ruang publik , khususnya taman, oleh penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) mengakibatkan area tersebut menjadi kumuh tidak terawat. Salah satu solusi yang diterapkan Ridwan Kamil adalah memberikan mandat pada komunitas untuk merawatnya. Sebagai contoh komunitas peminat musik mendapat tanggung jawab mengelola Taman Musik. Sayang konsep yang bagus ini sering terkendala biaya. Sehingga sebaiknya dibuka kran komunikasi dan kesempatan antara komunitas penanggung jawab, pemerintah kota dan perusahaan swasta yang bersedia menyalurkan dana corporate social responsibility (CSR) –nya.

Sebelum Ridwan Kamil menjabat, telah ada anggaran dinas pertanian untuk kegiatan pertanian kota. Demikian juga kegiatan kampung kreatif yang semula didanai dinas pariwisata. Nampaknya terjadi penggabungan anggaran yang belum disosialisasikan sehingga kegiatan tahun 2015 tidak menampakkan geliatnya.

Sayang sekali jika kegiatan-kegiatan yang mengakar tersebut tidak berkelanjutan hanya gara-gara salah komunikasi. Seperti diketahui setiap RW di Kota Bandung mendapat suntikan anggaran Rp 100 juta per tahun. Kelompok PKK mendapat anggaran Rp 100 juta / kelurahan /tahun. Kelompok Karang Taruna mendapat Rp 100 juta/kelurahan/ tahun dan yang keempat mendapat anggaran tetap adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) sebesar Rp 100 juta/kelurahan/tahun. Cukup besar untuk membiayai semua kegiatan tersebut diatas.

Penutup

Karena tidak adanya parameter sebagai rujukan, sulit sekali menentukan telah terjadi kenaikan kebahagiaan di suatu wilayah. Tidak heran Ridwan Kamil menerima banyak kritikan di akhir dua tahun masa jabatannya. Kebijakannya dianggap hanya untuk bersenang-senang.
Sebagai penganut paham konvensional, kita sering terjebak arti pembangunan. Seorang pejabat kota dianggap sukses jika banyak menghasilkan pembangunan fisik, tanpa mengindahkan pembangunan psikis. Padahal sungguh mubazir pembangunan perumahan mewah mentereng jika penghuninya tidak bahagia. Penghuni yang sakit, tertekan, stress dan acap marah-marah karena merasa tidak berada dalam habitatnya.

Dia terkukung tidak bisa berinteraksi. Tidak ada yang menyapa. Tidak ada yang peduli apakah dia sakit, sehat, gemuk atau belum menikah (jomblo). Tidak heran Ridwan Kamil kerap menyapa warganya yang belum menikah dan menyentil kejombloan mereka dengan jenaka. Bahkan menghadiahi mereka Taman Jomblo. Agar segenap warga Bandung merasakan bahwa dirinya sangat berharga, dirinya sangat bahagia. Ketika itulah terpenuhi fungsi ruang publik. Ruang publik yang dibangun sesuai kebutuhan warga bukan sebaliknya.

Catatan :

  • BCCF menjadi titik lokasi yang didatangi Mari Elka Pangestu ketika pertama kali menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, kemudian presiden Jokowi semasa menjadi capres, juga Triawan Munaf seusai dilantik sebagai Kepala Badan Ekonomi Kreatif.
  • Bangunan BCCF merupakan milik anggota masyarakat yang dipinjamkan secara gratis. Sebagai bukti bahwa kegiatan positif tidak harus selalu dimulai dengan penyediaan dana.
  • Blok Tempe di kelurahan Bojong Loa merupakan kawasan rintisan dimana warga yang acapkali keluar masuk penjara bisa diberdayakan, baik dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi maupun pengelolaan lingkungan. Keberhasilan Ridwan Kamil mendampingi blok tempe diganjar penghargaan Urban Leadership Award dari University of Pennsylvania, Amerika Serikat.

 

 

 

 [caption caption="Kampung Kreatif Dago Pojok"]

[/caption]

 

sumber foto:

Sumber foto:
- Dokumen pribadi

- Bandung Berkebun
- BCCF
- Rappler.com
- Tempo.co
- Starglammagz.com

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun