[caption id="attachment_417279" align="aligncenter" width="630" caption="sumber: http://www.wowkeren.com/berita/tampil/00066045.html"][/caption]
Akhirnya teka teki industri kreatif di era kepemimpinan Jokowi terjawab dengan terpilihnya Triawan Munaf sebagai Kepala Badan Ekonomi Kreatif. Dalam Keputusan Presiden Nomor 9 P tahun 2015.disebutkan bahwa Kepala Badan Ekonomi Kreatif mendapatkan hak keuangan serta fasilitas lainnya setara dengan menteri.
Sebulan usai resmi menjadi Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf mengunjungi Bandung pada tanggal 21 Februari 2015, mengikuti jejak pendahulunya Mari Elka Pangestu. Tidak berlebihan karena Bandung dikenal dengan warganya yang kreatif, bahkan peluncuran buku Cetak Biru Ekonomi Kreatif dilaksanakan di kota ini.
Dalam acara Bedah Cetak Biru Ekonomi Kreatif yang diselenggarakan tanggal 28 Oktober 2014 di Bandung Creative City Forum (BCCF) jalan Taman Cibeunying Selatan nomor 5 Bandung, penjelasan mengenai kontribusi industry kreatif terhadap PDB Nasional sebagai berikut:
[caption id="attachment_417269" align="aligncenter" width="700" caption="Kontribusi Ekonomi Kreatif Terhadap PDB (sumber: tim Cetak Biru Ekraf)"]
Ekonomi kreatif menyumbang pertumbuhan ekonomi 7,05 % terhadap PDB Nasional 2012-2013 atau sekitar Rp 641, 82 triliun. Sedangkan hingga semester l – 2014 nilai tambah dari sektor ekonomi kreatif diestimasi mencapai Rp 111,1 triliun, angka yang yang diyakini masih terus akan meningkat.
Karena evolusi perubahan ekonomi mengalami perkembangan dari ekonomi pertanian, ekonomi industry, ekonomi informasi dan kemudian ekonomi kreatif.
Anak muda sebagai pelaku industry kreatif bisa dilihat dari langkah dari anak presiden Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka yang menekuni catering Chillipari dan martabak Makobar. Dia harus menyiasati pemasaran dengan ide kreatif. Banyak pengusaha menekuni usaha catering, pengusaha martabakpun bejibun. Tapi bagaimana cara memenangi persaingan tajam, diperlukan terobosan yang kreatif dan inovatif.
[caption id="attachment_417276" align="aligncenter" width="378" caption="Traditional Taste, Modern Touch (dok. Chilli Pari Catering)"]
Sumbangan kuliner sebagai bagian ekonomi kreatif memang yang terbesar. Karena sesuai definisinya:
EKONOMI KREATIF adalah penciptaan nilai tambah berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia (orang kreatif) dan berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi.
INDUSTRI KREATIF adalah industri menghasilkan output dari pemanfaatan kreativitas, keahlian, dan bakat individu untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan peningkatan kualitas hidup
Laju pertumbuhan tenaga kerja ekonomi kreatif dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan angka yang menggembirakan:
[caption id="attachment_417277" align="aligncenter" width="700" caption="kontribusi jumlah tenaga kerja (sumber: Tim cetak biru Ekraf)"]
Keberadaan badan ekonomi kreatif akan tak berarti jika tidak dibarengi kewenangan mendorong setiap kementerian mengeksekusi program ekonomi kreatif yang ditetapkan. Karena nasibnya tidak akan jauh beda dengan kondisi BKPM atau Bappenas pada periode terdahulu yang tidak dapat memaksakan kementerian lain untuk mengimplementasikan program yang ada. Tidak berlebihan jika Aldrin Herwany berharap: “ Badan ini harus jelas wewenangnya seperti apa. Karena harus diakui, ditengah jalan akan ada banyak konflik antar kementerian, ini sering terjadi dan harus diantisipasi sejak awal. Badan ini ibaratnya harus memiliki kemampuan untuk memerintahkan kementerian mengeksekusi programnya.”
Sulitkah? Tergantung dari kesungguhan pemerintah Jokowi menggarap ekonomi kreatif. Paling tidak ada 15 subsektor dalam ekonomi kreatif, tidak hanya aplikasi (permainan interaktif) yang kini marak tetapi juga seni pertunjukkan, arsitektur, desain hingga kuliner. Dari identifikasi masalah yang dilakukan kemenparekraf pimpinan Mari Elka Pangestu diketahui bahwa kelemahan ekonomi kreatif ada di industry hilir atau kormesialisasi. Ketua Bandung Creative City Forum (BCCF), Fiki Satari yang juga merupakan praktisi ekonomi kreatif berkeyakinan jika permasalahan teratasi maka ekonomi kreatif di Indonesia memiliki potensi menyumbang hingga 15 % dari PDB di tahun 2025.
Fiki Satari juga memaparkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memajukan ekonomi kreatif yaitu prosedural birokrasi yang memiliki banyak tahapan dan kompleks serta dinamisnya ekonomi kreatif sebagai sektor ekonomi. Perubahannya sangat cepat, tidak hanya menyangkut bentuk dan tren tapi juga perubahan konteks. Contohnya jika dahulu media social merupakan jejaring pribadi maka kini telah berubah menjadi platform digital untuk bisnis.
Kota Bandung sebagai pusat industry kreatif, mulai dari sektor kuliner hingga fesyen rupanya menarik minat Commonwealth Bank. Dalam peresmian Kantor Cabang Commonwealth Dago Bandung, Senin (15/9/2014),Presiden Direktur Commonwealth Bank Indonesia Tony Costa mengatakan: “ Pertumbuhan ekonomi Bandung di atas rata-rata dan kota ini merupakan pusat dari pelaku UKM dan kelas menengah yang terus berkembang,”
Nah, bahkan pihak perbankanpun sudah mendukung. Selanjutnya yang diperlukan adalah langkah kongkrit pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Industri Kreatif sangat menjanjikan, tidak hanya menyerap tenaga kerja tetapi juga menyumbang triliunan rupiah bagi pertumbuhan ekonomi.
Sumber:
Tim Bedah Cetak Biru Ekonomi Kreatif
Pikiran Rakyat 31 Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H