Berdiam sejenak dengan alam seperti ini, cukup menenangkan pikiran yang sering tiba-tiba riuh tanpa diundang, menenangkan jiwa yang gundah, dan mengisi kembali energi positif sebelum kembali dihantam realita kehidupan. Kunikmati kesejukkan udaranya yang masih alami sampai seseorang menempelkan sesuatu pada pipiku yang membuat ku menoleh, dan yaps mas Adi, laki-laki yang sudah 2 tahun ini bersama denganku, salah satu tempat ternyaman, selain alam.Â
"kita udah sering kesini loh, dan mas masih ngeliat kamu takjub sama tempat ini"ucapnya, tersenyum memberikan kopi dan bakpau.
"iya, sesuka itu aku sama tempat ini. ngga ngebosenin, sejuk lagi. bakpaunya kamu beli dimana mas? enak ini" kataku
"mas beli ditoko roti dipasar tadi sebelum kita kesini. mas mau tanya (dering telpon), sebentar mas angkat dulu"
aku mengangguk dan menikmati kembali bakpau yang kedua, kulihat mas Adi yang masih sibuk menerima telfon tersenyum ke arahku. ya dia laki-laki yang murah senyum, baik, peduli, dan masih banyak lagi yang tak bisa kusebutkan disini hehehe.
"makannya pelan-pelan, mas gak minta. kamu ambil aja yang punya mas kalo kurang" mas Adi tertawa melihatku tersedak
"harusnya ditolong dong, diberi minum, ini malah diketawain. aku hampir mati sesak nafas tau!" ucapku setengah merajuk karna masih ditertawakan
"tadinya mas mau kasih minum kekamu, eh kamu udah ambil sendiri, ya udah. mas tertawa karna mukamu lucu. mas minta maaf ya, jangan ngambek lagi, ayo tersenyum" pinta mas Adi
"udah gak marah kok. tadi mas mau tanya apa sebelum terima telpon?"
"mas mau tanya, apa kamu udah ngerasa lebih baik sekarang atau masih sedih?"tanya mas Adi mengamati ekspresiku lekat-lekat.
"mhmhmh, aku udah gak sedih, tapi aku masih mau nangis dan air mata tertahan gitu aja, gak mau keluar. mungkin karna niatku kesini buat cari tenang kali ya(tersenyum) atau gak otak nyuruh air mata buat berhenti dulu hehehe. ya namanya juga hidupkan mas, sesulit apapun harus tetap hidup dan dijalani, gak boleh memaksa pulang" aku tertawa namun air mata akhirnya lolos juga, aku menyembunyikan wajah dengan kedua telapak tanganku. Ternyata aku masih sesedih ini, ternyata aku gak sekuat dan setenang yang kurasakan tadi, ternyata aku yang menahan air mata sedari tadi, dan ternyata aku yang belum baik-baik aja.
Mas Adi hanya melihat membiarkan aku menumpahkan segala kesedihan lewat tangisan, menunggu aku menghabiskan segala kesedihan tanpa niat mengganggu atau memberikan kata-kata bijak seperti orang pada umumnya, dia memberikan aku waktu sendiri tanpa harus merasa sendiri. dia memberikan sapu tangan setelah melihatku sedikit mulai tenang, membiarkan aku menenangkan diri dengan jujur pada alam tanpa harus berbohong pada diri sendiri. Aku melihatnya, dan dia masih tetap melihatku kali ini dengan senyuman yang memastikan apakah aku sudah baik-baik saja.
"mas senang kamu bisa mengeluarkan kesedihan itu, hah jadi ikut lega" mas Adi tersenyum melihatku
"rasanya lega, benar-benar adem (aku memejamkan mata, menghirup udara segar sebanyak mungkin)"
"boleh tersenyum sekarang? kamu manis kalo senyum daripada nangis apalagi dengan ingus itu"jelas mas Adi padaku jangan lupakan ejekannya yang membuatku kesal
"mas parah banget sih, ini udah ga ada ingusnya lagi kok! kalo mau puji tuh ya puji aja ga usah diledekin gitu" tertawaku
"gapapa, jadinya kamu balik lagi seperti biasa, gak kaya tadi diam aja. sedih boleh tapi jangan kelamaan ya, seneng sih ngeliat kamu diam dan tenang, tapi serasa beda jadinya, seperti ada yang hilang dari biasanya" senyum mas Adi
Aku mendengarkan dan melihat mas Adi, manusia yang selalu tersenyum untukku, aku bersyukur karna ada dia yang selalu menemani, dia yang menghargai, dan dia yang banyak membuktikan.Â
"iya mas, perasaanku lebih baik dari sebelumnya. trimakasih Tuhan yang selalu ada di sesi kehidupan  dan juga kamu, mas" ucapku sumringah
"oke kita doa dulu, berterimakasih sama Tuhan karna udah beri kamu kesempatan untuk meluapkan kesedihan, dan semua kesempatan dalam hidup yang udah kita jalani ini. abis itu kita pulang" senyum yang tak pernah luntur dari mas Adi.
Cerpen by Maria Grace Astiana Niron
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H