Mohon tunggu...
Maria Fillieta Kusumantara
Maria Fillieta Kusumantara Mohon Tunggu... Administrasi - S1 Akuntansi Atma Jaya

Music Addict. Writer. Content creator

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Memutuskan Childfree

3 Oktober 2021   14:00 Diperbarui: 3 Oktober 2021   14:02 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pasundanekspres.co/opini/childfree-pola-pikir-keliru-menentang-fitrah/

Beberapa bulan belakangan ini, keputusan Gita Savitri bersama sang suami untuk tidak memiliki anak setelah dua tahun menikah atau populer disebut childfree menjadi trending topic di berbagai media sosial. 

Hal ini ditanggapi beragam oleh warganet dan selebriti lain. Ada yang setuju menganggap childfree bisa mengurangi resiko anak tidak ter-support dengan baik karena kondisi finansial yang belum mapan, ada pula yang menganggap childfree dapat menekan penyebaran penyakit bawaan yang dimiliki orangtua bahkan bisa mengurangi kelelahan mental. 

Namun, tidak sedikit pula warganet yang menentang keputusan ini dengan dalih melawan kodrat, mengurangi pahala, kesepian, dan lainnya. 

Di sini saya tidak ingin berbagi pendapat saya mengenai childfree tapi menurut saya keputusan childfree bukan keputusan yang mudah dan perlu dipertimbangkan secara matang karena keputusan ini tidak hanya berlaku seminggu dua minggu atau sebulan dua bulan saja tapi berkelanjutan. 

Nah, ada baiknya sebelum benar-benar memutuskan untuk childfree pasangan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut :

1. Keterjaminan penghasilan tetap

 Keputusan childfree ketika pasangan masih berada di usia muda dan produktif mungkin tidak menjadi masalah. Tapi apabila sudah      menjalani keputusan childfree sejak lama hingga usia senja, keputusan childfree ini bisa jadi salah satu sumber masalah. 

Ketika memasuki usia senja dan telah pensiun sekitar umur 55 hingga 65 tahun di Indonesia, otomatis penghasilan pasangan akan menurun. 

Jika memiliki anak, mungkin pasangan bisa berharap sang anak bisa membantu perekonomian keluarga. Tapi bagaimana

Jika pasangan tidak memiliki anak? Padahal selepas pensiun masih ada kehidupan panjang bertahun-tahun dan tidak mungkin kita selalu bergantung pada tabungan dan tunjangan pensiun atau bahkan bantuan keluarga lain, bukan? Pasangan harus memikirkan  keterjaminan penghasilan tetap mereka dari sektor tanpa batas usia untuk mencukupi hidup di kala senja misalnya dari keuntungan    bisnis pribadi, penyewaan rumah kos atau kontrak, content creator, desainer, dll. Tentunya untuk bisa konsisten mendapatkan penghasilan ini, pasangan harus konsisten memulainya sejak berusia muda sebagai pekerjaan sampingan terlebih dahulu sebelum   benar-benar melepaskan pekerjaan utama saat pensiun.

2. Keterjaminan perawat di kala lemah dan sakit atau kendala lainnya

   Tak dapat dipungkiri, seiring bertambahnya usia kita akan mengalami penurunan kemampuan fisik. Penyakit-penyakit mulai

   berdatangan silih berganti walaupun tidak setiap orang mengalaminya. Jika pasangan memiliki anak, ketika anak telah beranjak

   dewasa, ia dapat merawat kedua orangtuanya. Tapi jika memutuskan tidak memiliki anak hmmm perlu dipikirkan matang-matang

   perawat di masa senja pasangan nanti. Apakah menyewa perawat dari sebuah yayasan, menjalani masa tua di panti wreda atau

   bergabung dengan keluarga lainnya agar masing-masing dari mereka (adik ipar, kakak ipar, keponakan, dll) bisa berbagi

   tugas?

3. Aktivitas sehari-hari

   Are you seriously? Ya, aktivitas sehari-hari sangat perlu dipertimbangkan. Baik pasangan berusia muda atau sudah senja. Karena            ketidakadaan anak, otomatis mengurangi aktivitas khas bersama anak yang bisa dilakukan pasangan. Pasangan juga harus kreatif        mencari aktivitas apa yang dilakukan sepulang bekerja, saat weekend dan terutama di kala senja nanti. Jangan sampai karna                      kebosanan menjalani hari dengan aktivitas yang monoton justru mengakibatkan kemungkinan mengkaji ulang keputusan childfree      yang sudah disepakati di awal bahkan menuju ambang perceraiaan.

4. Perbanyak relasi sebaya

   Relasi tidak hanya penting bagi kita yang masih muda, di kala senja nanti jika pasangan memutuskan untuk childfree memiliki relasi    yang luas mutlak diperlukan agar tidak merasa kesepian karna ketidakadaan anak dan agar pasangan punya kehidupan yang juga          baik dan seimbang. Relasi tidak sebatas teman semasa bekerja dahulu saja, tapi juga bisa dari lingkungan sekitar perumahan, teman    satu tempat ibadah, teman organisasi, teman paguyuban, dll. Adanya banyak relasi sebaya juga mengurangi efek alzheimer dan              demensia serta meningkatkan aktivitas pasangan disela-sela kesibukannya untuk bersosialisai diluar perkara 'mengurus anak'.

So, childfree bukan keputusan yang menakutkan bukan? Anda pun bisa memaksimalkan kebahagiaan hidup anda dan pasangan tanpa

tergantung erat pada anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun