Mohon tunggu...
Maria Christie
Maria Christie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi, Universitas Negeri Yogyakarta

Hai, perkenalkan saya Maria Christie. Seorang mahasiswa sem.3 jurusan psikologi UNY, yang sangat suka membahas hal-hal mengenai psikis, mental healt

Selanjutnya

Tutup

Love

Mengenal Anxious Attachment

7 Desember 2024   16:11 Diperbarui: 7 Desember 2024   16:40 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Kenalan dengan si paling merasa "cemas", Anxious Attachment.

    Pernahkah kamu merasa khawatir dan takut ditinggalkan oleh pasangan atau orang terdekat, sampai-sampai overthinking yang berlebihan? Jika iya, jangan-jangan kamu gaya kelekatan berupa anxious attachment style.Biasanya, orang-orang dengan anxious attachment ini kerap kali overthinking  parah karena merasa cemas, gelisah dan merasa tidak aman akan hubungan yang ia jalani, bukan hanya itu, biasanya orang orang dengan anxious attachment juga sering kali mencari perhatian intens ke pasangannya dan mencari tahu dimana keberadaan pasangannya tersebut.

    Tapi apa sih sebenarnya anxious attachment itu? Apa penyebabnya, dan bagaimana cara mengelolanya lebih baik lagi khususnya dalam suatu hubungan yang lebih sehat? Oleh sebab itu, melalui artikel inilah kita akan membahas lebih dalam apasih sih itu anxious attachment?!!

 Apa Itu Teori Keterikatan (Attachment Theory)?

     Teori keterikatan atau Attachment Theory, merupakan teori yang diperkenalkan oleh seorang tokoh dari Inggris, John Bowlby. Beliau merupakan seorang psikiater dan juga psikolog terkenal yang memperkenalkan teori ini sejak akhir tahun 1950-an hingga awal tahun 1960-an. Teori ini membahas mengenai sebuah hubungan sosial emosional seorang anak dengan pengasuh utamanya (biasanya ibu dari anak tersebut), yang nantinya melalui hubungan tersebut akan membentuk dan mempengaruhi cara individu menjalin hubungan di masa dewasa.

Gaya keterikatan ini terbagi atas empat jenis yaitu :

1. Secure attachment (keterikatan aman)

2. Anxious attachment (keterikatan cemas)

3. Avoidant attachment (keterikatan menghindar)

4. Disorganized attachment (keterikatan tidak terorganisir)

Namun pada artikel kali ini, fokus pembahasannya akan lebih mengarah ke anxious attachment.

Apa Sih Sebenarnya Anxious Attachment Itu?

    Keterikatan cemas atau yang lebih dikenal dengan anxious attachment, merupakan suatu kondisi ketidakpastian mengenai ketersediaan figur (Bowlby, 1969, 1973; cassidy & Berlin, 1994). Kondisi ini biasanya berkembang dari pola asuh yang diterima individu tersebut sejak mereka bayi, dimana mereka menerima pola perawatan yang tidak konsisten dari pengasuh mereka yang terkadang penuh perhatian, namun di lain waktu menjadi tidak responsif atau bahkan tidak hadir secara emosional pada saat dibutuhkan.

   Selain dari pola asuh, pengalaman traumatis, pengabaian di waktu kecil dan faktor eksternal lainnya yang mereka dapatkan dari lingkungan tempat mereka tumbuh juga bisa menjadi faktor terbentuknya anxious attachment.

 

Ciri-ciri Anxious Attachment

Biasanya individu yang yang memiliki anxious attachment menunjukan beberapa ciri-ciri, seperti :

a.  Merasa takut dan cemas akan kehilangan orang terdekat.

b. Haus akan validasi dan berusaha mencari pengakuan dan perhatian.

c.  Overthinking dan cemas, individu akan selalu khawatir apakah mereka baru saja melakukan suatu kesalahan atau tindakan yang nantinya dapat merusak hubungannya dengan orang terdekatnya.

d. Sulit memberi ruang pada pasangan ataupun teman karena merasa takut akan ditinggalkan kemudian hari.

Bagaimana Dampaknya Dalam Suatu Hubungan?

    Anxious attachment ini tentunya mampu membawa dampak negatif dalam suatu hubungan interpersonal yang dimiliki oleh individu tersebut baik dalam hubungan pertemanan, keluarga bahkan sampai ke hubungan romantis yang dimiliki. Mengapa demikian? Karena mereka akan terobsesi dengan pemikiran akan ditinggalkan oleh pasangan mereka, dan bahkan menunjukan emosi negatif yang intens (Mikulincer & Florian, 1998). Individu dengan anxious attachment akan cenderung merasa diabaikan dan tidak dicintai apabila pasangan ataupun temannya tidak merespon dengan cepat kepada individu tersebut.

Bagaimana cara pengelolaannya?

Selanjutnya, bagaimana cara kita menangani dan mengatasi anxious attachment ini?

1. Perlunya kesadaran dari diri sendiri dengan lebih memahami setiap emosi yang kita punya, mengenali pemicu dari kecemasan itu, mencari tahu penyebab trigernya dan mencoba untuk belajar menerima diri sendiri.

2. Melatih Self-reparenting, dengan memberikan dukungan emosional pada diri sendiri, mengobati dan belajar memahami kebutuhan dari inner child yang kita miliki.

3. Menetapkan/membangun batasan yang sehat antara pasangan, teman ataupun keluarga.

4. Berusaha untuk lebih terbuka dan menjalin komunikasi yang jujur dan saling mendukung sebagai dasar dari pondasi hubungan yang lebih sehat.

5. Mencari bantuan profesional, baik itu psikolog maupun psikiater untuk mendapatkan bantuan dan solusi yang tepat.

Kesimpulan

     Memahami attachment style seperti anxious style yang ada didalam diri sendiri merupakan salah satu langkah awal yang dapat dilakukan dalam membangun hubungan yang lebih sehat dan bahagia. Meskipun hal ini berasal dari pengalaman pribadi di masa kecil yang telah tertanam begitu lama di dalam diri, namun percayalah perubahan akan tetap memungkinkan terjadi apabila kamu mempunyai kesadaran dan tekad yang besar untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Belajarlah untuk tetap tenang dan berikan ruang kepada diri sendiri, berikan affirmation positif kepada diri sendiri dan jangan takut datang ke pihak profesional seperti psikolog maupun psikiater, apabila sekiranya kamu butuh bantuan dari pihak yang lebih profesional yang lebih paham akan hal tersebut.

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun