Akhir-akhir ini hubungan antar China dan Taiwan begitu sangat memanas. Bahkan menurut berbagai laporan di media internasional. China terus melakukan invasi ke Taiwan dan berusaha menaklukan wilayah tersebut.
Salah satu persiapannya yang dilakukan oleh China adalah dengan semakin memperkuat wilayah perbatasan di sekitar laut Cina Selatan. Sebagaimana kita tahu, China dan Taiwan hanya dipisahkan oleh perairan laut China Selatan.
Maka dari itu, China lebih memilih untukmemperkuat pertahanan wilayah tersebut, dalam rangka persiapan menghadapi invasi ke Taiwan. Tidak tanggung-tanggung, pasukan yang diberi tugas untuk menjaga pertahanan tersebut adalah pasukan elit militer China.
Hal itu berdasarkan misi China agar wilayah perbatasan tidak mudah jatuh ke tangan Taiwan. Dengan begitu, sesuai dengan misinya, China melakukan invasi ke wilayah Taiwan  untuk memperluas wilayah teritorinya.
Persiapan lainnya dalam melakukan invasi ke Taiwan yaitu dengan memperkuat peralatan perang. Untuk menunjang hal tersebut, China memiliki beberapa rudal yang akan ditempatkan di kota Fujian dan Guangdong. Rudal-rudal yang berjenis DF-17 tersebut dirancang dengan teknologi yang sangat canggih, yaitu teknologi hipersonik.
Adanya pembaharuan Rudal Hipersonik DF-17 yang paling canggih diluncurkan ke wilayah tersebut dari satu pangkalan militer yang ada di Beijing, disertai dengan Tentara Pembebasan Rakyat dalam melakukan peningkatan pangkalan misilnya.
 Dilansir berdasarkan hasil wawancara The Korea Times dari sumber anonim mengatakan bahwa Rudal Hipersonik sebelumnya yang sudah dipakai dalam rentang waktu tertentu adalah DF-11 dan DF-15 digantikan oleh Rudal Hipersonik DF-17.
Rudal DF-17 dipercaya mampu mencapai target yang lebih akurat, serta dapat menjangkau yang lebih jauh. Relasi antara Taipei dan Beijing kian memburuk sejakTsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik (DPP) terpilih menjadi presiden pada tahun 2016.
Tsai Ing-wen mempunyai komitmen untuk menolak menjadi satu kembali dengan China. Bahkan, di tahun 2020 ini  hubungan Taiwan dan Amerika Serikat semakin erat atas dasar bukti kesepakatan senjata yang ditandatangani meliputi Rudal Patriot dan pembaharuan jet F-16 Viper.
Daerah Taiwan Selatan rencananya akan diserang dari pangkalan rudal di Puning, China, namun alat perang seperti DF-11 dan DF-15 tidak memungkinkan kondisi jarak dan terbang melewati Pegunungan Tengah dalam menembus pangkalan udara di pulau Taitung dan Hualien yang berada di Kawasan Taiwan Timur.
Peran utama dalam invasi dimainkan oleh Korps Marinir yang merupakan satuan sayap angkatan bersenjata, yang berkembang selama perombakan militer masa Presiden Xin Jinping di mana10 brigadirnya berada di Kawasan sepanjang pesisir tenggara.
Kemudian, untuk menjaga tekanan dari Taiwan, China sudah melakukan usaha yaitu serangkaian latihan di daerah pulau meliputi latihan invasi berskala besar. Beberapa serangan udara dilakukan dengan meluncurkan seikitar 40 pesawat tempur yang melewati garis median di Selat Taiwan.
China sudah mulai berinvestasi dan meluncurkan  kapal jenis amfibi Tipe 075. Seperti dilansir dari businessinsider.com, misalnya, laporan yang didapatkan dari Departemen Pertahanan AS menyatakan bahwa Militer China mempunyai angkatan laut terbesar di dunia.
Selain itu, China juga berusaha membangun kemampuan menuju invasi berskala penuh baik dalam mempersiapkan kapal untuk  serangan amfibi maupun latihan pendaratan amfibi. Strategi perang dan peralatan yang canggih telah China persiapkan untuk misi invasi ke Taiwan kali ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H