Tujuan Kompasiana sudah sangat jelas sebagai wadah jurnalisme warga. Tetapi, pertanyaan yang terlintas adalah apakah realitas yang dipraktikkan kompasianers (penulis Kompasiana) sesuai dengan tujuan Kompasiana? Bagaimana realitas praktik  kompasianers yang berperan sebagai para jurnalis warga?
Berdasarkan data yang diperoleh dari penulis ketika menghitung secara manual dengan mengambil sampel sepuluh akun kompasianers untuk dihitung jumlah artikel dalam bulan September yang mengangkat isu lokal adalah Marahalim Siagian sebanyak 7 dari 18 artikel, Felix Tani sebanyak 2 dari 26 artikel, I Ketut Suweca sebanyak 6 dari 27, Fauji Yamin sebanyak 4 dari 10 artikel, Neno Anderias Salukh 2 dari 7, Reba Lomeh 8 dari 16, Gregorius Nyaming 5 dari 7.
Sepuluh akun kompasianers yang disebutkan tersebut merupakan orang-orang yang dikenal kompasianers lainnya konsisten dalam menuliskan artikel  isu lokal.  Selain itu, berdasarkan pantauan penulis dihitung dari pukul 10.00 WIB pada tanggal 6 Oktober 2020 sebanyak 4 dari artikel utama dan pilihan 8 jam terakhir merupakan tulisan opini yang mengangkat isu lokal.Â
Selebihnya, ditemukannya artikel utama dan pilihan membahas isu-isu teraktual yang sedang diperbincangkan masyarakat luas, termasuk menjadi bagian berita media arus utama. Selain itu juga, artikel berupa puisi, cerpen, fiksiana, dan sebagainya.
Selain itu, penulis akan menyajikan hasil bincang-bincang penulis kepada dua kompasianers  ketika membahas tentang pengalamannya melakukan reportase isu-isu lokal.
Pertama, penulis akan memaparkan hasil dari berbincang- bincang dengan kompasianers bernama Fauji Yamin. Menurut Kak Fauji, ketika menulis isu lokal mendapatkan titik kepuasan batin karena ditilik dari sudut pandangnya isu lokal jarang dilirik oleh pemangku kepentingan.
Selain itu, ia mempunyai keinginan kuat untuk mengenalkan daerahnya kepada masyarakat luas. Kak Fauji berfokus kepada isu lokal dengan tema humanisme. Bagi dia, ketika menulis humanisme bisa memahami sesuatu sesuai realitas kehidupan yang terbuka dan transparan.
Menurutnya, menulis reportase tentang humanisme adalah kritik dasar manusia. Selain itu, tantangan dalam melakukan reportase ketika harus membuka dialog dan menyelami seseorang untuk kita jadikan narasumber liputan. mendapatkan banyak manfaat.
Kak Fauji juga juga berpesan bahwa intinya beranikan diri untuk mengupas sampai ke bagian dalamnya tetapi harus mempertimbangkan nilai-nilai etika dan kesopanan. Mulailah berkomunikasi dengan mengikuti alur pembicaraan orang yang sedang kita wawancarai.
Kedua, kompasianers Guido. Pengalamannya melakukan reportase yang mengangkat isu lokal baginya merupakan suatu hal yang menyenangkan karena bisa menjelaskan situasi yang kontekstual. Selain itu, ia mempunyai alasan untuk memperkenalkan masyarakat lokal Manggarai NTT kepada masyarakat luas.
Kemudian, untuk menjelaskan situasi daerah secara komprehensif tidak hanya pada satu isu aja melainkan semua aspek daerah. Ketiga , ingin menegaskan bahwa kebudayaan merupakan wacana yang tidak pernah lekang oleh zaman. Apa yang penulis petik disini bahwa Kak Guido ingin mengingatkan kita masyarakat Indonesia untuk tetap melestarikan budaya. Budaya tidak hanya dipandang sebagai artefak masa lalu saja. Terkait kendala yang dibicarakan oleh Kak Guido perihal waktu, sehingga ia meliput reportase saat mempunyai waktu luang saja karena ada pekerjaan pokok yang menjadi prioritas utama.