Dua minggu sebelum lomba, aku ingat betul ketika aku menyempatkan diri di hari Minggu untuk latihan panjang. Pelatihku sengaja memantik emosiku sedari awal mulai latihan, hingga pada akhirnya selama dua jam aku dibakar lautan api yang sulit untuk padam.
Dari latihan emosi saat itu aku mulai mengeksplorasi diri, merasakan bagaimana diriku ketika mengamuk, bersedih, senang, ketawa di bawah tekanan  luka batin yang paling dalam. Di situlah aku menemukan celah dimana aku merasa menjadi "gila".
Akhirnya aku mulai bisa menghadirkan roh LingFeng ke dalam jiwaku. Aku sangat menekuni untuk mendalami peran itu, walaupun sempat terkendala, aku merasa ragu dengan diriku sendiri. Ketika hari dimana tecnical meeting itu datang, dan ternyata Wow! diluar dugaan pesertanya membludak.
Aku menarik diri, dan berkecil hati semakin takut untuk bercita-cita sebagai pemenang. Â Terlebih, ketika para peserta lainnya antusias untuk bertanya seperti sudah dipersiapkan dengan matang. Lain halnya dengan diriku. Hanya berdiam diri bagai tungku tanpa api.
Hingga rasa pusing menyerang diriku. Sampai akhirnya aku berkata pada diri sendiri, "Ya sudahlah, yang penting totalitas, menang itu bonus".
Bom waktu semakin memuncak, terlebih ketika sudah kurang tiga hari aku belum cukup hafal naskah adegan terakhir. Padahal, itu inti dari isi naskah tersebut. Aku rasakan fase buntu di dalam diriku. Kalut, resah tidak bisa berpikir secara jernih. Sangat menganggu waktuku untuk tidur.
Aku paksakan diriku dengan sisa waktu yang ada. Dengan berbagai cara aku hafalkan naskah itu. Selama tiga hari buku catatan pelajaran penuh dengan tulisan naskah. Latihan akhir tiba di waktu malam dan di saat itulah aku mulai lupa semuanya.
Aku merasa "roh" LingFeng pergi. Aku kehilangan dia. Aku merasa kecewa sekaligus bersalah, atas ketidakseriusanku dalam membawakan karakter LingFeng tersebut.
Waktunya tiba, aku berusaha mengendalikan diri dan berdoa pada Tuhan agar semuanya berjalan senatiasa sesuai kehendak-Nya. Puji Tuhan, saat pertunjukan dimulai, aku cukup senang bisa lancar membawakan naskah tersebut.
Aku mendapatkan nomor undi dua terakhir, kemudian sudah tidak berharap apa-apa. Pengumuman pemenang datang, akhirnya ketika aku ingin beranjak pulang.