Mohon tunggu...
Maria Aufrida Ardhieawati
Maria Aufrida Ardhieawati Mohon Tunggu... Lainnya - Halo!

Sedang mondar-mandir di depan laptop dan menikmati hari dengan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sekolah Daring, Penyebab Bunuh Diri Siswa Kalimantan Utara

10 November 2020   21:27 Diperbarui: 10 November 2020   22:40 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: sindonews.com

Siswa SMP di Tarakan, Kalimantan Utara ditemukan meninggal bunuh diri akibat stress mengikuti sekolah daring. Pembelajaran jarak jauh memerlukan evaluasi dari pemerintah.

Peristiwa duka ini langsung mendapatkan perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Retno Listyarti, sebagai Komisioner KPAI menyoroti permasalahan ini dengan mengatakan bahwa siswa SMP ini mengakhiri hidupnya karena tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah.

Peristiwa bunuh diri kali ini bukan merupakan peristiwa pertama. Selama pandemi Covid-19 di Indonesia, sudah tercatat terdapat dua anak lainnya yang mengalami hal serupa.

"Peristiwa ini sudah merupakan siswa ketiga yang ditemukan meninggal bunuh diri setelah mengalami stress yang disebabkan oleh pembelajaran secara daring," Kata Retno.

Diketahui bahwa siswa SMP ini memiliki sebelas tugas yang diberikan sekolah dan belum dikerjakan sama sekali. 

Sekolah memiliki kebijakan sendiri, bahwa setiap anak yang hendak mengikuti ujian akhir semester sudah harus menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Jika tidak, anak di sekolah tersebut tidak dapat mengikuti ujian akhir semester.

Retno mengatakan bahwa peristiwa bunuh diri dipicu oleh ketidakmampuan seseorang menahan rasa sakit dari apa yang sedang dialami.  

Dia menambahkan, permasalahan yang kompleks dan terus menerus menumpuk dapat membuat seseorang akhirnya memutuskan untuk melakukan bunuh diri.

"Ibu dari anak ini mengatakan bahwa anaknya tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan bukan karena malas. Tetapi anak ini mengalami kesulitan dalam memahami materi", kata Retno.

Retno menambahkan, penjelasan materi yang dipaparkan oleh guru dianggap belum jelas bagi anak tersebut. Sementara pihak orang tua dari anak ini pun tidak bisa banyak membantu anaknya mengikuti sekolah daring.

Surat tagihan tugas yang diberikan dari sekolah kepada siswa SMP ini, menurut Retno memiliki kemungkinan meningkatkan pikiran anak SMP tersebut untuk melakukan hal nekat seperti, bunuh diri.  

Nasib Sekolah Daring di Indonesia

Selama pandemi Covid-19 ini, banyak anak-anak yang harus mengalami masalah mental karena pembelajaran yang dilakukan secara daring.

Komisioner KPAI mengatakan bahwa mereka tengah mendesak Pemerintahan Provinsi (PemProv) Tarakan dan juga Puskesmas serta Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk segera memberikan bantuan pskilogis bagi para orang tua, terutama keluarga korban.

KPAI juga meminta bantuan dari pemerintah pusat untuk turut serta dalam  mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran secara daring ini.

Insiden di Tarakan membutuhkan segenap perhatian dari semua pemangku kepentingan, tidak hanya dari pihak orang tua saja.

Kebutuhan pendidikan memang sangat penting, namun juga harus diimbangi dengan kebutuhan psikologis dari siswa yang sedang melaksanakan sekolah daring.

sumber: sindonews.com
sumber: sindonews.com

Peristiwa duka di Tarakan ini sebelumnya pernah diikuti oleh kasus serupa yang terjadi di bulan September lalu. Tepatnya di Cijaku, Lebak, Banten, polisi menangkap pasangan suami istri yang diduga terlibat atas kematian anak mereka yang berusia 8 tahun.

Sang ibu kesal dengan anaknya yang sedang mengerjakan tugas sekolah daring. Kesulitan dalam menyelesaikan tugas, akhirnya ibu menyiksa anaknya dibantu sang ayah.

Kedua orang tua tersebut lalu mengubur anaknya dan memberikan klaim palsu bahwa mereka sedang mengubur seekor kucing.

Sementara itu,  terdapat anak berusia 17 tahun di Gowa, Sulawesi Selatan juga dilaporkan melakukan bunuh diri. Siswa tersebut  mengalami depresi karena tugas-tugas sekolah yang dirasa memberatkan dirinya. 

Anak-anak maupun remaja rentan terhadap stress. Pengalaman yang dialami seorang anak seperti rasa tidak berdaya dan rasa kesepian dapat meningkatkan kemungkinan anak memiliki pikiran-pikiran buruk seperti, melakukan bunuh diri.

Pskiatris Asian Federation of Pychiatric Associations (AFPA), Nova Riyanti Yusuf menambahkan bahwa berdasarkan penelitian tahun 2018, sebanyak 13,8% siswa dari lima Sekolah Menengah Atas beresiko memiliki pikiran untuk melakukan tindakan nekat seperti bunuh diri.

Berita dilansir dari: Remote learning cited as cause of student suicide in North Kalimantan (The Jakarta Post)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun