Tenaga kesehatan merupakan unsur penting dalam pembangunan kesehatan nasional Indonesia. Sayangnya, jumlah tenaga kesehatan di Indonesia sangat kurang bahkan WHO sempat menggolongkan Indonesia sebagai negara dengan masalah kekurangan tenaga kesehatan paling serius pada tahun 2012.Â
Kondisi ini tentu semakin berat selama pandemi COVID-19 berlangsung. Akibatnya, pelayanan kesehatan yang kita dapatkan maupun perawatan yang diperlukan pasien COVID-19 tidak maksimal. Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Apa perlu kita impor tenaga kesehatan?
Kekurangan Tenaga Kesehatan dan Distribusi yang Tidak Merata
Pada tahun 2019, Adang Sudrajat selaku anggota DPR RI menyatakan bahwa terjadi kekurangan tenaga kesehatan. Total kekurangannya bila mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 adalah 2.698 dokter gigi, 1.124 apoteker, 6.192 tenaga kesehatan masyarakat, 2.582 tenaga gizi, dan 1.701 teknisi pelayanan darah. Selain itu terdapat pula ketidakmerataan distribusi tenaga kesehatan antara pulau Jawa dan luar pulau Jawa dimana semakin mencolok bila dibandingkan antar daerah perkotaan dan pedesaan.
Kemudian pada 18 Desember 2021 Wakil Menteri Kesehatan Dante S. Harbuwono menyatakan bahwa dengan tingkat kelulusan dokter yang sekarang yaitu 12 ribu dokter per tahun, diperlukan 10 tahun untuk memenuhi rasio dokter banding populasi yang setara dengan rasio dokter banding populasi Asia.Â
Rasio dokter untuk 1.000 WNI baru mencapai 0,67% sedangkan rata-rata kebutuhan dokter di Asia mencapai 1,2%. Akibatnya pemerataan SDM kesehatan di Indonesia masih terbatas.Â
Selain itu, 513 puskesmas di Maluku dan Papua tidak memiliki dokter yang memberikan pelayanan kesehatan serta 5.354 puskesmas belum memiliki 9 jenis tenaga kesehatan dengan lengkap. 9 jenis tenaga kesehatan ini terdiri dari dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Lalu 158 RSUD belum memenuhi syarat 7 dokter spesialis.Â
Distribusi SDM yang tidak merata ini disebabkan oleh jumlah dokter yang tidak memadai pada Puskesmas di Indonesia bagian Timur sedangkan di daerah lain terjadi oversupply, pola karier yang tidak jelas, rendahnya minat tenaga kesehatan untuk bekerja di daerah insentif, kurangnya SDM berkualitas, serta terbatasnya akses terhadap pelatihan terakreditasi.
Dampak Kekurangan Tenaga Kesehatan
Secara umum tentu saja kekurangan tenaga kesehatan ini menyebabkan pelayanan kesehatan yang didapatkan tidak maksimal. Lain halnya dengan daerah yang kekurangan tenaga kesehatan dan tidak memiliki tenaga kesehatan yang diperlukan. Kemungkinan besar masyarakat pada daerah tersebut tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka perlukan.Â
Di masa pandemi ini, kekurangan tenaga kesehatan makin dirasakan. Hal ini diakibatkan sebanyak 1.891 tenaga kesehatan meninggal, terhitung hingga 17 Agustus 2021 akibat wabah COVID-19 dan tidak terdapat pengganti untuk tenaga kesehatan yang telah terpapar COVID-19.Â
Akhirnya tenaga kesehatan yang masih mampu memberikan pelayanan kesehatan harus bekerja ekstra yang berakibat kelelahan baik fisik maupun mental. Kondisi kelelahan ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang yang buruk pada kualitas pelayanan kesehatan yaitu depresi, kelelahan ekstrem, dan perasaan tidak kompeten dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang tenaga kesehatan.
Alternatif Penanganan Masalah
Pada Juli 2021, Mohammad Adib Khumaidi selaku Ketua Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia menyarankan agar kekurangan dokter umum dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan dokter pasca internship untuk menanggulangi COVID-19 sedangkan dokter spesialis dapat dihitung jumlahnya lalu diperbantukan ke lokasi yang dinilai paling membutuhkan. Solusi ini merupakan solusi jangka pendek. Setelah pandemi, masalah kurangnya tenaga kesehatan tetap kita hadapi.Â
Salah satu alternatif yang dapat kita lakukan untuk mengatasi hal ini adalah menambah kuota penerimaan mahasiswa kesehatan di berbagai perguruan tinggi agar tersedia SDM kesehatan yang banyak dan berkualitas. Selain itu perlu ditambahkan insentif dan jenjang karir yang jelas agar tenaga kesehatan tertarik untuk bertugas di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).Â
Perlu diingat juga bahwa pembangunan infrastruktur harus tetap dilaksanakan guna mendukung tenaga kesehatan karena tanpa fasilitas yang mumpuni akan sulit memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal.Â
Lalu akses terhadap pelatihan bersertifikasi perlu dipermudah dan dipromosikan pemerintah agar tenaga kesehatan dapat meningkatkan kompetensinya. Bila penambahan jumlah tenaga kesehatan dan peningkatan kualitas tenaga kesehatan berhasil, maka kita tidak akan memerlukan impor tenaga kesehatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI